JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Anggota Komisi III DPR Nasir Djamil meminta, pemerintah tidak perlu malu mengaku telah otoriter. Hal ini menyusul dicabutnya SK Badan Hukum Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) atas keluarnya Perppu Nomor 2 Tahun 2017.
Maka itu, ia meminta pemerintah berlaku tegas juga kepada Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) yang selama ini dianggap anti-Pancasila dan NKRI.
"Kalo senjata (Perppu Ormas) sudah dikeluarkan tapi tidak ditembakan (semua kepada Ormas yang dianggap anti-Pancasila dan NKRI) nah ini apa pula ceritanya. Kalo mau jadi otoriter jangan tanggung-tanggung gitu," kata Nasir saat dihubungi di Jakarta, Rabu (19/7/2017).
Kendati demikian, Politisi PKS ini menegaskan, kalau UU 17 tahun 2013 tentang Keormasan tidak ada kekosongan hukum di dalam. Bahkan, kata Nasir, UU Ormas telah menyelaraskan asas kebangsaan dengan nilai Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, dan UUD 1945.
"Saya mempertanyakan sebenarnya, apakah pemerintah telah serius melaksanakan UU 17 tahun 2013, dimana di dalamnya ada poin melakukan pembinaan terhadap Ormas-Ormas?," imbuhnya.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Dirjen AHU Kemenkumham), Freddy Harris, dalam siaran persnya mengatakan, jika perkumpulan atau ormas tidak memenuhi syarat administrasi maka Kemenkumham tidak akan memberikan SK pengesahan Badan Hukum perkumpulan atau ormas tersebut.
"SK pencabutan Badan Hukum perkumpulan atau ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), adalah tindak lanjut atas Perppu Nomor 2 Tahun 2017," katanya Rabu (19/7/2017) di Jakarta.
Pemerintah, kemudian mengatur penindakan dan sanksi kepada ormas melalui Perppu No. 2 Tahun 2017. Jadi sudah seharusnya tindakan tegas diberikan kepada perkumpulan atau ormas yang melakukan upaya atau aktivitas yang tidak sesuai dengan kehidupan ideologi Pancasila dan hukum NKRI.
"Pencabutan SK Badan Hukum HTI bukanlah keputusan sepihak. Melainkan hasil dari sinergi badan pemerintah. Yang berada di ranah politik, hukum, dan keamanan," ucapnya. (icl)