JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Indahnya toleransi di hari yang fitri. Kira-kira demikian ungkapan yang tergambar dari sikap pengelola Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral Jakarta Pusat.
Jelang hari raya Idul Fitri 1438 yang diprediksi jatuh pada Minggu 25 Juni 2017, Gereja Katedral mengubah jadwal Misa.
Kepala Paroki Katedral, Romo Hani Rudi Hartoko SJ mengatakan, kebijakan itu sengaja dibuat untuk menghormati sekaligus membantu kelancaran ibadah Shalat Ied umat muslim di Masjid Istiqlal.
"Halaman parkir gereja juga dapat digunakan untuk parkir bagi umat yang akan melakukan Shalat Ied di Masjid Istiqlal," kata Romo Hani kepada wartawan, Senin (19/6/2017).
Ia menjelaskan, hasil kesepakatan dengan Dewan Paroki Pengurus Harian Gereja Katedral, Misa pada 25 Juni nanti hanya dilakulan dua kali pada siang hari.
Biasanya, kata Romo hani, ibadah Misa hari Minggu dijadwalkan berlangsung pukul 06.00 WIB, pukul 07.30 WIB, 09.00 WIB, 11.00 WIB, 17.00 WIB dan 19.00 WIB.
Namun, khusus saat hari raya Idul Fitri nanti, ibadah Misa baru akan dimulai pukul 10.00 WIB,12.00 WIB, 17.00 WIB, dan pukul 19.00 WIB.
"Kami memahami umat muslim hanya ada satu waktu serentak untuk Shalat Ied. Sedangkan Misa menyesuaikan diri karena ada beberapa kali dalam hari Minggu," jelas Romo Hani.
Romo Hani mengatakan, sebagai 'tetangga', sudah sepatutnya pihak Katedral mengeluarkan kebijakan yang saling mendukung antar umat beragama. Langkah itu juga dinilai sebagai bentuk penghormatan dan rasa turut bergembira menyambur hari raya Idul Fitri.
Sementara Imam Besar Masjid Istiqlal, Nasaruddin Umar mengatakan, sikap toleransi antara Katedral dengan Istiqlal sudah lumrah dilakukan.
Pengelola Istiqlal, kata dia, juga selalu membantu kelancaran ibadah umat nasrani di Katedral.
"Pada hari raya Natal atau waktu ibadah, tetangga kami, Katedral, silakan untuk menggunakan lahan parkirnya. Kami juga saat Idul Fitri meminjam parkir Katedral," jelas Nasaruddin.
Sikap Istiqlal dan Katedral, kata Nasaruddin, menunjukkan, kalau toleransi beragama masih terjaga baik.
Ia juga berharap pola itu bisa menular ke level akar rumput.
"Bhinneka Tunggal Ika itu kenikmatan. Mari kita merayakan perbedaan, jangan meratapi perbedaan," ungkap Nasaruddin. (icl)