JAKARTA (TEROPONG SENAYAN) --Langkah tegas Presiden Prabowo Subianto saat berkunjung ke Bangka Belitung baru-baru ini menandai babak baru dalam perang melawan mafia tambang. Dalam kunjungan tersebut, Presiden menyaksikan langsung pengambilalihan aset hasil tambang timah ilegal yang tersebar di wilayah seluas lebih dari 120 ribu hektare, dengan potensi kerugian negara mencapai ratusan triliun rupiah per tahun.
“Kita tidak boleh takut menindak siapa pun yang terlibat—apakah jenderal, pejabat, atau pimpinan partai,” tegas Presiden di hadapan jajaran aparat dan masyarakat Babel.
Menanggapi hal itu, Ir. Ali Wongso Sinaga Ketua Umum SOKSI (Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia), menyatakan dukungan penuh sekaligus apresiasi terhadap ketegasan Presiden. Menurutnya langkah tersebut menunjukkan keberanian politik untuk menegakkan kedaulatan negara di sektor strategis.
SOKSI menilai tindakan ini bukan sekadar penertiban hukum, melainkan bagian dari reformasi total tata kelola sumber daya alam (SDA) untuk menjawab apa yang disebut Presiden sebagai Paradoks Indonesia — negeri yang kaya raya sumber daya alam (SDA), namun sebagian besar rakyatnya belum makmur, tegasnya kepada wartawan pada Kamis (16/10/2025) di Jakarta.
Satgas Pemberantasan Tambang Ilegal : Bukti Ketegasan Negara
Konsisten dengan itu, SOKSI mengapresiasi langkah Presiden membentuk Satuan Tugas Pemberantasan Tambang Illegal di bawah koordinasi langsung Istana, dengan melibatkan institusi terkait termasuk Kejaksaan Agung didalamnya, yang dipimpin langsung Jenderal TNI (Purn) Sjafrie Syamsudin.
Satgas ini tidak hanya bertugas menindak pelaku tambang ilegal, tetapi juga mengambil alih tambang bermasalah agar dapat dikelola oleh negara melalui BUMN Tambang.
Kedepan, tambang-tambang tersebut akan diintegrasikan dalam pola kemitraan strategis yang melibatkan swasta nasional dan koperasi rakyat sejalan dengan semangat Pasal 33 UUD 1945.
Mafia Tambang: Dari Ilegal hingga Legal yang Menyimpang
Lebih lanjut politisi senior Partai Golkar itu menegaskan bahwa mafia tambang tidak hanya ada di tambang ilegal (PETI), tetapi juga ada di tambang berizin resmi (legal) namun melakukan praktik curang - tindakan ilegal. Modus yang umum digunakan antara lain : transfer pricing, yakni menjual hasil tambang ke perusahaan afiliasi dengan harga rendah untuk menghindari pajak ; manipulasi volume produksi ; serta penyelundupan melalui pelabuhan tidak resmi.
Jaringan ini kerap melibatkan oknum aparat, pejabat daerah, bahkan elite politik yang memfasilitasi perijinan ,pengamanan, dan distribusi hasil tambang.
“Inilah wajah baru mafia tambang selain tambang illegal — mereka tak lagi bersembunyi di hutan, tapi di balik meja kekuasaan,” dan SOKSI berharap mafia tambang seperti ini juga harus ditindak oleh Satgas yang dibentuk Presiden,” ujar Ali Wongso Ketua Umum SOKSI organisasi pendiri Sekber Golkar yang kini Partai Golkar itu.
Lebih lanjut ia menambahkan, “Negara harus hadir merebut Aset tambang dari tangan mafia dan harus kembali menjadi sumber kemakmuran rakyat. Dan bila diperlukan penguatan hukum, maka UU Perampasan Aset harus segera disahkan, atau diterbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (PERPPU)”.
