Oleh Djoko Edhi Abdurrahman pada hari Kamis, 23 Jan 2020 - 13:23:58 WIB
Bagikan Berita ini :

Harun Masiku Diframing Jadi Penjahat

tscom_news_photo_1579760638.jpg
Djoko Edhi Abdurrahman, Anggota Komisi Hukum DPR (periode 2004- 2009), (Sumber foto : Istimewa)

Harun Masiku diburu dan diframing sebagai penjahat besar penyuap Komisioner KPU, Wahyu Setiawan yang, tertangkap tangan OTT KPK. Itu yang tak benar.

Duit suap itu sendiri ditangkap Petugas KPK dari tangan Syaiful Bahri, yang mengaku bahwa duit tersebut ia peroleh dari Sekjen DPP PDIP Hasto Kristanto. Ini materi hukum pertama: Hasto memberikan duit Rp 400 juta kepada Syaiful Bahri untuk disampaikan kepada Wahyu Setiawan. Syaiful Bahri adalah pembantu Hasto.

Materi hukum kedua: Syaiful Bahri ditangkap Petugas KPK beserta barang bukti Rp 400 juta tadi. Jadilah kasus korupsi dalam kategori suap.

Materi hukum ketiga: Dalam pada itu, Petugas KPK hendak menangkap Hasto yang bersembunyi di PTIK. Polisi di PTIK kemudian menangkap Petugas KPK ini, dan menahannya, dengan alasan dicurigai pemain Narkoba. Petugas itu lalu dites urin, ditahan, dan dilepas subuh hari. Hasto lolos!

Materi hukum keempat: Dalam pada itu, petugas KPK mendatangi kantor DPP PDIP di bilangan Megaria Jakarta untuk memasang KPK Line, yaitu tempat barang bukti (circumtances evidence), yakni kantornya Hasto. Petugas tak dapat masuk, dihalangi banyak orang. KPK line gagal dipasang. TKP pemasangan KPK Line itu menunjukkan Hasto adalah pelaku kejahatan. Hasto lolos.

Materi hukum kelima: Dua hari sebelumnya, menurut Firli Bahuri, Ketua KPK, Harun telah berangkat ke Singapore. Jadi, Harun tidak terlibat langsung dengan peristiwa penyuapan itu karena ia tidak berada di TKP. (Ini mengabaikan hasil ivestigasi Tempo yang menemukan bukti bahwa Harun Masiku terlihat di Bandara Soetta pada waktu kejadian tempus delicti penyuapan itu). Harun lolos.

Materi hukum keenam: Megawati selaku Ketum PDIP dan Hasto selaku Sekjen PDIP telah mengusahakan agar Harun Masiku bisa menggantikan Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia. Antara lain mengajukan permohonan ke Mahkamah Agung dan ke KPU. Bisa, kata putusan Mahkamah Agung, cuma tak bisa dieksekusi oleh KPU hingga penetapan aleg Rieszky Aprilia.

Maka diajukan permohonan PAW ke KPU karena sudah diisi Apriliya. Nah, sampai di sini, bisa dilakukan PAW oleh KPU dan yang ditugasi KPU adalah Wahyu Setiawan. Biayanya Rp 900 juta yang ketahuan. Tentu saja ada alokasi bagi semua komisaris. Sebagian, Rp 400 juta sudah diserahkan oleh Syaiful Bahri kepada Wahyu Setiawan.

Sialnya tertangkap KPK. Maka Megawati dan Hasto pelaku utama. Sebab, Syaiful Bahri hanya kurir, pengantar uang ke Wahyu Setiawan. Ia orang kecil, tidak punya kekuasaan.

Materi hukum ketujuh: Perolehan suara Harun Masaku di Pemilu lalu adalah nomor 5. Akan di PAW menjadi nomor 2 yang sudah dihuni aleg Riezki AprilIa yang, menggantikan Nazarudin Kiemas. Dream Team 1: Harun Masiku menjadi tema berkat perjuangan Megawati dan Hasto. Jadi, yang menghendaki Harun Masiku jadi aleg adalah Megawati. Tidak main-main, fatwanya Ketum sama saktinya dengan Don Corleone.

Materi hukum kedelapan: menaikkan nomor 5 menjadi nomor 2, jelas melanggar subtansi UU Pemilu, UU Susduk (MD3), fatsun demokrasi, men"s rhea dan korupsi. Dari sini dimulainya modus vivendi dan modus operandi men"s rhea itu. Empat orang pelakunya: Megawati, Hasto, Laoly, dan Harun. Nah kalau Harun terlibat di tahap ini, sebagai apa? Pemodal? Artinya duit mengalir dari Harun ke Megawati, Hasto, dan Laoly.

Sungguh kaya raya si Harun. Megawati itu kelas triliun. Yang menarik adalah lapis hukumnya. Korupsi wajib ada unsur melawan hukum, dan unsur kejahatan penyertaan deelneming. Sebab kalau sendirian, namanya maling. Bukan white collar crime.

Pertanyaan menarik: dengan cara apa Dream Team 2 (yang dipimpin Teguh Samudra) melepaskan Megawati dari jerat hukum? Opsi satu, memasang Harun sebagai tumbal. Bisa? Tak bisa. Walau menggunakan kekuasaan hiper, tetap saja dibutuhkan reason hukum yang nalar. Harun sebagai bohir penyuap? Berapa T? Masalahnya, Harun tak sekaya itu, ia cuma lawyer. Beda andai ia Hotman Paris!

Terus surat menyurat yang ditandatangani Mega Hasto, harus dihapus. Tak bisa. Tak ada hubungannya dengan Harun karena surat menyurat itu atas nama kekuasaan. Harun tak punya kekuasaan.

Satu-satunya cara, opsi dua: Praperadilan, eksepsi: OTT itu tidak sah. Surat OTT itu berasal dari UU No 30 Tahun 2002 tentang KPK, tapi telah digunakan untuk OTT UU No 19 tahun 2019 tentang KPK. Retroaktif.

Congrats. Selamatlah Megawati, Hasto, Laoly, dan Harun. Tapi betkat itu, kian kuat Jokowi menekan Megawati. Kasus by kasus di kubu Nasgor, bertambah terus, dan memberi vitamiin kepada Jokowi. Soalnya, masalah negara ini, adalah Jokowi!

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
IDUL FITRI 2024
advertisement
IDUL FITRI 2024 MOHAMAD HEKAL
advertisement
IDUL FITRI 2024 ABDUL WACHID
advertisement
IDUL FITRI 2024 AHMAD NAJIB
advertisement
IDUL FITRI 2024 ADIES KADIR
advertisement
Lainnya
Opini

Ahlan Wa Sahlan Prabowo Sang Rajawali!

Oleh Syahganda Nainggolan
pada hari Rabu, 24 Apr 2024
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Mahkamah Konstitusi sudah memutuskan Prabowo Subianto sah sebagai Presiden RI ke delapan. Itu adalah takdir Prabowo yang biasa dipanggil 08 oleh koleganya. Keputusan MK ...
Opini

Jalan Itu Tidaklah Sunyi

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --"Jika Mamah jadi penguasa apakah Mamah akan menjadikan anak Mamah pejabat saat Mama berkuasa?" Itu pertanyaan anakku malam ini. Aku mendengarkan anakku ini. ...