Oleh Indra Adil Eksponen Gema 77/78 pada hari Senin, 08 Sep 2025 - 10:00:03 WIB
Bagikan Berita ini :

Saatnya DPR Dibubarkan : "Rakyat Bisa Mengurus Dirinya Sendiri!â€

tscom_news_photo_1757300403.jpeg
(Sumber foto : Mojok.co)

Kini sangat kuat Niat Masyarakat untuk Membubarkan DPR dan juga sebelumnya Kepolisian RI. Semua hal itu bukan sesuatu Niat yang Muncul Mendadak karena Satu Alasan. Penulis Tak Perlu lagi meng-urutkan Satu Persatu sehingga Muncul Isu santer tentang Pembubaran DPR. Kita semua tahu dan Paham mengapa Gema Bubarkan DPR begitu Kuat disuarakan? Masyarakat Luas, kalau tidak bisa dikatakan Rakyat itu sendiri, sudah MUAK dan MAU MUNTAH terhadap seluruh Anggota DPR, tekankan SELURUH Anggota DPR! Jadi bukan hanya kepada beberapa Oknum. Mengapa demikian?

Sudah sejak Kemerdekaan Negeri Kita ini, DPR tidak pernah berfungsi. Di era Orde Lama, Puncak Kekonyolan DPR adalah saat Majelis Permusyawaratan Rakyat yang didominasi Anggota DPR, mengesahkan Presiden Soekarno menjadi Presiden Seumur Hidup. Di era Orde Baru, DPR adalah Stempel Pemerintahan Soeharto dalam Setiap Kebijakan Pemerintah. Tidak terlihat Fungsi Pengawasannya sama sekali. Ingat... Sama Sekali Tak Berfungsi!

Sejak Reformasi? DPR justru menjadi Gudang Korupsi Berjamaah. Mengapa?

DPR adalah Faktor Utama Pembuat Undang-undang. Undang-undang apa yang telah Mereka lahirkan? Seluruh Undang-undang yang Mencekik Rakyat, telah Mereka Lahirkan. Mulai dari Undang-undang Minerba, Undang-undang Perburuhan, Undang-undang Pengelolaan Sumber Daya Alam, Undang-undang Pemanfaatan Air dan mencapai Puncaknya pada Omnibuslaw yang membuat Undang-undang bisa di-SAH-kan hanya oleh Satu Tangan yaitu Presiden. Katanya DEMOKRASI...?

Mengapa DPR bisa begitu BODOHNYA? Bukan BODOH. Justru mereka adalah Manusia-Manusia Cerdas setingkat Dajjal. Cerdas, Licik, Munafik, semua Ciri-Ciri Dajjal ada di dalam diri semua Anggota DPR. Artinya ciri-ciri ini juga mengandung karakter Serakah, Rakus, Tak Punya Empati, Sombong, menganggap DPR adalah Perusahaan Milik Mereka Sendiri guna Meraup Untung sebesar-besarnya. Mengapa bisa begitu? Karena mereka menganggap Kampanye Pemilu adalah Investasi Penanaman Modal untuk berbisnis. Jadi menurut mereka menjadi Anggota DPR adalah Masuk ke Dalam Dunia Bisnis Kapitalis. Setiap apapun yang mereka lakukan adalah Bisnis, bukankah mereka telah Berinvestasi? Karena itu sangat mudah mereka di-Nina Bobokkan dengan Harta, Fasilitas dan Kemewahan. Oleh karena itu pula mereka memberi Tarif pada Setiap Undang-Undang yang akan mereka Sahkan.

Kini dengan adanya Omnibuslaw, mereka bisa Memeras Presiden untuk memberikan Kemewahan Fasilitas dan Gaji sekehendak mereka, karena mereka tahu bahwa Presiden pun menggunakan Undang-undang Tunggal itu untuk juga Memeras para Pengusaha baik Dalam Negeri maupun Luar Negeri. Klop!!!
Korupsi Berjamaah pun menemukan Habitatnya di DPR, bahkan bisa bekerjasama dengan Presiden. Mencengangkan Kreatifitas para Anggota DPR era Reformasi.

Apa Arti Semua Hal Di Atas?

Artinya adalah, seumur Keberadaan DPR di Negeri ini, tak ada Kontribusi Positifnya sama sekali bagi Rakyat yang diwakilkannya. Bahkan yang terjadi adalah Rakyat yang diwakilkannya semakin Terpuruk Keadaan, semakin Miskin Harta, semakin Teraniaya Hidup, semakin banyak Jenis Pajak dan jumlah Rupiah yang diambil dari Pendapatan. Lalu apa arti DPR bagi Rakyat Kebanyakan? Dan lalu para Ahli-ahli Hukum serta Doktor-doktor Terhormat itu bilang "DPR TAK BISA DIBUBARKAN!". Buta apa??? Lembaga Tak Berguna Tak Bisa Dibubarkan??? Bukankah Undang-undang yang Menyatakan DPR Tak Bisa Dibubarkan itu, bila ada, dibuat oleh Manusia? Pemerintahan saja bisa DIBUBARKAN? Apakah lagi DPR???

Apa Itu Pemerintahan?

Pemerintahan adalah suatu lembaga yang dibuat untuk mengurus Negara. Apa itu Negara? Negara adalah suatu Kesepakatan Masyarakat dalam suatu Wilayah Tertentu yang dibentuk atas Dasar Keinginan Bersama guna mengurus diri mereka sendiri untuk Kesejahteraan Bersama.

Di awal-awal Peradaban, masyarakat hanya membutuhkan Pemimpin Keluarga untuk hal yang sama. Setelah Keluarga berkembang beranak pinak menjadi berpuluh keluarga, Kebutuhan pun berkembang, mulailah mereka berpikir membentuk Kelompok Keluarga yang kemudian dikenal sebagai Suku. Suku memilih Pemimpinnya dengan cara-cara yang disepakati oleh Anggota Suku bersangkutan. Setiap Suku bisa berbeda cara Pendekatan Pemilihan Kepala Sukunya.

Setelah Suku-Suku ini pun bertumbuh semakin banyak dan masing-masing Suku juga semakin besar, Kebutuhan bermetamorfosa menjadi Keinginan. Mulailah mereka berpikir tentang Pembentukan Kerajaan yang kemudian melahirkan Raja-Raja yang memerintah yang diikuti Pembentukan Aristokrat-Aristokrat di sekeliling Raja. Aristokrat-Aristokrat ini kemudian membentuk diri menjadi Kelompok-Kelompok Elit di sekitar Raja yang kemudian dikenal sebagai Kalangan Bangsawan dan sejak itulah muncul istilah Feodalisme.

Sistem Feodalisme Digugat

Di era modern, Sistem Feodalisme digugat, dimulai dari Eropah di abad-abad Pertengahan. Suka tidak suka pemberontakan terhadap Feodalisme Dinasti Kerajaan ini harus diakui dimotori oleh suatu Kelompok Secret Society yang sangat terkenal di Eropah saat itu, Knight Templar. Meskipun akhirnya ulah mereka memulai Penentangan terhadap Kerajaan-kerajaan dan Kekaisaran-kekaisaran Besar Eropah itu menyebabkan Penumpasan Besar-besaran terhadap organisasi mereka di Abad ke 14, yang dilakukan Kerajaan Perancis (Phlips le Bell atau Philips IV) bersama Vatikan (Paus Clement V) yang dipimpin oleh Kardinal Von Nugari.

Sejak gagalnya penentangan terang-terangan terhadap dominasi Kerajaan-kerajaan di Eropah, Knight Templar berkolaborasi dengan Freemason membentuk Illuminati yang pada akhirnya berhasil meruntuhkan Monarki Terkuat di Eropah saat itu, Perancis, melalui Revolusi Modern Pertama di dunia yaitu Revolusi Perancis di Tahun 1789. Sejak Revolusi Perancis satu demi satu Kekaisaran-kekaisaran ataupun Kerajaan-kerajaan di Eropah mengalami Degradasi Kekuasaan sampai digulingkan menjadi Kerajaan-kerajaan Seremonial atau bahkan ada yg berubah bentuk menjadi Republik yang bercirikan Demokrasi. Kerajaan-kerajaan di Eropah runtuh satu persatu.

