JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Partai Persatuan Pembangunan (PPP) hasil muktamar Jakarta yang dipimpin Djan Faridz meminta Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Hamonangan Laoly mematuhi putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 504K/TUN/2015 soal dualisme kepemimpinan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Sebab, keputusan Mahkamah Agung itu telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde).
Disamping itu, dengan adanya putusan MA tersebut, PPP kubu Djan Faridz lalu melakukan permohonan eksekusi di PTUN Jakarta dan permohonan eksekusi digelar pada Rabu (9/8/2017).
Melalui upaya hukum tersebut, PPP Djan Faridz meminta pengadilan untuk memerintahkan Menkumham melaksanakan eksekusi keputusan Mahkamah Agung secara sempurna dan benar.
"Kita ke pengadilan ini meminta pengadilan untuk memerintahkan Menkumham melaksanakan mengeksekusi keputusan Mahkamah Agung secara sempurna dan benar," terang Djan Faridz kepada wartawan di Jakarta, Sabtu (12/08/2017).
Menurutnya, saat proses peradilan itu terjadi putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 504K/TUN/2015 tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya oleh Menkumham.
"Saya kira penting. Saya mengumumkan Kemenkumham itu melaksanakan keputusan MA no 504 sesuai dengan hukum yang berlaku, sesuai dengan Undang-Undang," tandasnya.
Djan Faridz juga mengaku siap melakukan langkah hukum jika putusan MA tersebut tidak segera dilaksanakan.
"Siapa itu yang tidak melaksanakan itu? Menteri. Kalau dia tidak segera melakukan. Lawyer (kuasa hukum) saya pasti akan mengajukan gugatan hukum," tegas Djan Faridz.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum DPP PPP, yang juga pengacara senior, Humphrey Djemat mengatakan, Putusan Peninjauan Kembali (PK) Nomor 79 tertanggal 12 Juni 2017 telah memberikan kekuatan dan dukungan terhadap kepengurusan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dengan ketua umum Djan Faridz.
Tidak hanya itu, Humphrey menegaskan, dalam putusan PK tersebut dinyatakan secara tegas bahwa segala sesuatu yang berkaitan dengan pengesahan PPP dikembalikan kepada putusan Mahkamah Partai PPP yaitu putusan Nomor 49 tanggal 11 Oktober 2014.
"Sedangkan mengenai kepengurusan Muktamar Surabaya M. Romahurmuziy dalam PK tersebut dinyatakam tidak sah dan juga telah dicabut berdasarkan keputusan kasasi Nomor 504 PTUN," ungkap Humphrey.
Jadi jelas Humphrey, seyogyanya Menkumham wajib memberikan pengesahan kepada kepengurusan PPP Djan Faridz, mengingat telah ada dasar hukum yang kuat dari putusan PK Nomor 79 tersebut.
Selain itu dalam suatu keputusan yang telah dibuat oleh Pejabat Tata Usaha Negara selalu tercantum klausul yang berbunyi, 'keputusan ini dapat diperbaiki, apabila dikemudian hari terjadi kekeliruan atau kesalahan'.
"Berdasarkan hal tersebut, Menkumham dapat mencabut SK Muktamar Pondok Gede terhadap kepengurusan Romahurmuziy yang telah dikeluarkannya karena adanya kesalahan atau kekeliruan tanpa harus menunggu adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap," pungkas Humphrey Djemat. (icl)