JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Ketua Umum DPP Partai Persatuan Pembangunan M. Romahurmuziy (Romy) meminta Pemerintah dan aparat penegak hukum menindak tegas seluruh akun penebar kebencian di media sosial.
"Para memilik akun penebar kebencian, harus diberi pelajaran," kata Romy saat membuka Latihan Kepemimpinan Kader Madya PPP di Pantai Tanjung Pesona, Sungailiat, Bangka Belitung, Jumat (25/8/2017).
Menurutnya, apa yang dilakukan oleh para penebar kebencian merusak persatuan dan kesatuan bangsa. Selain itu, tindakan mereka juga mengganggu soliditas anak bangsa.
"Sehingga, sudah sepantasnya akun pribadi maupun yang terorganisir, bisa dijerat dengan UU ITE. Polri juga tidak perlu menunggu ada laporan mengenai ujaran kebencian, karena ini bukan delik aduan," ujarnya.
Selain itu, tidak perlu menunggu apakah akun penebar kebencian milik pribadi ataupun badan usaha yang terorganisir. Untuk itu, Divisi Cyber Crime Polri harus segera melakukan penertiban.
"Terapi kejut ini perlu dilakukan agar bisnis yang mengeksploitasi kebencian dan fitnah, tidak semakin membesar. Bisnis fitnah dan hoax ini juga muncul sebagai konsekuensi dari dunia maya," ucapnya.
Di sisi lain, bisnis fitnah laris manis karena ada yang mengorder. Karenanya, pemrosesan dan penertiban yang dilakukan, tidak boleh berhenti pada operator teknis.
"Perlu dikejar, siapa sajakah yang berada di balik itu. Karena, penanggungjawab intelektual justru jauh lebih berbahaya dibanding pelaku lapangan," tegasnya.
Sebab, bila operator dipatahkan, maka dengan mudah pelaku intelektual dapat dengan mudah menyewa operator lainnya. Karenanya, Polri perlu lebih proaktif dalam menjaring ujaran kebencian.
"Saya juga mengimbau Polri untuk memonitor grup-grup chat. Karena, sebaran ujaran kebencian banyak beredar di sana dan selama ini tidak terpantau dibanding sirkulasi di media sosial yang lebih terbuka," tukasnya.
Dikatakan, UU ITE sudah memberikan peluang kepada penegak hukum untuk memonitor. Tetapi memang harus ada Peraturan Pemerintah sebagai payung hukumnya.
"Karena bila terkait dengan sanksi, maka harus dituangkan dalam PP. Sebab, tidak bisa hanya bergantung pada Peraturan Kapolri ataupun derivasi dari UU," imbuhnya. (icl)