Berbicara tentang Demokrasi tentu saja kita berbicara tentang Kesetaraan yang dibawa oleh Revolusi Perancis dalam Tema Perjuangan mereka : Liberte, Fraternite dan Egalite. Nah... ini pulalah tema yang kita anut di negara kita saat ini setelah semua Kerajaan-kerajaan di Indonesia dengan ikhlas bergabung dengan Republik Indonesia saat Revolusi Kemerdekaan Indonesia berlangsung antara 1945-1949. Artinya seluruh Rakyat Indonesia kini tidak lagi terkotak-kotak pada Elit-elit Kebangsawanan ataupun Simbol-simbol Feodalisme lainnya. Artinya tercipta Kesetaraan.

Sialnya, setelah hilangnya Elit-elit Kebangsawanan, kini muncul Raja-raja Kecil yang mendeklarasikan diri sebagai Bangsawan-bangsawan Baru yaitu Anggota-anggota DPR dan DPRD yang memanfaatkan Jabatannya untuk Kepentingan Diri yang Berlebihan. Yang menganggap Diri sebagai yang Mutlak Mewakili Rakyat dan bisa Memeras siapa pun atas nama Rakyat.

Pentingkah Dewan Perwakilan Rakyat?

Jawabannya : Tidak Penting!!!
Kalau kita sudah punya Presiden yang Dipilih Langsung oleh Rakyat, lalu untuk apa kita bayar Mahal-mahal orang-orang yang duduk di DPR itu? Bukankah mereka hanya jadi Perantara yang kerjanya Menyandera Kebijakan dengan “Tukar Tambah”? Bukankah mereka sebenarnya hanya Memperlambat semua Proses Pengambilan Keputusan dengan alasan “Fungsi Legislasi dan Pengawasan”, padahal nyatanya mereka adalah Pusat Transaksi?

Hari ini kita hidup di Era Serba Digital. Semua Kebijakan bisa langsung diuji ke Rakyat lewat sistem E-voting atau Referendum Online. Kita tidak lagi butuh 575 orang duduk di Senayan hanya untuk Mewakili Suara yang bisa kita Sampaikan Sendiri lewat Ponsel. Demokrasi Digital jauh lebih Murah, Transparan, dan Sulit di-Manipulasi karena Semua Data Terekam.

Mau bikin Undang-undang? Adakan Perwakilan dari Tokoh-tokoh Daerah, Kepala-kepala Adat, Tokoh-tokoh Ormas, Ketua-ketua Serikat Pekerja, Pimpinan Komunitas-komunitas Profesi dan lain-lain yang dipastikan memahami Permasalahan di Lapangan, bukan orang-orang tak jelas yang menebak-nebak Hukum secara Teoritis. Para Wakil-wakil ini sangat jelas memiliki Konstituen dan berkelindan setiap hari dengan Konstituennya. Bukan Konstituen Dadakan yang muncul setiap 5 tahun sekali sebagaimana halnya Partai.

Wakil Utusan Daerah adalah betul-betul Wakil Utusan yang berasal dari Daerah yang Diwakilinya. Berbeda dengan Anggota Partai yang bahkan kebanyakan bukan berasal dari Daerah yang diwakilinya. Wakil Daerah ini adalah orang dari Daerah bersangkutan, artinya dia mewakili saudara-saudaranya, tetangga-tetangganya, teman-teman sepermainan dan orang-orang yang berbahasa Ibu yang sama. Mereka paham betul Masalah di Daerahnya, mereka bukan Politisi yang hanya Mampir Saat Kampanye. Kumpulkan para Perwakilan yang nyata memiliki Konstituen itu di dalam Lembaga Pembuat Undang-undang (LPU). Bila diperlukan Tambahkan dengan Tokoh Intelektual Kampus yang sudah dikenal Masyarakat. Mudah saja kan?

