JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Keberhasilan pemberantasan mafia migas hingga hari ini ditandai optimisme publik terutama sejak langkah maju Kejaksaan Agung menetapkan MRC (Riza Chalid) sebagai tersangka korupsi meski figur MRC itu diduga takkan tersentuh oleh hukum alias “kebal hukum”,karena diduga “pengaruhnya amat kuat terhadap para elite kekuasaan dimana sang gembong mafia migas ini konon dilindungi oleh jejaring politik, keamanan dan bisnis.”
Ketua Umum SOKSI, Ir Ali Wongso Sinaga mengapresiasi langkah maju Kejaksaan Agung dengan back up Perpres Nomor 66 Tahun 2025 itu sebagai prestasi luar biasa, yang telah menampakkan sangat kuatnya kemauan politik Presiden Prabowo untuk memastikan kepada seluruh rakyat Indonesia bahwa saat ini negara kuat dan hadir untuk membasmi mafia migas setelah selama lebih dua dekade jaringan mafia ini membebani negara dan rakyat dengan harga BBM yang tinggi.
"Konsisten dengan itu maka iangkah maju yang sudah dicapai itu tentu perlu berlanjut dengan langkah struktural untuk membongkar total sistem rente dan oligarki migas yang selama ini membuat rakyat menanggung beban berat, hingga Ketua Umum SOKSI pendiri Partai Golkar itu berharap akan turunnya harga BBM pasca pemberantasan mafia migas itu," tegasnya menyampaikan kepada wartawan pada rabu siang (30/07/2025) di Jakarta.
Politisi senior Partai Golkar yang bermotto “suara rakyat-suara golkar-suara rakyat” sejak masa Ketum Akbar Tanjung, Ketum Jusuf Kalla, dan Ketum ARB itu, mengungkapkan sejak lama sudah mengamati suara sebahagian besar rakyat yang berharap dan bertanya, “kapan mafia dengan korupsi dan inefisiensi pengelolaan migas bisa diberantas? Mengapa harga BBM kita sejak lama jauh lebih mahal dari harga BBM di Malaysia? Apakah benar kapasitas kinerja dan tingkat efisiensi Pertamina kalah jauh dan tidak setara dengan Petronas Malaysia?
Berkaitan dengan harapan dan pertanyaan itu, politisi senior itu mengutip data bahwa bulan Juli ini, harga BBM jenis RON 95 di Malaysia Rp7.700 /liter setara dengan Pertalite di Indonesia seharga Rp10.000/liter," paparnya.
Ali Wongso menjelaskan harapan dan pertanyaan sebahagian masyarakat ini bukan semata soal harga pasar BBM, tetapi juga soal pilihan politik dan keberpihakan. Sebab mahal murahnya harga BBM tidak hanya ditentukan oleh harga minyak dunia, melainkan juga oleh bagaimana sistem tata niaga, efisiensi birokrasi, struktur pajak, dan yang terpenting apakah negara sungguh -sungguh hadir melakukan reformasi migas untuk rakyatnya?
"Karena itu pengelolaan migas mesti direformasi segera dan reformasi migas ini bukan hanya soal ekonomi, tapi juga keberanian politik. Presiden Prabowo sudah memulai langkah besar menghadirkan negara memberantas mafia dan korupsi migas. Kini saatnya berlanjut dengan meletakkan fondasi sejarah baru sektor energi untuk keadilan sosial dan ekonomi rakyat sekaligus membenahi struktur harga BBM secara menyeluruh sebagai jawaban nyata terhadap harapan dan pertanyaan masyarakat itu,” tegas kader senior bimbingan langsung Mayjen TNI (Pur) Prof.Dr.Suhardiman Pendiri SOKSI dan GOLKAR itu.
Itu berarti pemberantasan mafia dan korupsi migas saat ini selain dituntaskan sampai keakar-akarnya juga disertai reformasi menyeluruh dan terpadu dengan berbagai terobosan oleh pemerintah dan Pertamina yang antara lain menurunkan harga BBM secara bertahap hingga tidak lagi di atas harga internasional dan kelak jadi setara atau kompetitif dengan harga BBM di Malaysia.
"Terobosan menurunkan harga BBM itu bukan saja akan menepis issu “negatif thinking oleh kalangan sinisme dan yang oposisi : tuduhan pemberantasan mafi migas hanya untuk pergantian pemain semata”, tetapi terobosan turunnya harga BBM sekaligus merupakan bukti nyata keterpanggilan yang tulus untuk kehadiran negara yang kuat dan efektif melindungi rakyatnya dibawah kepemimpinan nasional Presiden Prabowo," tegasnya.
