Opini
Oleh Habil Marati (Anggota DPR RI 1999-2009) pada hari Minggu, 21 Mei 2017 - 19:23:27 WIB
Bagikan Berita ini :

Parpol Berlandaskan Kearifan Insaniyah Berpotensi Mengganti Pancasila

3920170521_192053.jpg
Habil Marati (Anggota DPR RI 1999-2009) (Sumber foto : Istimewa )

Palsu itu selalu pasti merusak. Istilah KW1, KW2 sampai dengan KW...KW yang lain selalu pasti merugikan original producer, merugikan stake holder dan seterusnya merugikan konsumen, dalam jangka panjang bisa membangkrutkan Perusahaan pemegang merek asli termasuk stake holdernya.

Demikian juga dengan Indonesia kekinian, partai politik KW...KW-an. Apa itu partai politik KW...KW an? Pertama : partai politik yang di bangun hanya berdasarkan kearifan insyaniah (pinjam istilah Tuan Guru Bujang = Duniawi). Kedua, partai politik yang melupakan asal kursinya di DPR bahwa berasal dari suara umat Islam. Ketiga, menghianati sejarah Kemerdekaan RI. Keempat, mendesign menuduh ulama anti Pancasila dan NKRI. Dan kelima, mengekploitasi umat untuk kepentingan politiknya kemudian membenturkan Islam dengan Pancasila.

Disamping itu harus di ingat betul bahwa Sistem Politik Nasional tidak hanya di pengaruhi single cultural tetapi telah berinteraksi dengan multi cultural terjalinnya ikatan kepentingan pada lintas idiologi, lintas plat form value, lintas negara dan hal ini akan sangat mempengaruhi kepentingan kerja sama lintas border partai politik tersebut terhadap kepentingan Nasional Indonesia. Tentu hal ini juga akan menghasilkan sistem demokrasi KW KW an yang pada akhirnya akan menghasilkan pemerintahaan KW KW an alias amatiran (istilah Yusril) karena tidak sesuai dengan nilai-nilai geopolitik bangsa Indonesia (social school).

Jangan lupakan sejarah, jangan lupakan genuine yang memerdekakan bangsa dan yang mendirikan Negara ini. Stake holder mayority yang memerdekan dan mendirikan Negara Indonesia adalah umat Islam termasuk creator Pancasila itu sendiri. Lha hari ini tiba-tiba umat Islam di tuduh anti Pancasila, anti NKRI dari mananya logikanya? Pancasila dan NKRI itu genuine yang berasal dari genuine stake holder mojority yaitu Ulama. Ulama genuine bukan ulama KW KW an, bukan bangsa KW KW an, jadi jangan lupakan sejarah dan jangan membuat sejarah baru.

Syariah dan Pancasila

Bicara Syariah dan Pancasila tidak bisa dipisahkan dengan kegiatan politik dan kekuasaan sebagai cammon platform dalam sistem politik Indonesia. Pancasila sebagai common platform value merupakan tatanan nilai untuk menatalaksanakan nilai-nilai Pancasila sebagai social contract dalam hubungan nation collective (pinjam istilah Tuan Guru Bajan: Kearifan Insyaniah) sebagai instrumen untuk mencapai kesimbangan kepentingan bangsa yang dibangun di atas kejujuran politik dan demokrasi.

Demikian juga Syariah sebagai common platform value sebagai instrument untuk melaksanakan secara holistik dan kaffah untuk memperkuat pelaksanaan nilai-nilai Pancasila dalam konteks kearifan Illahiyah (istilah Tuan Guru Bajang). Dengan demikian Syariah dan Pancasila harus di kohesikan sebagai kontrak sosial dalam labirin NKRI berdasarkan Pancasila.

Oleh karena itu mengubah UUD45 tidak boleh bertentangan dengan setiap Sila Pancasila. Sebab kalau bertentangan maka sama saja telah menghilangkan genuine para stakeholder yang memerdekan bangsa ini serta membentuk Negara Indonesia yang di tuangkan dalam sebuah piagam kontrak sosial yaitu Pancasila. Pancasila merupakan simbol eksistensi Kemerdekaan dan NKRI. Dengan demkian tidak ada tempatnya di NKRI ini terhadap orang orang, lembaga politik maupun partai politik yang menuduh Ulama dan umat Islam anti Pancasila dan mau mendirikan lhilafah berdasarkan Syariah.

Nilai-nilai Pancasila hanya akan bermanfaat bagi bangsa Indonesia dan NKRI jika President, Pemerintah, Gubernur, Bupati, DPR dan lembaga penegak hukum menjalankan syariat Islamnya dengan baik serta memahami Alquran dan hadist secara kaffah dan holistik dalam konteks kearifan illahiyah. Sebab kualitas kearifan Illahiyah yang mereka miliki akan menentukan nasib bangsa sejauh mana mereka mengurus keseimbangan kesejahteraan umum dan keadilan sosial pada masyarakat Pancasila. Juga termasuk penata laksanaan fungsi fungsi kekuasaan, ekonomi, politik, hukum serta demokrasi.

Kualitas Kearifan Illahiyah ini akan menjadi instrumen intermediasi dalam melaksanakan kearifan insaniyah (hubungan sesama) sebagai wujud pelaksanaan kontrak sosial dalam masyarakat Pancasila yang mampu wewujudkan dan melahirkan kesejahteraan umum masyarakat secara kolektif, seimbang serta memenuhi rasa keadilan masyarakat tanpa membedakan agama, ras dan suku. Hanya orang orang yang ber agama dengan baik, bertaqwa, dan istiqomah yang mampu melaksanakan Pancasila sebagai piagam nilai-nilai kontrak sosial itu serta untuk mencapai kesejahteraan umum masyarakat sebagai mana yang dinyatakan dalam pembukaan UUD 45 sebagai ketahanan Nasional.

Islam dan Pancasila Jangan Diajak Merusak NKRI

Di atas telah saya sampaikan bahwa Syariah Islam itu sebagai instrumen Kearifan Illahiyah. Harus dilihat bahwa Kearifan Illahiyah ini memiliki peranan sangat sentral dalam menjaga kesimbangan pengelolaan alam semesta dan seluruh isinya. Oleh sebab itu ketaqwaan dalam menjalankan Syariat Islam bagi pemeluk pemeluknya akan melahirkan kekuatan pelaksanaan Pancasila serta ketahanan Pancasila dari Ideologi sekuler, Komunisme dan liberalisme.

Tentu pelaksanaan Syariah ini dalam spektrum Kearifan Illahiyah membutuhkan instrumen kekuasaan yaitu Partai politik. Partai Politik yang di bangun tidak berdasarkan Kearifan Ilahiyah hanya akan menghasilkan kekuasaan bar'bar, merusak, tirani dan akan menjadikan bangsa Indonesia eksploitasi kemudian melahirkan masyarakat kelas-kelas yang exclusive, liberal, bebas moral, atheis dan hedonisme. Dan selanjutnya Bangsa Indonesia hidup dengan ideologi baru yaitu ideologi sekularisme tanpa nasionalitas. Bukankah hal-hal ini bertentangan dengan nilai nilai Pancasila?

Dengan demikian bahwa membangun partai politik sebagai instrumen kekuasaan mutlak berlandaskan kearifan Illahiyah. Sebab kearifan illahiyah di butuhkan agar kekuasaan yang lahir dari partai politik tidak menyimpang dari nilai-nilai Pancasila sebagai kontrak sosial yang berdasarkan pada Ketuhanan Yang Maha Esa. Ini sangat jelas bahwa Islam dan Pancasila tidak bisa di ajak untuk berkompromi membangun Indonesia sekuler, Indonesia ber Komunis, Indonesis ber Atheis, Indonesia berkoloniaslisme, sebab semua nilai nilai ini sangat tidak sesuai dengan Syariah dan Pancasila.

Dengan demikian Syariah membutuhkan Pancasila sebagai mediator politik dalam kekuasaan untuk mengimplementasikan nilai-nilai Kearifan Illahiyah dalam social contract yang berlandaskan Pancasila. Demikian juga Pancasila membutuhkan nilai-nilai syariah sebagai mediator dalam mewujudkam keadilan dan kesejahteraan umum yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Partai Politik yang dikelola hanya berlandaskan kearifan insaniyah (duniawi dan kekuasaan) memilik peluang menjadikan bangsa Indonesia dan Negara Indonesi tidak ber Tuhan, Sekuler dan Liberal dan sekaligus menjadi multi idiologis termasuk kebangkitan idiologi komunis. Dengan demikian bahwa Syariah dan Pancasila adalah suatu kohesif tunggal untuk menolak diajak menerima idiologi di luar Pancasila.(*)

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
IDUL FITRI 2024
advertisement
IDUL FITRI 2024 MOHAMAD HEKAL
advertisement
IDUL FITRI 2024 ABDUL WACHID
advertisement
IDUL FITRI 2024 AHMAD NAJIB
advertisement
IDUL FITRI 2024 ADIES KADIR
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Ahlan Wa Sahlan Prabowo Sang Rajawali!

Oleh Syahganda Nainggolan
pada hari Rabu, 24 Apr 2024
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Mahkamah Konstitusi sudah memutuskan Prabowo Subianto sah sebagai Presiden RI ke delapan. Itu adalah takdir Prabowo yang biasa dipanggil 08 oleh koleganya. Keputusan MK ...
Opini

Jalan Itu Tidaklah Sunyi

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --"Jika Mamah jadi penguasa apakah Mamah akan menjadikan anak Mamah pejabat saat Mama berkuasa?" Itu pertanyaan anakku malam ini. Aku mendengarkan anakku ini. ...