Oleh Sahlan Ake pada hari Senin, 08 Des 2025 - 11:06:45 WIB
Bagikan Berita ini :

Komisi III DPR Sebut RUU Penyesuaian Pidana Perkuat Regulasi Narkotika saat KUHP Baru Berlaku

tscom_news_photo_1765166805.jpg
Syarifuddin Sudding (Sumber foto : Istimewa)

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Anggota Komisi III DPR RI Sarifuddin Sudding berpandangan Rancangan Undang-Undang Penyesuaian Pidana dapat memastikan tidak adanya kekosongan norma hukum ketika KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) baru mulai berlaku pada 2026. Menurutnya, beleid ini dapat memperkuat penanganan kejahatan narkotika.

Sudding menjelaskan sejumlah ketentuan dalam UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika tidak lagi tercakup dalam ruang lingkup pengaturan UU Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP. Sementara revisi komprehensif UU Narkotika belum rampung.

Menurutnya, kondisi ini menimbulkan potensi celah hukum yang dapat menghambat penyidikan, penuntutan, maupun pemidanaan pelaku.

"RUU Penyesuaian Pidana ini adalah intervensi legislasi yang diperlukan. Kami ingin memastikan tidak ada satu pun celah hukum yang bisa dimanfaatkan jaringan narkotika pada masa transisi menuju berlakunya KUHP baru,” kata Sudding, Jumat (5/12/2025).

Adapun Pemerintah dan DPR RI telah resmi menyelesaikan pembahasan RUU tentang Penyesuaian Pidana, pada Selasa (2/12), untuk selanjutnya disahkan menjadi UU dalam rapat paripurna terdekat.

RUU Penyesuaian Pidana disusun untuk menyesuaikan ketentuan pidana dalam UU di luar KUHP, peraturan daerah, dan sejumlah ketentuan pidana dalam KUHP agar konsisten dengan sistem pemidanaan baru. KUHP baru akan mulai berlaku efektif pada 2 Januari 2026 setelah melewati masa transisi tiga tahun.

Sudding pun menekankan, kejelasan norma sangat penting karena kejahatan narkotika tidak memberi toleransi terhadap kekaburan aturan.

“Sebab setiap ketidakpastian langsung berdampak pada tumpulnya penegakan hukum di lapangan,” ungkapnya.

"Jika terjadi kekosongan norma, proses hukum bisa berhenti. Aparat tidak bisa bekerja optimal, dan itu berbahaya karena pelaku kejahatan selalu mencari ruang sekecil apa pun untuk menghindari jerat hukum,” lanjut Sudding.

Menanggapi kritik publik yang mempertanyakan percepatan pembahasan RUU ini, Sudding menegaskan bahwa langkah DPR bukanlah tindakan tergesa-gesa, melainkan keputusan yang berbasis urgensi teknis.

Sudding berpandangan RUU ini memiliki struktur yang ringkas terdiri dari tiga Bab dan sembilan Pasal karena dirancang secara spesifik untuk mengembalikan norma yang hilang, bukan mengubah substansi besar dari sistem pemidanaan.

"RUU ini teknis dan sangat spesifik. Jika DPR lamban, risiko hukumnya jauh lebih besar. Pelaku kejahatan justru bisa memanfaatkan kekosongan aturan. Itu yang tidak boleh terjadi,” tegasnya.

RUU Penyesuaian Pidana sendiri mengatur penyesuaian pidana dalam UU sektoral. Hal itu mencakup penataan ulang ancaman pidana, penyesuaian kategori denda, dan penghapusan pidana kurungan agar sejalan dengan struktur pemidanaan dalam KUHP terbaru.

Dalam ranah peraturan daerah, RUU ini mengatur bahwa kewenangan pemberian sanksi pidana dibatasi hanya pada denda. Selain itu, RUU ini juga memuat penyempurnaan terhadap beberapa ketentuan dalam KUHP, sehingga implementasinya di lapangan efektif, jelas, dan tidak menimbulkan multitafsir.

Melalui upaya harmonisasi lewat RUU Penyesuaian Pidana, diharapkan keseluruhan aturan pidana di Indonesia dapat berjalan dalam satu sistem hukum yang terintegrasi dan modern.

Terkait hal tersebut, Sudding menyebut RUU Penyesuaian Pidana menjadi landasan awal untuk memastikan sistem pemidanaan berjalan lebih konsisten, proporsional dan memberikan kepastian hukum bagi setiap warga negara, serta mencegah terjadinya tumpang tindih peraturan. Termasuk dalam penanganan kejahatan narkotika.

Dalam hal ini, menurut Sudding, penyesuaian norma pada RUU Penyesuaian Pidana dapat mendukung upaya pembedaan yang lebih jelas antara pengguna, kurir, dan pengedar, serta mencegah terjadinya tumpang tindih dengan ketentuan dalam KUHP baru.

Menurut Sudding, arah pembaruan hukum pidana nasional menuntut penegakan hukum yang lebih rasional, modern, dan humanis.

"Pembaruan hukum pidana harus menempatkan keadilan substantif sebagai tujuan utama. RUU ini adalah bagian dari proses itu,” ungkap Sudding

Oleh karenanya, Anggota komisi DPR yang membidangi urusan hukum itu menegaskan RUU Penyesuaian Pidana penting untuk segera disahkan. Sudding menyatakan aparat penegak hukum akan tetap memiliki landasan yang kuat untuk memberantas kejahatan narkotika.

“Dan masyarakat memperoleh kepastian hukum yang stabil,” sebut Legislator dari Dapil Sulawesi Tengah itu.

Sudding menekankan, reformasi hukum bukan hanya melahirkan undang-undang baru.

“Tetapi memastikan sistem hukum berjalan tanpa celah, tanpa jeda, dan tanpa memberi keuntungan kepada pelaku kejahatan. Itulah yang sedang kami jaga melalui RUU ini,” tambah Sudding mengakhiri.

tag: #dpr  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
PRAY SUMATRA
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement