JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Langkah pemerintah yang akan mengizinkan investor asing mengelola pulau di Indonesia dinilai menabrak undang-undang (UU). Hal itu disampaikan anggota Komisi XI DPR Heri Gunawan.
Menurut Heri, UU yang dilanggar pemerintah itu adalah UU nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Dimana, terangnya, Indonesia tak mengenal hak pengelolaan pulau.
"UU itu hanya mengenal Hak Pengusahaan Perairan Pesisir (HP3), yaitu hak pengelolaan atas bagian-bagian tertentu dari perairan pesisir untuk usaha kelautan dan perikanan," papar politisi Gerindra ini di kompleks Parlemen Jakarta, Jumat (13/01/2017).
"Serta usaha yang berkaitan dengan pemanfaatan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil, baik yang berada di atas permukaan laut maupun permukaan dasar laut," sambungnya.
Bahkan, lanjut Heri, aturan tersebut pun keberadaannya sudah dianulir Mahkamah Konstitusi (MK).
"Hak itupun sudah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi pada tahun 2010, melalui Putusan Nomor 3/PUU-VIII/2010," ungkap Heri.
Dengan kata lain, kata dia, HP3 dianggap MK bertentangan dengan konstitusi.
"Karena mekanisme HP3 dinilai telah mengurangi hak penguasaan negara atas pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil," imbuhnya.
Itu sebabnya, terang dia, kemudian diterbitkan UU nomor 1 tahun 2014 tentang Perubahan atas UU nomor 27 tahun 2007.
"Jadi, rencana pemerintah memberikan hak pengelolaan pulau kepada asing, bahkan mengiming -imingi mereka untuk memberikan nama, bisa menabrak undang-undang," tegasnya.
Di samping itu, kata dia, sebelum pemerintah memberikan kelonggaran dengan membolehkan investor asing mengelola bahkan memberikan nama pulau, harusnya pemerintah mengkaji terlebih dahulu aspek kedaulatan dan keamanan dalam negeri.
"Kita merupakan negara maritim, pemanfaatan pulau-pulau kecil harus memperhatikan fungsi pertahanan, keamanan, dan kedaulatan negara Republik Indonesia," tandasnya.(yn)