Opini
Oleh Dr. Syahganda Nainggolan (Sabang Merauke Circle) pada hari Sabtu, 09 Nov 2024 - 11:58:02 WIB
Bagikan Berita ini :

Trump, Lelaki Sejati!

tscom_news_photo_1731128282.jpeg
(Sumber foto : )

Setelah seluruh dunia menunggu Vladimir Putin bersuara tentang kemenangan Donald Trump di Amerika, akhirnya kemarin Putin memberikan suaranya atas Trump.
Putin, dalam sebuah Forum di Black Sea Resort, Sochi, Rusia, sebagaimana diberitakan The Guardian, mengagumi Trump. "“He turned out to be a courageous person,” said Putin, referencing Trump’s conduct after a gunman fired shots at him during a campaign rally in Butler, Pennsylvania on 14 July. “People show who they are in extraordinary circumstances. This is where a person reveals himself. And he showed himself, in my opinion, in a very correct manner, courageously. Like a man.”" Berbagai media dunia menjadikan istilah "courageous man" atau di media kita diterjemahkan sebagai "lelaki sejati" adalah pujian Putin kepada Trump.

Memang diusia tua, 78 tahun, Trump ketika ditembak saat kampanye, sehingga melukai kupingnya kala itu, mengundang kekaguman semua lelaki. Bukannya Trump ketakutan, malah saat dibopong ke ambulans, Trump masih sempat berteriak "fight, fight, fight". Dalam kampanye-kampanyenya setelah penembakan, Trump tetap seperti lelaki, terus menerus menunjukkan ekspresi dirinya secara sejati, tidak berpura-pura.

Istilah lelaki sejati memang saat ini cenderung tidak populer. Di dunia semakin banyak lelaki menyukai "flexing", mempercantik wajah dan tubuh ke salon-salon kecantikan. Televisi dan medsos juga menjadi ajang lelaki kewanitaan semakin semarak menguasai ruang publik. Lelaki cantik semakin hari semakin banyak jumlahnya. Bahkan, dalam elit kekuasaan, kelompok ini semakin besar pengaruhnya.

Tentu saja pilihan kata itu oleh Putin merupakan pilihan yang dirancang. Rusia sudah berkali-kali menuduh Amerika dan Barat sebagi eksportir homoseksual dan Transgender ke seluruh dunia. Ideologi barat, kata mereka adalah homoseksual. Putin sendiri di dalam negeri sering memenjarakan orang-orang homoseksual. Lelaki sejati adalah lelaki yang "jantan" seperti dikenal di masa lalu, menurutnya.

Ucapan lelaki sejati Putin kepada Trump tentu karena Trump seperti Putin. Trump adalah pembenci lelaki bersifat kewanitaan, apalagi homoseksual. Pada saat berkuasa term pertama dulu, Trump menutup semua toilet homoseksual, di seluruh kampus dan publik. Kata Trump, hanya ada toilet laki atau perempuan, tidak ada yang lain. Trump juga mencegah pengadilan membebaskan perkawinan sesama jenis.

Bedanya Trump dan Putin soal lelaki sejati dalam perspektif homoseksual didasarkan fundamentalnya. Trump mengatakan dia sebagai penganut Evangelist yang taat. Agama Protestan garis keras di USA. Agama ini anti aborsi dan anti homosex, sebaliknya pro keharmonisan keluarga. Sebaliknya Putin mungkin seperti Hitler, yang secara naluri kelelakian, yakni lelaki harus jadi lelaki jantan.

Melihat tatapan wajah Putin dan Trump tentu melihat seperti mata Harimau, tajam. Mereka terkenal dengan berbicara sambil melihat lawan bicaranya dengan tajam. Bibir dan mata seirama. Matanya tidak pernah sayu dan lembut. Keduanya juga manusia yang selalu satu kata dengan perbuatannya.

Ketika Putin mengatakan akan menghancurkan Ukraina jika NATO mengekspansi keanggotaannya sampai ke negara tetangga Rusia, maka Rusia menyerang. Dan itu terjadi. Trump juga demikian, ketika dia percaya Bangsa Israel adalah bangsa spesial di mata Tuhannya, dan Tuhannya sudah memutuskan Yerusalem sebagai ibukota Israel 3000 tahun lalu, maka dia memindahkan Kedutaan Amerika di sana ke Yerusalem beberapa tahun lalu. Trump dan Putin bukan manusia Paradoks. Meskipun mereka sangat dibenci lawan politiknya.

Trump sendiri adalah pengagum Putin (dan Viktor Orban, Presiden Hungaria). Trump, Putin dan Orban mempunyai barisan pemimpin dunia bernuansa fasis, Prime Minister Giorgia Meloni, Italia, Austrian Chancellor Karl Nehammer, Geert Wilders, Belanda, Le Pen, Prancis yang sama. Mereka akan segera menguasai dunia.

Untungnya Trump sudah merevisi sikapnya terhadap imigran dan Islam. Trump bertemu Khabib, petinju gulat dunia, untuk minta didukung, beberapa waktu lalu. Dan Trump janji ke Khabib menyelesaikan urusan Israel-Palestina dengan baik. Trump, dalam pidato kemenangan di Palm Beach, Florida, 6/11, juga berterima kasih pada Bangsa Afrika-Amerika, Bangsa Asia-Amerika, Umat Islam yang memilihnya. Ini pertanda fasisme dan rasisme Trump berkurang di kepemimpinan jilid duanya. Ditambah lagi, wakilnya Vence adalah anti fasis dan istrinya orang Telugu, India.


Dunia tentu cemas dengan kehadiran Trump. Saya juga cemas dengan kematian demokrasi ke depan. Tapi lebih baik dunia ditangan lelaki sejati, merujuk pada istilah Putin. Dalam kepemimpinan lelaki sejati tidak ada paradoks. Kita bisa memprediksi masa depan kita secara lebih terukur.

Selamat atas kemenangan Trump.(*)

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
BANK DKI JACKONE
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DREAL PROPERTY
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Parcok

Oleh Radhar Tribaskoro (Komite Eksekutif Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia)
pada hari Sabtu, 07 Des 2024
Di Indonesia, pemilu sering kali bukan hanya soal kompetisi antar kandidat atau partai politik, tetapi juga tentang bagaimana berbagai institusi negara memainkan perannya. Salah satu fenomena yang ...
Opini

Transformasi Laut Cina Selatan

Baru-baru ini rencana kerjasama pembangunan (Joint Development) Indonesia - China di Laut Cina Selatan mendapat kritik lagi. Kali ini dari Majalah The Economist yang cukup berwibawa. Majalah itu ...