Oleh Sahlan Ake pada hari Jumat, 13 Jun 2025 - 11:08:25 WIB
Bagikan Berita ini :

Kebijakan Imigrasi Trump Kian Kontroversial, Mardani BKSAP Usul RI Buat Satgas Perlindungan WNI

tscom_news_photo_1749787705.jpeg
Mardani Ali Sera (Sumber foto : Istimewa)

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Ketua Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) DPR RI Mardani Ali Sera menyoroti aksi demonstrasi besar-besaran di Amerika Serikat (AS), khususnya di Los Angeles, menyusul penolakan kebijakan imigrasi pemerintahan Presiden Donald Trump. Di mana ada dua warga negara Indonesia (WNI) yang ditahan di Los Angeles, buntut kebijakan tersebut.

Mardani meminta pemerintah untuk mendata status Warga Negara Indonesia (WNI) legal maupun ilegal. Ia juga meminta pemerintah melalui Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) untuk terus memberi pendampingan hukum kepada WNI yang ditahan.

"Kita mesti hadir, menjaga dan mendukung diaspora para WNI kita," kata Mardani Ali Sera, Jumat (13/6/2025).

Seperti diketahui, kebijakan imigrasi Presiden Donald Trump yang semakin keras telah memicu gelombang protes publik yang berujung pada kerusuhan dan ketegangan sosial yang meningkat. Setidaknya ada 21 kebijakan untuk membersihkan AS dari migral ilegal yang dikeluarkan Trump.

Mulai dari pemberian wewenang bagi otoritas keamanan untuk menangkap terduga migran ilegal di tempat-tempat umum, seperti di sekolah, gereja, rumah sakit, atau ketika berada di pengadilan. Kebijakan lainnya yang krusial ialah terkait penghapusan kewarganegaraan otomatis bagi bayi-bayi yang lahir di AS.

Aksi protes akibat kebijakan-kebijakan tersebut pun dibalas Trump dengan model operasi militer. Trump bahkan mengerahkan 2.000 pasukan Garda Nasional untuk meredam demonstrasi yang terjadi di Los Angeles, pada Sabtu, (7/6). Gedung Putih menyebut pengerahan ini sebagai langkah untuk meredakan ‘pelanggaran hukum’ setelah aksi protes yang diwarnai kerusuhan.

Aksi demonstrasi memprotes kebijakan imigrasi Trumps di AS juga semakin meluas dan bermunculan di berbagai wilayah lain seperti di Chicago, Texas, Philadelphia, Boston, Denver, San Francisco, Seattle, New York, hingga ibu kota AS, Washington DC.

Aksi protes juga dilakukan menyusul banyaknya penggerebekan hingga penangkapan yang dilakukan otoritas imigrasi federal Amerika Serikat (AS), atau Department of Homeland Security (DHS) dan Badan Penegakan Imigrasi dan Bea Cukai AS (ICE) kepada warga migran dengan dalih penegakan hukum imigrasi.

Menurut Mardani, kebijakan Trump justru mengantarkan AS menuju pada jurang kematiannya. Sebab Amerika Serikat tak lagi menjadi negara di mana banyak etnis yang berkumpul melebur menjadi satu. Padahal selama ini, imigran di AS menjadi penggerak ekonomi negara adidaya itu.

"USA semakin menuju kematian, karena tidak lagi menjadi melting pot. Tidak lagi punya American Dream. Padahal imigran selama ini jadi motor pertumbuhan USA," ungkap Mardani.

Secara politik, lanjut Mardani, Indonesia menghadapi dilema diplomatik. Di satu sisi, Indonesia memiliki hubungan strategis dan ekonomi dengan Amerika Serikat, namun di sisi lain, prinsip-prinsip hak asasi manusia dan perlindungan warga negara asing yang kini dirusak oleh kebijakan imigrasi Trump.

Diketahui 2 WNI yang baru-baru ini ditangkap ICE tidak terlibat dalam aksi demonstrasi meski penangkapan terjadi di tengah aksi protes. KJRI Los Angeles menyatakan kedua WNI tersebut sedang dalam proses pengajuan perubahan status untuk mendapatkan green card atau kartu penduduk tetap di Amerika Serikat.

