Freedom Information of Network Indonesia (FOINI) menyoroti keputusan Pemerintah Indonesia dalam kesepakatan dagang dengan Pemerintah Amerika Serikat (AS) pada 22 Juli 2025, yang membuka pintu bagi penyerahan data pribadi Warga Negara Indonesia (WNI) ke yurisdiksi AS. Langkah yang diklaim sebagai bagian dari upaya memperluas akses pasar digital, justru mengancam privasi individu, keamanan nasional, dan kedaulatan digital Indonesia.
FOINI dengan tegas menolak penyerahan data pribadi WNI ke Pemerintah Amerika Serikat, yang berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP) dan memperlemah posisi Indonesia di panggung global. Temuan dan Analisis Kritis berdasarkan penelusuran mendalam memperlihatkan bahwa kesepakatan ini memunculkan sederet ancaman serius yang tidak dapat diabaikan:
- Pelanggaran Privasi WNI
Penyerahan data pribadi mulai dari identitas, riwayat keuangan, hingga pola perilaku digital tanpa mekanisme persetujuan eksplisit dan pengawasan ketat berisiko menjerumuskan WNI ke dalam pengawasan massal. Kasus PRISM 2013, yang diungkap Edward Snowden, menjadi bukti nyata bagaimana data warga negara dieksploitasi oleh badan intelijen AS untuk tujuan yang tidak transparan. UU PDP, yang berlaku penuh sejak 17 Oktober 2024, mengamanatkan hak warga atas informasi, koreksi, dan penghapusan data prinsip yang tampaknya diabaikan dalam kesepakatan ini.
- Ancaman terhadap Keamanan Nasional
Data sensitif WNI dapat dimanfaatkan untuk memetakan dinamika sosial, ekonomi, dan politik Indonesia, membuka celah bagi intervensi asing. Laporan Kompas pada 24 Juli 2025 menegaskan bahwa transfer data lintas batas dapat mengancam stabilitas politik nasional, terutama jika terjadi kebocoran atau penyalahgunaan Ketidakmampuan Indonesia untuk menegakkan hukum atas data yang disimpan di AS memperparah risiko ini, menempatkan kedaulatan hukum dalam posisi rapuh.
- Erosi Kedaulatan Digital
Kesepakatan ini memperkuat ketergantungan Indonesia pada infrastruktur teknologi asing, khususnya platform cloud AS, yang menguasai 75% belanja iklan digital di Indonesia setara dengan potensi kehilangan $50 miliar per tahun dari ekonomi digital. Dengan proyeksi ekonomi digital Indonesia mencapai $360 miliar pada 2030, penyerahan data ke AS adalah langkah mundur yang memperkuat “kolonialisme digital” dan menghambat pengembangan ekosistem teknologi lokal.
- Kegagalan Mematuhi UU PDP
UU PDP mensyaratkan transparansi, persetujuan subjek data, dan pengamanan yang memadai untuk transfer data lintas batas. Namun, pernyataan Kementerian Komunikasi dan Digital yang menyebut kesepakatan ini “aman” diragukan, karena tidak ada bukti adanya konsultasi publik atau mekanisme pengawasan yang jelas.
- Konteks Geopolitik yang Mengkhawatirkan
Kesepakatan ini mencerminkan agenda “America First” yang diakui Gedung Putih sebagai kemenangan strategis AS dalam mengamankan akses pasar digital. Indonesia, sebagai kekuatan regional di Indo-Pasifik, tampaknya dikorbankan demi keuntungan ekonomi jangka pendek, dengan risiko jangka panjang berupa hilangnya kendali atas aset data strategis.
FOINI menyerukan kepada Pemerintah Indonesia untuk mengambil tindakan tegas guna melindungi hak dan kedaulatan bangsa:
- Segera evaluasi klausul transfer data dalam kesepakatan dagang dengan AS, untuk memastikan kepatuhan terhadap UU PDP dan kepentingan nasional. Transfer data yang akan dilakukan berpotensi besar melemahkan perlindungan privasi data pribadi warga Indonesia, karena pihak luar (Amerika) dapat mengakses data tanpa sepengetahuan atau persetujuan pemilik data.
- Buka ruang dialog dengan masyarakat sipil, akademisi, dan pakar teknologi melalui forum terbuka dan laporan berkala, merespons keresahan publik. Hal ini menjadi penting agar kebijakan yang dibuat pemerintah partisipatif dan memperhatikan kepentigan publik.
- Alokasikan anggaran untuk membangun pusat data nasional dan sistem enkripsi berstandar internasional, untuk mengurangi ketergantungan pada platform asing yang rentan terhadap kebocoran.
- Dorong pengembangan ekosistem teknologi lokal, seperti aplikasi dan platform cloud domestik, untuk menangkap potensi ekonomi digital dan melindungi data strategis.
- Bentuk tim investigasi independen untuk memeriksa praktik transfer data yang telah dilakukan, untuk memastikan tidak ada pelanggaran terhadap hak privasi WNI.
Daftar Anggota FOINI:
- Indonesian Parliamentary Center (IPC)
- Pusat Kajian dan Advokasi Hak Asasi Manusia (Puspaham)
- Yayasan Penguatan Partisipasi, Inisiatif, dan Kemitraan Masyarakat Indonesia (YAPPIKA)
- Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA).
Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.
tag: #