Menjawab pertanyaan wartawan tentang prospek keberhasilan pemerintah bersama Pertamina menuntaskan pemberantasan jaringan mafia dan korupsi migas serta susulan terobosan mendorong turunnya harga BBM menuju keadilan itu, mantan anggota DPR itu dengan optimis mengatakan bahwa “kunci utama” prospek keberhasilan itu terletak pada kepercayaan kita pada kuatnya kemauan politik Presiden Prabowo, yang sejauh ini sudah semakin jelas secara sistimatis dan akan terus mengalir gradual berkelanjutan sesuai suara rakyat – suara Presiden selaras dengan “vox populi vox dei”.
Saya punya referensi untuk itu yakni testimoni Presiden ke 4 Gus Dur guru bangsa kita yang menyatakan: “Prabowo adalah orang paling tulus mengabdi pada negeri ini.” Selain itu banyak referensi dari kalangan kredibel lainnya yang menyatakan : “Prabowo adalah seorang patriot bangsa sejati, selain yang saya bersama teman-teman pernah kenal beliau di Partai Golkar pada tahun 2000-an lampau.” Dan semua itu konsisten dengan apa yang bisa ditangkap dari buku beliau :”Paradoks Indonesia” yang terbit tahun 2017 lampau, tandasnya.
Dengan “kunci utama” itu, maka logikanya mafia migas dan korupsi di Pertamina, hingga sekat-sekat kekuasaan yang selama ini telah melancarkan, mebiarkan, melindungi operasional jaringan mafia migas itu, niscaya diberantas sampai ke akar-akarnya tuntas sebagaimana pidato Presiden ketika peringatan hari Pancasila pada awal juni 2025 lalu, “beliau akan menindak tegas siapapun yang menghianati negara Pancasila, tak peduli siapapun dan apapun latarbelakangnya.”
Selanjutnya menjawab pertanyaan wartawan dalam hal reformasi di hilir, Ali Wongso memaparkan bahwa “struktur tata kelola hilir migas nasional selama ini terdistorsi amat parah : mulai dari penetapan harga impor oleh broker swasta, kilang tua yang boros dan lambatnya laju revitalisasi kilang lama berikut pembangunan kilang-kilang baru, hingga adanya beban pajak berlapis yang membebani naiknya harga BBM bagi konsumen.
Menurutnya masalah hilir ini sifatnya mendesak untuk ditata ulang total selain upaya simultan memecahkan masalah-masalah hulu yang juga amat penting yaitu optimasi peningkatan lifting minyak nasional, melalui suatu reformasi menyeluruh dan terpadu” itu," ujarnya.
Terhadap masalah impor minyak, alumni Teknik Sipil ISTN Jakarta itu berharap pemerintah dipastikan akan meniadakan habitat dan potensi mafia migas berikut kartel kedepan. "Pemerintah dapat mengalihkan skema impor BBM dari model broker swasta ke Government-to-Government (G2G) dengan sistem yang dibangun berbasis prinsip good governance untuk memastikan terhindar dari ekses kerugian negara dimana dengan model G2G ini harus bisa memotong rantai mark-up dan menghilangkan peluang praktik mark-up yang merugikan APBN dan rakyat konsumen,” katanya.
Mengenai kilang tua dan boros saat ini dimana utilitasnya 70-80%, membuat kapasitas produksi eksistingnya hanya sekitar 800.000 BPH. Berarti butuh segera tambahan kilang baru dengan kapasitas kumulatif 700.000-800.000 BPH untuk proyeksi pengolahan minyak mentah sekitar 1,5-1,6 Juta BPH sesuai kebutuhan nasional.
Karena itu pemerintah diharapkan akan berhasil mendorong percepatan perluasan Kilang lama antara lain di Balikpapan, Cilacap, Plaju, Dumai, simultan mendorong percepatan pembangunan Kilang-Kilang baru antara lain di Tuban dan Korina Arun Aceh, katanya.
Terkait beban pajak berlapis bagi BBM terutama untuk kategori bersubsidi bagi rakyat, Ali Wongso mengusulkan perlunya pertimbangan penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPPU) untuk menghapus PBBKB dan PPN khusus atas Pertalite dan Solar. Imbalannya, pemerintah daerah akan dapat menerima kompensasi melalui penyesuaian Dana Bagi Hasil Migas agar daerah tidak kehilangan pendapatan.
"Langkah ini akan menambah faktor penurunan harga BBM selain faktor keberhasilan memberantas mafia dan inefisiensi pengelolaan migas. Jika pajak berlapis ini dihapus, bisa langsung menurunkan harga BBM di SPBU sekitar Rp 1.500–2.000 per liter tanpa menambah beban APBN," tuturnya.
Dihadapkan dengan antisipasi masalah penerimaan negara kedepan, mantan Wakil Ketua Dewan Pakar Partai Golkar itu menilai masalah ini bukan saja strategis tetapi juga amat fundamental. Menurutnya penerimaan negara yang menitikberatkan pungutan pajak atau apapun namanya yang notabene membebani langsung rakyat banyak terutama kalangan bawah-menengah, sudah waktunya direorientasi dengan cara berpikir keras dan cerdas untuk mengaktualisasi implementasi Pasal 33 UUD 1945 bagi kepentingan nasional berupa respons kreatif terhadap “paradoks Indonesia”.
Ketua Umum SOKSI pendiri Partai Golkar itu memandang urgensi pergeseran paradigma penerimaan negara yang lebih mengandalkan pengelolaan sumberdaya alam seperti tambang minerba serta lainnya agar supaya menjadi optimal bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Untuk itu pemerintah perlu mempertimbangkan segera membuat perubahan pola kolonial konsesi IU Pertambangan ke pola kemitraan bagi hasil saling menguntungkan terhadap seluruh kekayaan tambang nasional selaras semangat pasal 33 UUD 1945. Demikian juga pola hilirisasi tambang dengan industri smelter selama ini perlu dipertimbangkan untuk di evaluasi ulang sehingga konsisten dengan prinsip saling menguntungkan yang berkeadilan.
Di bagian distribusi hilir, Ketua Umum SOKSI organisasi pendiri Partai Golkar itu menyarankan perlu lebih fokus untuk membuka persaingan usaha, membangun infrastruktur logistik di daerah-daerah,serta digitalisasi dan transparansi rantai pasok. Dengan melibatkan swasta nasional hingga KDMP (Koperasi Desa Merah Puttih) yang layak kapasitasnya, dapat memperluas segera depot dan SPBU terutama di luar Pulau Jawa, serta memangkas biaya distribusi yang tidak efisien, hingga dapat mendukung turunnya harga jual BBM tanpa mengorbankan kualitas layanan dan ketersediaan pasokan.
Menjawab pertanyaan lebih lanjut wartawan dalam menyelesaikan berbagai masalah di bagian hulu, mantan Ketua DPP Partai Golkar tiga periode itu percaya pemerintah akan mendorong berbagai terobosan seperti revitalisasi sumur-sumur tua yang masih potensial, peningkatan efisiensi dan efektifitas produksi di blok-blok eksisting, percepatan blok-blok migas baru dan terobosan lain-lainnya yang terus menerus dapat dikembangkan seiring kerja keras pemerintah terus menerus berupaya menciptakan iklim investasi kondusif sekarang ini.
Tentu sangat banyak langkah terobosan yang diperlukan dalam reformasi menyeluruh dan terpadu energi migas ini, termasuk dalam teknis manajemen yang belum optimal seperti efisiensi pembiayaan hingga overhead BUMN dan anak-anak usahanya yang belum proporsional dengan tingkat prestasi dan benefit perusahaan.
Seruan Presiden Prabowo untuk efisiensi anggaran negara sepertinya perlu lebih diperkuat dan dipertimbangkan untuk melembagakannya dalam suatu “gerakan efisiensi nasional” secara massif dan efektif serta terukur yang dimulai dari atas ke bawah sesuai pola keteladanan dan penegakan disiplin. Mulai dari seleksi skala prioritas urgensi program hingga restrukturisasi menyeluruh terhadap kelembagaan yang dinilai faktanya tidak efektif dan kurang efisien.
Kesemuanya gagasan dan harapan itu terutama untuk menurunkan harga BBM bukanlah suatu utopia, itu adalah tanggung jawab negara, dan mari kita taruh harapan serta kepercayaan kita kepada kepemimpinan nasional Presiden Prabowo Subianto, tegas Ali Wongso menutup wawancara.