JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)-Saung Angklung Udjo kini merana. Ikon Kota Bandung, Jawa Barat, dan Indonesia tersebut nyaris bangkrut. Hal tersebut diutarakan Budayawan yang juga merupakan Ketua Studiklub Teater Bandung, Sis Triadji. "Ya kalau kondisinya seperti ini, tidak ada pemasukan, tentu bisa kolaps juga. Tapi hal ini sangat disayangkan, mengingat peranan Saung Angklung Udjo bagi Kota Bandung, Provinsi Jawa Barat, dan Indonesia," ucap Sis, beberapa waktu lalu.
Disebutkan mantan dosen Institut Seni dan Budaya Indonesia (ISBI) Bandung ini, SAU selalu menjadi destinasi tamu-tamu negara dari tahun 60-an hingga tepat sebelum pandemi. "Saung Angklung Udjo itu menjadi model empowering community, di mana mereka membutuhkan masyarakat, dan masyarakat membutuhkan mereka. Ini adalah salah satu rumus pembangunan community development melalui seni, kebetulan lewat seni dan budaya angklung," ujarnya.
Oleh karena itu, masyarakat sekitar pasti sangat terdampak, karena biasanya mereka ikut berpartisipasi sebagai keluarga lingkungan, pengrajin, dan seniman.
"Saung Angklung Udjo ini sudah menjadi ikon seni dan budaya, akan disayangkan sekali kalau memang benar-benar bangkrut dan berhenti berkegiatan. Kalau sudah berakhir, menghidupkannya kembali akan jauh lebih sulit," ucap Sis.
Dia berharap, perusahaan swasta dan pemerintah bisa memberi bantuan. "Bisa juga dengan mengalokasikan dana CCR (Corporate Culture Responsibility) dari korporasi nasional dan multinasional yang hidup dan berkembang di Jawa Barat, untuk bisa lebih melibatkan seniman-seniman di daerah," tuturnya.
Pemerhati budaya Nana Munajat mengatakan, kondisi seniman saat ini di Jawa Barat, banyak yang terpuruk. "Saung Angklung Udjo yang mapan saja bisa mengalami itu, apalagi seniman kecil di daerah," tuturnya.
Merumahkan Karyawan
Direktur Utama (Dirut) Saung Angklung Udjo Taufik Hidayat mengatakan, pandemi Covid-19 menyebabkan kunjungan ke Saung Udjo sepi. Kondisi ini merupakan yang paling terburuk yang pernah dialami SAU sejak berdiri puluhan tahun silam. "Dari tahun 2020 sampai sekarang, kami tidak bisa beraktivitas dengan normal," kata Taufik kepada wartawan, Jumat (22/1/2021).
Taufik mengemukakan, sejak pandemi Covid-19, Saung Angklung Udjo hanya menerima kunjungan sekitar 80-an orang per bulan atau 20-an pengunjung per minggu.
Jumlah tersebut pun kadang sangat sulit. Berbeda dengan kondisi normal sebelum pandemi, bisa dikunjungi oleh 2.000 orang dalam satu hari. "Bahkan tamunya pernah ibu bapak dan anak kecil tiga orang kemudian pemainnya 30 orang," ujarnya.
Taufik menuturkan, ada syarat wajib bagi wisatawan menjalani rapid test dan lainnya, membuat banyak yang enggan datang ke Saung Angklung Udjo. Selain itu, masa pandemi membuat hampir seluruh sekolah memberlakukan pembelajaran jarak jauh.
"Sementara 90 persen pengunjung Saung Angklung Udjo adalah anak pelajar dari rombongan bus dan wisatawan asing," tutur Taufik.
Untuk mengurangi biaya operasional, kata Taufik, Saung Angklung Udjo memangkas 90 persen karyawan. Mereka dirumahkan. Padahal sebelumnya, pegawai tetap dan kontrak ada 600 orang.
Jika ditambah dengan pegawai di luar kontrak dan tetap, seperti pengrajin angklung dan para suplier ada sekitar 1.000 orang. Dari 600 sekarang cuma 40 lah yang standby.