Oleh Alfin Pulungan pada hari Minggu, 23 Agu 2020 - 17:25:11 WIB
Bagikan Berita ini :

Omnibus Law Bukan Solusi Krisis Ekonomi

tscom_news_photo_1598178294.jpg
Penolakan RUU Omnibus Law Cipta Kerja (Sumber foto : Istimewa)

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) -- Anggota Badan Legislasi DPR, Anis Byarwati, mengatakan Rancangan Undang-undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja bukanlah solusi atas krisis yang disebabkan pandemi Covid 19.

Pernyataan ini menyusul setelah ada pihak yang menganggap bahwa Omnibus Law bisa menjadi oase bagi pemulihan ekonomi pasca pandemi.

Menurut Anis, RUU Omnibus Law Cipta Kerja pada dasarnya adalah regulasi untuk meningkatkan investasi dengan cara memberikan kemudahan dalam perizinan.

"Jika tujuannya adalah meningkatkan pertumbuhan ekonomi, caranya adalah dengan meningkatkan konsumsi masyarakat. Harus ada upaya meningkatkan daya beli masyarakat," kata Anis dalam keterangan tertulis, Ahad, 23 Agustus 2020.

Anis melanjutkan, jika Pemerintah ingin meningkatkan Produk Domestik Bruto (PDB), maka Pemerintah harus meningkatkan konsumsi rumah tangga, investasi, ekspor-impor, dan belanja pemerintah untuk menyejahterakan rakyat. Dari keempat variabel diatas, ujar Anis, kontribusi terbesar adalah konsumsi rumah tangga sebesar 56-60 persen.

Anis Byarwati


Adapun cara untuk meningkatkan daya beli masyarakat, menurut Anis, tidak cukup hanya dengan memberikan Bantuan langsung Tunai (BLT) dan Bansos saja. "Harus ada aksi penurunan harga-harga kebutuhan pokok," kata politikus Partai Keadilan Sejahtera ini.

Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa harga kebutuhan pokok justru mengalami peningkatan. Hal itu diperparah seiring melonjaknya tarif listrik, naiknya harga gas 3 kg serta naiknya iuran BPJS. Kondisi ini tentu menjadi beban tersendiri bagi masyarakat.

Selain itu, Anis menilai penyebab rendahnya investasi di Indonesia bukan disebabkan karena masalah perizinan saja, akan tetapi penghambat investasi di Indonesiat adalah masalah korupsi dan ketidakpastian hukum yang melingkupinya sebagaimana yang disampaikan World Economic Forum.

Riset WEF menunjukkan terdapat 16 faktor yang menjadi penghalang iklim investasi di Indonesia, dan korupsi menjadi kendala utama. Indonesia saat ini berada di urutan ke-85 dari 180 negara dalam Indeks Persepsi Korupsi (Corruption Perception Index) 2019 yang dirilis Transparency International Indonesia (TII).

Anis yang juga anggota Panja Omnibus Law Cipta Kerja ini mengungkapkan, proses pembahasan RUU Omnibus Law Cipta Kerja di DPR cukup berat dan memakan waktu lama. Draft RUU ini terdiri dari 79 Undang-undang yang akan dirombak dengan 1.244 pasal yang ada di dalamnya.

"RUU ini menyatukan undang-undang diatas menjadi menjadi 15 bab dan 174 pasal yang menyasar 11 klaster. DPR RI harus membahas draft RUU setebal 1.028 halaman," ujarnya.

tag: #omnibus-law  #ruu-ciptaker  #baleg-dpr  #anis-byarwati  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
IDUL FITRI 2024
advertisement
IDUL FITRI 2024 MOHAMAD HEKAL
advertisement
IDUL FITRI 2024 ABDUL WACHID
advertisement
IDUL FITRI 2024 AHMAD NAJIB
advertisement
IDUL FITRI 2024 ADIES KADIR
advertisement
Lainnya
Berita

Hardjuno Pertanyakan Ketegasan Pemerintah dan DPR Soal Pemberantasan Korupsi

Oleh Sahlan Ake
pada hari Rabu, 17 Apr 2024
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Komitmen pemerintah dan DPR terhadap agenda pemberantasan korupsi kembali dipertanyakan public seiring dengan sikap kedua institusi negara itu yang masih abu-abu ...
Berita

Tiga Tahun Berturut-Turut, Telkom Indonesia Kembali Raih Penghargaan Linkedin Top Companies 2024

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Konsisten mewujudkan transformasi sumber daya manusia, Telkom Indonesia kembali meraih penghargaan sebagai tempat kerja terbaik untuk mengembangkan karier versi LinkedIn ...