JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Pakar Hukum Pidana Romli Atmasasmita mengungkapkan, kalau ada 36 kasus dugaan korupsi yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), namun bukti permulaannya tidak cukup.
Dia mengetahui, setelah dua pimpinan KPK Abraham Samad dan Bambang Widjojanto menjadi tersangka dalam kasus pemalsuan dokumen dan pemalsuan kesaksian di Mahkamah Konstitusi semasa menjadi advokat.
Pada saat itu, ujar Romli, Plt Ketua KPK Taufiqurahman Ruki membeberkan 36 kasus tersebut kepada dirinya, setelah menjabat menjadi pimpinan KPK selama tiga bulan.
"Seperti kita tahu, dua pimpinan KPK menjadi tersangka. Pak Jokowi bertanya kepada saya bagaimana solusinya, saya katakan berhentikan yang dua orang itu. Diberhentikan oleh Presiden, lalu dimasukan Ruki sebagai Plt KPK. Setelah Ruki masuk saya katakan kepada Ruki gimana pak, Pak Ruki maaf saya merasa ada sesuatu ada yang masalah dalam KPK," kata Romli dalam sidang Pansus Angket KPK di Gedung KK I Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (11/7/2017).
"Tolong anda disana, anda gelar perkara cek, apa bener semua pekerjaan KPK sudah dilandaskan aturan. Setelah 3 bulan kemudian, Ruki memanggil saya ada saksi disitu ada (komisioner KPK) saudara Indriato Seno Adji, Zulkarnain, Waris Sadono, ada Adnan Pandu. Ruki menyampaikan kepada saya, bahwa ada setelah gelar Pak Romli ada 36 tersangka, bukti permulaannya ga cukup," papar Romli.
Setelah itu, Romli pun mengatakan kepada Ruki, kalau kinerja KPK lebih buruk dibandingkan kerja Polsek. Sebab, adanya 36 kasus dengan bukti permulaan yang tidak cukup adalah kesalahan yang fatal dilakukan.
"Saya katakan bukan satu, kalau 36 kan ga ngerti saya. Level Polsek ga mungkin begini. Lalu saya katakan bagaimana cara KPK menyelesaikan 36 masalah setelah tersangka, lalu kemudian lanjut ke pengadilan karena tidak bisa SP3," ucapnya.
Mulai saat itu, tegas Romli, dirinya merasa kecewa dengan lembaga anti rasuah tersebut, karena sudah tidak bekerja profesional.
"Nah disitu saya merasa kecewa, karena saya yang memimpi-mimpikan dan mengharapkan beserta kawan-kawan dulu, bahwa KPK menjadi lembaga yang terbaik," tuturnya.
"Dalam pandangan kita waktu itu, ketika dimana kepolisian dan kejaksaan tidak efektif bekerjanya, jadi kita membuat satu lembaga untuk menjadi lebih baik dari dua lembaga itu tapi lembaga yang kita harapkan juga tidak bekerja secara profesional," pungkasnya. (icl)