Opini
Oleh Djoko Edhi Abdurrahman (Anggota Komisi Hukum DPR 2004 - 2009) pada hari Kamis, 03 Mei 2018 - 16:19:15 WIB
Bagikan Berita ini :

Asal Wal Usul Idiom Kecebong

32Djoko-Edhi.jpg.jpg
Djoko Edhi Abdurrahman (Sumber foto : Istimewa)

Sejarah istilah kecebong berasal dari perilaku Presiden Jokowi yang piara kodok di Istana. So, peliharaan Presiden Jokowi. Sejak itu, kubu Jokowi dipanggil kecebong.

Belakangan ditulis oleh Derek Manangka, bahwa katak di istana piaraan Presiden itu banyak yang dimakan ular berbisa. Kok? Derek tak menjelaskan mengapa di Istana banyak ular berbisa. Tapi muncul memenya berupa ucapan "ikut belasungkawa atas matinya kodok-kodok di istana".

Menurut saya, semua bahasa tentang kodok di istana telah berubah menjadi "bahasa gajah" (bahasa idiom politik) yang memberi pengertian umum.

Hewan kecebong adalah cerminan dari perilaku masyarakat pendukung Presiden Jokowi. Yaitu: kecebong! Jadi ada tenornya. Yakni antara telur katak hingga menjadi katak dewasa. Masa yang singkat. Masa inkubasi telur.

Telur-telur ini kemudian menetas menjadi kecebong. Matanya buta, bergerumbul untuk (i) cari perlindungan, (ii) butuh makan, (iii) butuh logistik, sebelum jadi katak dewasa (iv) butuh power/ kekuasaan. Empat perilaku itu melekat pada Kecebong yang lalu diperolehnya dari pemiaranya.

Karena itu kecebong tak boleh berpikir. Ini menimbulkan idiom baru, kecebong IQ nya rendah. Meminjam istilah Rocky Gerung, IQ nya 200 untuk sekolam kecebong. Itupun harus didorong dengan meth (sabu-sabu) supaya adrenalin otak bekerja, agar bisa mikir. Maka muncul idiom Bong 200 Sekolam. Agaknya karena pemilih Presiden Jokowi berpendidikan rendah dalam bahasa polling. Tapi saya belum menemukan bagaimana terbentuknya idiom "Kampret" yang digunakan Kecebong. Kampret bahasa yang digunakan masyarakat Medan Sumatera Utara, adalah makian yang tidak bermakna makian. Misalnya, "Kampret kau wak".

Menarik memperhatikan proses lahirnya sosiologi populer ini. Jelas mengandung demarkasi, memuat stigmatik, mass critical, terpenting adalah proses pembentuk perilaku kebudayaan baru dalam merespon neo demokrasi Pancasila.

TeropongKita adalah media warga. Setiap opini/berita di TeropongKita menjadi tanggung jawab Penulis

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #jokowi  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
thejoint
advertisement
HUT R1 2025 AHMAD NAJIB
advertisement
HUT RI 2025 M HEKAL
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement
Opini Lainnya
Opini

80 Tahun Merdeka: Kembalikan Penerimaan Negara ke Pasal 33 UUD 1945 Demi Keadilan Sosial

Oleh Ir.Ali Wongso Sinaga , Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional SOKSI
pada hari Jumat, 15 Agu 2025
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Tahun 2025 menandai 80 tahun Indonesia merdeka. Momentum ini seharusnya menjadi ajang refleksi jujur, bukan sekadar seremoni. Salah satu persoalan strategis yang perlu ...
Opini

Pati: Pemantik di Tengah Tekanan Fiskal dan Sosial

1. Pati Sebagai Titik Nyala Gelombang demonstrasi di Pati bukan sekadar protes lokal. Ia adalah gejala dari keretakan yang lebih dalam: antara ambisi fiskal pemerintah pusat dan daya tahan ekonomi ...