Mau Awasi Pemerintah?

Di sini Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) bisa diberdayakan. Anggota MPR adalah Anggota LPU ditambah dengan Anggota Pengawas Independen (Perorangan) yang Keberadaannya Dipilih Publik secara Langsung dan Bisa Dicopot lewat Referendum jika Tidak Becus Bekerja.

Alat Apa DPR Itu?

Kita terlalu lama percaya bahwa DPR itu wajib ada. Padahal DPR hanyalah Produk Sistem yang kita warisi dari model Demokrasi Barat yang sudah mulai ditinggalkan dunia. Kalau sebuah Lembaga Tidak lagi Relevan dan malah Merugikan Rakyat, apa Alasan kita untuk Mempertahankannya?

Jadi, jangan kaget kalau suatu hari nanti rakyat benar-benar memutuskan untuk membubarkan DPR. Itu bukan akhir dunia. Itu justru bisa menjadi Awal sebuah Sistem Perwakilan yang lebih Sehat, lebih Jujur, dan lebih langsung Menguntungkan Rakyat. Kalau Pemerintahan saja bisa Dibubarkan lalu di-Susun Ulang, Kenapa DPR harus dianggap Sakral?

DPR itu bukan Rumah Suci. Itu hanya Gedung ber-AC dengan Kursi Empuk yang di-Bayar dari Pajak Kita. Kalau isinya hanya Membuat kita Sengsara, maka langkah Paling Waras adalah Mematikannya — lalu membangun sesuatu yang benar-benar Bekerja Untuk Rakyat.

Dan jangan bilang “Tidak Bisa”. Segala sesuatu Bisa Bila Rakyat Mau. Negara ini Berdiri Karena Rakyat Ingin Merdeka, Bukan karena DPR Mengizinkan? Bila dulu Kita Bisa Mengusir Penjajah yang punya Meriam dan Kapal Perang dengan Bambu Runcing, kenapa sekarang kita Takut pada 575 orang loyo yang cuma modal Jas dan Lencana?

Jadi, kalau Anda masih percaya DPR itu Penting, Silakan. Tapi jangan salahkan siapapun kalau besok Anda harus Bayar Pajak lebih Mahal, Listrik lebih Tinggi, Sembako makin Gila-gilaan, dan para “Wakil Rakyat” itu semakin gendut Perutnya.

Gue cuma mau bilang : Sudah saatnya kita pikirkan ulang sistem ini. Sudah saatnya kita berani bilang: DPR BUBAR!!! Kalau mereka Tidak lagi Mewakili Kita, maka kita Tidak Wajib lagi Membiayai Mereka.
Paham bro...?

Salam Merdeka Sepenuhnya.

Jakarta, Senin 8September2025.

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
thejoint
advertisement
HUT R1 2025 AHMAD NAJIB
advertisement
HUT RI 2025 M HEKAL
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
HUT RI 2025 SOKSI
advertisement
Lainnya
Opini

INI BUKAN NEGARA SARANG BAJINGAN: REFLEKSI ATAS KRISIS INTEGRITAS KEPEMIMPINAN

Oleh Zulkifli S. Ekomei
pada hari Senin, 08 Sep 2025
Perubahan mendasar dalam sistem ketatanegaraan Indonesia terjadi pada periode 1999–2002, ketika UUD 1945 mengalami empat kali amandemen. Proses yang kerap disebut sebagai "kudeta ...
Opini

MELUASNYA AKSI PROTES DAN TUMBUHNYA KELAS BARU YANG RAWAN

Di sebuah malam akhir Agustus 2025, di jalan raya Sudirman–Thamrin Jakarta, bayangkan seorang pengemudi ojek daring merapatkan jaket hijaunya. Ia baru saja menyelesaikan order terakhir, ...