JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah mengatakan, seharusnya pemerintah menggunakan banyak indikator dalam mengukur garis kemiskinan.
“Kalau bicara kesejahteraan rakyat, masih banyak indikator kesejahteraan kita yang berbicara lain dan dalam kondisi memprihatikan. Misalnya saja tingkat upah riil buruh yang terus merosot, nilai tukar petani semakin menurun. Padahal mayoritas SDM kita ada di sektor pertanian dan buruh,” ujar Fahri kepada wartawan, Rabu (18/7/2018).
Menurutnya, selama 4 tahun lemerintahan Jokowi, upah nominal buruh tani naik dari Rp 43.808,- perhari ke Rp 50.213,- perhari. Tetapi, upah riilnya justru turun dari Rp39.383 menjadi Rp 37.711.
“Ini berarti kenaikan upah nominal tidak mampu mengatasi inflasi (kenaikan harga-harga kebutuhan pokok) yang dihadapi buruh tani,” tegas pria berjuluk Singa Parlemen itu.
Tak hanya itu, lanjut Fahri, hanya di era pemerintah Jokowi Nilai Tukar Petani yang mencerminkan daya beli petani juga mengalami penurunan khususnya dalam kurun waktu tiga tahun belakangan ini.
“Tentu ini sebuah paradoks, karena dalam waktu yang sama tingkat kemiskinan diklaim mengalami penurunan. Padahal sumber utama kemiskinan adalah kemiskinan pedesaan yang sumber pencaharian utamanya adalah pertanian,” ungkap kritikus Jokowi itu.
“Inilah yang perlu disampaikan secara jujur sebab rakyat tidak berubah nasibnya hanya karena ada statistik yang memotret kemiskinan secara sumir. Pemerintah harus berani mengambil terobosan untuk mengukur kemiskinan dan kesejahteraan rakyat secara nyata,” ujar dia.
Penyembunyian keadaan rakyat dengan menggunakan statistik, kata Fahri, juga dapat dikategorikan sebagai kebohongan yang disamarkan. Praktik ini, menurut Fahri, harus dihentikan.
Fahri pun mengaku melihat di sebuah stasiun televisi video, dimana presiden mengatakan agar BPS mengadakan survey kemiskinan setelah pembagian Raskin (beras miskin) yang sekarang bernama RASTRA (beras sejahtera).
“Kita tahu bahwa penghitungan kemiskinan kita menggunakan konsumsi kalori. Maka dengan sekali bagi beras kemiskinan bisa hilang. Tega sekali pemerintah kita,” lirih Fahri.
“Cukuplah, jangan ada lagi dusta seperti ini. Kalau kota miskin ya miskin saja. Mari kita miskin bersama-sama. Jangan sampai statistik dipakai menghibur elite dan opini tapi rakyat tambah sengsara,” pungkasnya. (Alf)