Proyek pengadaan 1,1 juta laptop Chromebook senilai⯱â¯Rpâ¯9,9â¯triliun oleh Kemendikbudristek periode 2019–2023 kini menjadi sorotan keras Kejaksaan Agung. Tidak hanya soal transparansi dan manfaat, tetapi juga potensi pelanggaran pidana yang serius.
Skala Anggaran & Sumber Dana Bermasalah
Nilai total proyek mencapai sekitar Rpâ¯9,98â¯triliun, terdiri dari dana APBN senilai Rpâ¯3,58â¯triliun dan sisanya dari DAK fisik sebesar Rpâ¯6,39â¯triliun .
Pakar ICW, Almas Sjafrina, menuding penggunaan DAK tidak sesuai Perpres Noâ¯123/2020, yang mengharuskan pengajuan bottom-up dan daftar sekolah penerima terlampir .
Dugaan Permufakatan Jahat & Penggelembungan Harga
Harli Siregar, Kapuspenkum Kejagung, mengungkap dugaan adanya “pemufakatan jahat” antara lima vendor lokal—Advan, Axioo, Zyrex, Evercoss, dan Supertone—yang melakukan “pengaturan bersama dan penggelembungan harga” .
Penyidik telah memeriksa sekitar 28 saksi—termasuk staf khusus Nadiem seperti Fiona Handayani dan Juris Stan—dan telah melakukan penggeledahan serta penyitaan dokumen elektronik dari apartemen mantan stafsus .
Fakta Teknis yang Menguatkan Dugaan
Hasil uji coba 1.000 unit Chromebook pada 2019 dinilai tidak efektif karena infrastruktur internet sekolah yang minim .
Padahal, proyek tetap dilanjutkan, yang keras dugaan sebagai pemaksaan pengadaan perangkat yang tidak sesuai kebutuhan—salah satu unsur Tipikor dalam Pasal 2 dan 3 UU Tipikor.
Dugaan Tindak Pidana yang Potensial
Pasal 2 & 3 UU Tipikor: Penyalahgunaan kewenangan dan pengadaan barang yang tidak efisien, tepat guna, atau merugikan keuangan negara.
Pasal 22 UU Tipikor & UU Persaingan Usaha: Indikasi pengaturan tender dan monopoli oleh vendor-vendor tertentu.
Pelanggaran Perpres 123/2020 terkait pemanfaatan DAK, seperti diungkap ICW .
Kutipan Sentral
> “Kenapa tidak efektif? … pengadaan perangkat berbasis internet, sementara di daerah jaringan belum memadai, sehingga diduga ada persekongkolan” — Harli Siregar, Kapuspenkum Kejagung .
> “Penggunaan DAK seharusnya diusulkan dari bawah … sedangkan saat itu tak jelas bagaimana dan kepada sekolah mana laptop akan didistribusikan” — Almas Sjafrina (ICW) .
Kenapa Ini Krisis Etika dan Keadilan?
Pertama, pemaksaan spesifikasi teknis yang jelas-jelas tidak sesuai kebutuhan pendidikan menunjukkan penyimpangan prinsip akuntabilitas dan efisiensi.
Kedua, keterlibatan pejabat tinggi lewat staf khusus memperkeras dugaan “aktor intelektual” — bukan hanya pelaku administratif.
Ketiga, kejanggalan penggunaan DAK menodai transparansi APBN sekaligus menunjukkan penyalahgunaan anggaran publik.
Pesan untuk Penegakan Hukum & Publik
1. Lanjutkan penyidikan ke tingkat pengambil keputusan (termasuk pejabat Kemendikbudristek dan stafnya), bukan berhenti pada pelaksana administratif.
2. Tuntaskan audit pihak ketiga (BPKP, KPPU) agar terbuka seluruh hasil kajian teknis dan harga guna menjawab tudingan manipulasi.
3. Tegakkan sanksi pidana bila terbukti—efek jera harus dirasakan agar uang negara kembali terjaga.
Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.
tag: #