JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Direktur Eksekutif Energy Watch Indonesia (EWI) Ferdinand Hutahaean mengkritisi sepak terjang Komisi Pemberantasan Korupsi akhir-akhir ini. Menurutnya, OTT yang dilakukan KPK akhir-akhirini adalah kasus abal-abal dengan barang bukti ratusan juta.
Bahkan ia menuding bahwa pemberantasan korupsi di Indonesia saat ini tak lebih dari sekadar sinetron.
"Mengapa kami menyebut KPK sedang bermain sinetron pemberantasan korupsi? Buktinya coba kita lihat, terkait kasus RS Sumber Waras yang sudah terang benderang ditengah publik akan adanya dugaan kerugian negara ratusan milliar, tapi KPK malah sibuk mencari niat jahat dari pelakunya,"kata Ferdinand di Jakarta, Minggu (17/4/2016).
"Sejak kapan KPK berubah menjadi Komisi Pencari Niat Korupsi?," sindir dia.
Padahal kata dia, saat ini jauh lebih banyak korupsi kelas kakap dantergolong mega korupsi. Misalnya kasus-kasus dugaan kerugian negara disektor migas yang nilainya trilliunan rupiah.
Yang terbaru, terang dia, adanya temuan BPK atas kelebihan pembayaran cost recovery kepada beberapa KKKS, di antaranya Cevron, Conoco Philips, dan Total.
"Ini nilainya Rp.3,9T tergolong sangat besar tapi mengapa KPK diam dan menganggap itu biasa saja? Kami yakin andai cost recovery dibongkar 10 tahun terakhir maka akan terbongkar perampokan uang negara ratusan trilliun yang hilang atau dikorupsi, KPK jangan jadi pemain sinetronlah," tegas dia.
Sebaiknya, kata dia, pimpinan KPK kalau tidak paham arti kata pemberantasan korupsi ya sebaiknya mundur, jangan jadi pimpinan lembaga pemberantasan korupsi.
"Cari pekerjaan lain saja. Kami mendesak KPK untuk membuktikan diri mengusut tuntas kasus mega korupsi cost recovery ini. Kalau KPK diam, berarti memang para pimpinan KPK layak dijuluki para pemain sinetron pemberantasan korupsi,"jelasnya. (iy)