Integritas Pejabat : Benteng Utama Negara
Menurut Ali Wongso, inti persoalan pemberantasan mafia tambang terletak pada integritas pejabat di kementerian dan pemerintah daerah. Banyak kasus menunjukkan pejabat atau keluarganya memiliki bisnis di sektor yang sama, sehingga timbul situasi bagaikan “wasit sekaligus pemain.”
“Pejabat publik yang merangkap pengusaha tambang amat berbahaya. Ia bisa membuat kebijakan yang menguntungkan dirinya sendiri,” tegas mantan Ketua DPP Partai Golkar tiga periode itu.
Dalam konteks ini, publik patut bersyukur karena Presiden Prabowo secara terbuka telah mengingatkan para pembantunya agar tidak ikut bermain, dan menegaskan tidak akan melindungi siapa pun yang terbukti menjadi “backing” mafia tambang.
SOKSI percaya, Presiden akan segera melakukan konsolidasi dan kristalisasi jajaran pembantunya di sektor SDA untuk menjamin implementasi Astacita dalam menjawab Paradoks Indonesia. SOKSI juga mendorong langkah konkret seperti : Deklarasi afiliasi bisnis bagi pejabat publik membuat ; Larangan rangkap kepentingan ; Audit independen atas kepemilikan saham pejabat publik atau nomine nya di sektor SDA ; dan Digitalisasi sistem perizinan tambang harus segera dituntaskan agar prosesnya transparan dan bebas manipulasi.
Menjawab kemungkinan munculnya resistensi politik jika tindakan tegas menyentuh pimpinan partai koalisi, Ketua Umum SOKSI menilai hal itu tidak perlu dikhawatirkan.
“Presiden Prabowo kuat karena didukung rakyat. Resistensi politik, kecil kemungkinan terjadi, sebab soliditas parpol kini lebih bersifat pragmatis ketimbang ideologis,’ ujar kader senior binaan Mayjen TNI (Purn) Prof.Dr.Suhardiman Pendiri SOKSI dan Golkar itu.
Transformasi Tata Kelola : Dari Eksploitasi ke Kemitraan
SOKSI menilai pemberantasan mafia tambang harus berjalan beriringan dengan transformasi tata kelola SDA sebagai wujud nyata Pasal 33 UUD 1945. Pola lama yang eksploitatif dan berpihak pada segelintir konglomerasi harus diakhiri.
Negara, melalui BUMN Tambang, harus menjadi pengendali utama dan memastikan kekayaan alam memberikan manfaat adil bagi rakyat.
Dalam model kemitraan strategis, BUMN berperan sebagai pengendali dan penentu arah produksi, sementara swasta nasional dan koperasi menjadi mitra operasional yang profesional, efisien, dan transparan. Dengan begitu, negara tetap memiliki kontrol, sementara keuntungan bersih dibagi saling menguntungkan secara adil dan berkeadilan sosial.
Transformasi ini diharapkan memperkuat penerimaan negara, menciptakan lapangan kerja baru, dan menutup ruang permainan mafia tambang yang selama ini menggerogoti kekayaan bangsa.
Menuju Kedaulatan Ekonomi Nasional
Lebih jauh, Ketua Umum SOKSI itu menegaskan bahwa perang melawan mafia tambang bukan semata isu ekonomi, melainkan perjuangan kedaulatan bangsa. Selama jaringan mafia masih menguasai hulu kekayaan alam, Indonesia akan terus kehilangan potensi besar untuk membiayai pembangunan dan menyejahterakan rakyat.
“Presiden telah menunjukkan ketegasan dan keberanian politik dengan arah yang benar. Tantangannya sekarang adalah memastikan semua pembantunya satu visi misi dan satu frekuensi,” ujar mantan Anggota DPR RI 2009-2014 itu.
Dengan ketegasan Presiden, integritas aparat, dan dukungan rakyat, Indonesia kini tengah menapaki jalan menuju kedaulatan ekonomi nasional - di mana kekayaan alam benar-benar dikuasai negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, tutup mantan Wakil Ketua Dewan Pakar Partai Golkar tersebut.