JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Ada dua indikator utama ekonomi negara itu menuju kerusakan atau menuju perbaikan, yakni 1) Penerimaan negara sebagai indikator pemeirntah berhasil cari uang atau gagal. 2) nilai tukar sebagai indikator pemerintah berhasil berdagang secara internasional atau gagal. Dari dua indikator tersebut ternyata pemerintahan Jokowi akan berakhir dengan kerusakan ekonomi Indonesia yang makin parah.
Jaman pemerintahan SBY awal penerimaan negara terhadap Gross Domestic Product (GDP) berada pada posisi 13 % lebih. Diujung pemerintahan SBY penerimaan negara merosot menjadi 10,8 % terhadap GDP. Dalam ekonomi GDP adalah indikator yang utama. GDP adalah total output yang dihasilkan dalam ekonomi. Makin tinggi GDP seharusnya penerimaan negara makin besar. Kalau sebaliknya berarti banyak yang maling, korupsi atau nyolong di negara itu.
Pemerintahan Jokowi selanjutnya menyempurnakan kerusakan dalam penerimaan negara. Meskipun laju eksploitasi sumber daya alam berlangsung masif dan rakyat dipajakin makin intensif, tapi penerimaan negara terhadap GDP jatuh sampai titik terendah.
Menurut data Bank Dunia, sejak tahun 2014 begitu pemerintahan Jokowi dimulai penerimaan negara terhadap GDP terus meluncur secara pasti tanpa ada kemampuan mengatasinya. Tahun 2020 penerimaan negara terhadap GDP hanya sebesar 8,3%. Ini adalah yang paling buruk sejak tahun 1981 dimana penerimaan negara terhadap GDP saat itu sempat mencapai 21,8 %.
Kerusakan paling besar yang telah mengakibatkan makin terpuruknya indonesia dalam pergaulan global dan perdagangan internasional adalah terpuruknya nilai tukar rupiah.
Di masa awal pemerintahan SBY nilai tukar rupiah terhadap USD senilai Rp. 8700 per USD. Seiring berjalannya pemerintahan SBY nilai tukar rupiah terhadap USD meluncur sampai akhir pemerintahan SBY menjadi Rp. 12.300 per USD. Tetapi rata rata kurs sepanjang pemerintahan ini adalah Rp. 10.000 per USD.
Nah pemerintahan Jokowi membawa nilai tukar mata uang Indonesia makin tidak berharga. Menyempurnakan Kerusakan dalam nilai mata uang negara. Nilai rupiah terhadap USD sepanjang pemerintahan Jokowi talah merosot 50 % lebih.
Sekarang nilai tukar rupiah terhadap USD adalah Rp. 15.700 per USD. Jika pada masa pemerintahan SBY nilai tukar rupiah rata rata Rp. 10.000 per USD,. Maka selama pemerintahan Jokwi rata rata nilai tukar rupiah Rp..15.000 per USD.
*Ini mengerikan! Ini sama artinya dengan kekayaan ekonomi Indonesia telah merosot separuh, namun pada saat bersamaan kewajiban Indonesia terhadap asing yakni utang dalam mata uang dolar telah meningkat separuh. Ibarat negara ini sudah jatuh, masih ditimpa tangga.*
Kerusakan tampaknya akan terus berlanjut. Jika belajar dari pengalam sekarang transisi antara SBY Pemerintahan Jokowi. Maka transisi pemerintahan Jokowi ke pemerintahan baru menuju pemilu serentak 2024 bisa jadi akan membuat rupiah akan kehilangan nilai lebih banyak lagi. Hal ini dikarenakan menjelang peristiwa politik besar seperti pemilu gonjang ganjing politik dan ketidakpastian makin buruk. Rupiah akan mengarah ke Rp. 20.000 - Rp. 25000 per USD. Sebab pundamentalnya adalah hampir tidak ada, penahan tergerusnya cadangan devisa Indonesia yang tergantung pada impor dan kewajiban membayar utang luar negeri yang sangat besar.
Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.
tag: #