Hal ini yang menurut KJRI masih menjadi tanda tanya karena otoritas AS biasanya tidak menangkap orang yang sedang alih status. Meski DHS menyebut salah satu WNI memiliki catatan kriminal, KJRI menyatakan kasusnya masih belum jelas.

Terkait hal ini, Mardani meminta Pemerintah memberikan perlindungan maksimal bagi para WNI, mengingat kondisi AS kini sedang tidak baik-baik saja karena ke kebijakan Donald Trump yang keras.

"Mungkin perlu disiapkan para pengacara handal dan bekerja sama dengan komunitas lokal untuk mengatasi kebijakan imigrasi yang kontroversial tersebut,” tuturnya.

“Atau, perlu disiapkan satgas khusus untuk mengawal berbagai persoalan yang terjadi akibat kebijakan-kebijakan Trump yang terkadang tidak masuk akal. Ini untuk memastikan warga kita di AS mendapat perlindungan, khususnya diaspora yang sedang bermasalah hukum,” sambung Mardani.

BKSAP DPR pun disebut akan melakukan pendekatan lewat kerja sama parlemen guna mencari solusi atas permasalahan yang kini terjadi di AS.

Menurut Mardani, Indonesia sebagai negara demokrasi terbesar di Asia Tenggara dan anggota aktif dalam berbagai forum internasional seperti OKI dan ASEAN, perlu menunjukkan posisi yang jelas untuk menolak segala bentuk diskriminasi, mendorong inklusivitas, dan melindungi diaspora.

"Kita kemarin menerima perwakilan dari Kongres USA. Kita menyambut baik kolaborasi sebagai peluang strategis untuk memperdalam pemahaman mengenai praktik terbaik dalam bidang demokrasi," ungkap Angglta dewan yang juga duduk di Komisi II DPR RI itu.

Adapun program kolaborasi yang diperkenalkan USA bertujuan untuk meningkatkan kapasitas anggota DPR melalui pelatihan dan pertukaran pengalaman langsung di Amerika Serikat.

Lebih lanjut, Mardani memandang situasi di AS bisa menjadi momen reflektif untuk memperkuat diplomasi publik Indonesia. Ia menyebut, isu imigran bukan sekadar persoalan keamanan domestik AS, melainkan isu global yang menyentuh martabat manusia.

"Ketika negara besar seperti AS mulai mengabaikan prinsip-prinsip ini, Indonesia punya ruang untuk memainkan peran moral sebagai penyeimbang," jelas Mardani.

Mardani menambahkan, krisis sosial-politik di AS yang dipicu oleh kebijakan kontroversial Trump juga berpotensi menciptakan ketidakpastian global di mana Dolar AS bisa tertekan, dan volatilitas pasar global akan meningkat.

"Maka dari itu, penting bagi Pemerintah Indonesia untuk mengelola komunikasi ekonomi secara strategis dan memperkuat kerja sama regional sebagai langkah mitigasi," sebut Legislator dari Dapil Jakarta I itu.

Mardani juga menegaskan, Pemerintah Indonesia harus menyampaikan keprihatinan resmi melalui jalur diplomatik terhadap kebijakan imigrasi yang diskriminatif dan berdampak terhadap komunitas internasional, termasuk WNI.

Selain itu, tambahnya, Indonesia perlu membangun koalisi internasional dengan negara-negara lain di Global South atau negara-negara Muslim untuk memberikan tekanan moral kepada Pemerintah AS.

Indonesia disebut bisa menjadikan krisis ini sebagai momentum untuk memperkuat posisi dalam percaturan global sebagai negara demokratis yang menjunjung tinggi keadilan dan HAM.

"Ketika krisis sosial dan politik di Amerika Serikat memanas akibat kebijakan eksklusif dan tidak manusiawi, Indonesia sebagai negara demokrasi dengan jumlah diaspora yang besar tidak boleh menjadi penonton pasif," ucap Mardani.

"Dunia sedang berubah, Indonesia harus menjadi bagian dari perubahan itu, dengan keberanian moral dan ketegasan politik yang dibutuhkan di zaman ini," tutupnya.

tag: #dpr  #bksap  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
PEMPEK GOLDY
advertisement
KURBAN TS -DD 2025
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement