Oleh Sahlan Ake pada hari Kamis, 12 Jun 2025 - 18:36:53 WIB
Bagikan Berita ini :

Pengelolaan Tambang: Ali Wongso Ketua Umum SOKSI Minta Presiden Prabowo Mengganti Konsesi Kolonial Dengan Kemitraan Pasal 33 UUD 1945

tscom_news_photo_1749729611.jpg
Ali Wongso Sinaga Ketua Umum SOKSI (Sumber foto : Istimewa)

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Di tengah sorotan terhadap kasus tambang Nikel di Raja Ampat Papua Barat Daya dan berbagai problem kerusakan lingkungan serta ketimpangan ekonomi akibat pengelolaan sumber daya alam (SDA) yang eksploitatif secara umum, kita sebagai bangsa kini dihadapkan pada satu pertanyaan fundamental : “Apakah negara sungguh hadir sebagai pemilik dan pengelola kekayaan alamnya sendiri? Padahal, amanat Pasal 33 UUD 1945 sangat jelas : kekayaan alam yang terkandung di bumi dan air Indonesia harus dikuasai oleh negara dan dikelola serta dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”

Menjawab pertanyaan fundamental itu, Ketua Umum SOKSI organisasi pendiri Golkar itu menyatakan “Masih belum menggembirakan karena pengelolaan tambang masih didominasi model konsesi ala kolonial, di mana negara banyak menyerahkan izin usaha pertambangan kepada korporasi swasta (bahkan asing) untuk dikelola seolah-olah menjadi milik privat, sementara negara hanya menerima royalti, pajak, dan PNBP dengan kontrol yang terbatas dan bahkan sering kali tidak transparan," katanya kepada media pada Kamis malam (12/06) di Jakarta.

"Dengan kemauan dan keberanian politik yang kuat untuk mengoptimalkan amanat Pasal 33 UUD 1945, maka pikiran rasional kritis komprehensif dan belajar dari pengalaman kita selain dari keberhasilan beberapa negara lain mengelola sumberdaya alamnya seperti Norwegia, Chile, China, maka akan melahirkan gagasan dan sikap bahwa sudah waktunya negara segera tinggalkan model konsesi kolonial dan menggantikannya dengan model kemitraan nasionalis yaitu kemitraan strategis antara negara dan swasta (State-Private Strategic Partnership} sebagai bagian dari upaya penegakan politik negara dibidang ekonomi konsisten pada Pasal 33 UUD 1945. Negara memang seharusnya sebagai tuan rumah, sedangkan swasta adalah sebagai mitra profesional. Tidak boleh terjadi sebaliknya," pungkasnya.

Politisi senior binaan langsung Mayjen TNI (Purn) Prof.Dr.Suhardiman Pendiri SOKSI dan Golkar itu mengatakan, gagasan Model Kemitraan ini juga akan selaras dan sinergis dengan peranan DANANTARA dengan visi mengelola kekayaan alam dan potensi ekonomi strategis nasional secara lebih terpusat, transparan, dan berdaulat.

Bahkan DANANTARA dapat menjadi instrumen strategis negara untuk memastikan bahwa pengelolaan SDA tidak diserahkan ke mekanisme pasar bebas atau kepentingan swasta asing, selain dikelola dalam bentuk kemitraan produktif dan adil serta menjadi sumber dana abadi, pembangunan daerah, dan keberlanjutan generasi masa depan.

Lebih jauh jika fungsi DANANTARA demikian besar dan strategis maka guna memastikan tanpa akan menyimpang atau dikuasai oleh elite atau kartel baru, menurutnya diperlukan lima hal prinsip yaitu : Pertrama, Transparansi dalam struktur, pengelolaan, dan penggunaan dana ; Kedua, Audit reguler oleh BPK dan keterlibatan pengawasan DPR RI ; Ketiga, Representasi daerah penghasil dalam alokasi manfaat ; Keempat, Profesionalisme dan meritokrasi dalam kelembagaan ; kelima, Prioritas pada keadilan sosial dan pemberdayaan ekonomi nasional.

Dengan demikian DANANTARA akan dapat dipastikan sebagai pelaksana kemitraan nasionalis dalam kerangka Pasal 33 UUD 1945 guna membangun fondasi ekonomi berdaulat yang adil dan berkelanjutan.

Mantan Wakil Ketua Dewan Pakar Partai Golkar itu menekannkan bahwa model kemitraan strategis negara dengan swasta ini sudah saatnya menjadi arus utama dalam pengelolaan sumber daya alam Indonesia (SDA) kedepan dimana menguatnya kehadiran negara sebagai pemilik dan pengendali SDA secara profesional sedangkan Swasta berperan sebagai mitra operator teknis dan bisnis profesional melalui pola Kerja Sama Operasi (KSO) atau profit-sharing contract dengan prinsip win-win soluttion yang berkeadialan.

Bagi hasil ditetapkan harus adil, dengan dominasi penerimaan tetap di tangan negara, misalnya 50% atau lebih dari laba bersih sesudah pajak dan biaya investasi.

Mantan Anggota DPR RI itu menambahkan minimal ada tiga dasar rasional kenapa model kemitraan ini lebih adil dan efisien, yaitu Pertama, Investasi sektor pertambangan seperti nikel, emas, batubara relatif kecil, tidak memerlukan modal raksasa dibanding sektor migas, namun dampak ekologis dan sosialnya luar biasa besar membuat risiko negara besar, maka sangat tidak adil jika negara hanya menjadi “penonton” dan penerima pasif royalti kecil, PNBP dan pajak.

Kedua, Pola KSO menjaga kedaulatan ekonomi dimana negara tetap pemilik SDA, sedangkan korporasi swasta diberi ruang menjalankan operasional secara efektif dan efisien, sama seperti model Norwegia di sektor migas, atau Chile di tembaga, yang berhasil menjadikan SDA sebagai lokomotif kemakmuran nasional mereka.

Ketiga, Bagi hasil yang adil memungkinkan meningkat pesatnya investasi dan pembangunan daerah karena bila negara memperoleh porsi besar dari keuntungan, maka dana tersebut bisa dikembalikan ke rakyat di daerah melalui APBN, pembangunan infrastruktur daerah penghasil, pendidikan, dan dana cadangan generasi masa depan (sovereign fund).

Menjawab pertanyaan kaitan perubahan model itu dengan regulasi hukum, mantan anggota BALEG DPR RI itu menyatakan sudah tentu agar model kemitraan ini bisa diterapkan, maka diperlukan langkah-langkah hukum dengan masa transisinya satu tahun misalnya dan penguatan kelembagaan antara lain dengan merevisi UU Minerba dan UU terkait lainnya disertai perlunya Regulasi khusus pola bagi hasil SDA non-migas yang selama ini hanya berlaku di sektor migas serta penguatan posisi BUMN sektor SDA sebagai “host company” yang semuanya dapat dikordinasikan oleh Danantara bersama Pemerintah dengan DPR RI.

"Kita percaya, semua niat baik, cara yang baik dan tujuan baik bagi rakyat, sebagaimana amanat Pasal 33 UUD 1945, niscaya didukung semua pihak," tegasnya.

Sebelum menutup wawancara, mantan Ketua DPP Partai Golkar tiga periode sejak 2004 itu mengatakan inilah panggilan sejarah yang tidak boleh dilewatkan, Ali Wongso menaruh kepercayaan dan harapan besar kepada Presiden Prabowo Subianto, untuk terus militan dan konsisten mengusung penegakan politik negara disegala bidang termasuk bidang ekonomi dengan visi kemandirian bangsa dan ekonomi berdikari.

Negara bangsa saat ini punya momentum politik yang sangat kuat untuk mengubah wajah pengelolaan SDA Indonesia. Inilah saatnya, dan Ali Wongso percaya Presiden Prabowo yang dikenal tulus bagi rakyat, meminta membuat sejarah baru menegakkan konsistensi amanat pasal 33 UUD 1945 dalam transformasi sistem pengelolaan kekayaan sumber daya alam nasional dengan mengganti model konsesi kolonial dengan model kemitraan nasionalis yang berdaulat dan berkeadilan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

"Negara akan hadir sebagai tuan rumah yang sesungguhnya, dengan proporsional tanpa merugikan korporasi swasta atau siapapun sebagai mitra profesional yang harus sinergis dengan negara demi mewujudkan cita-cita keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia" sebagai implementasi Pancasila. Inilah jalan menuju kedaulatan ekonomi, keadilan sosial dan kemakmuran generasi bangsa masa depan menuju Indonesia Emas dibawah kepemimpinan nasional Presiden Porabowo Subianto," tutup Ali Wongso Sinaga Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional SOKSI itu.

tag: #soksi  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
PEMPEK GOLDY
advertisement
KURBAN TS -DD 2025
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement