JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Laskar Rakyat Jokowi (LRJ) memintaKomisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengawasi Perusahaan Listrik Negara (PLN) Persero untuk mewaspadai potensi korupsi pada proyek listrik 35.000 Megawatt (MW)
Sebab, kejadian sebelumnya pengadaaan listrik kerap menjadi ajang kepentingan dan hanya mencari keuntungan untuk kelompok tertentu. Hal ini berpotensi menyuburkan praktik-praktis korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).
Demikian disampaikanKoordinator Nasional (Kornas) Laskar Rakyat Jokowi (LRJ) Ridwan Hanafi SH, MH, dalam keterangannya usai menggelaraksi di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (16/8/2018).
Dikatakan dia, sebelum KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) kepadaWakil Ketua Komisi VII DPR RI, Eni Saragih dalam kasus Pembangkit PLTU Riau I,pihaknya telah melakukan investigasi, advokasi dan beberapa massa aksi terhadap PLN.
Menurutnya, teknis pengadaan yang selalu dilakukan oleh anak perusahaan PLN perlu mendapat pengawalan yang sunggguh-sungguh.
"Sesuai dengan tuntutan reformasi, masyarakat berhak untuk mengawasi proses pemerintah berjalan sesuai asasgood governancedanclean government, sehingga setiap aktivitas pemerintahan mempunyai public akuntability," katanya.
“Ini juga sesuai dengan amanat Presiden Joko Widodo untuk menjadi mata dan telinga dalam pengawasan program pemerintah untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang lebih sejahtera dan berkeadilan dengan program Nawacita,” jelas Ridwan.
Bahkan, dia mengaku, pihaknya juga pernah mendapat pengaduan dari masyarakat, bahwa pengadaan listrik 35.000 MW di PLN diindikasikan syarat dengan KKN yang bernilai triliunan rupiah dengan modus operandi menaikkan harga dari HPS (Harga Perkiraan Sendiri) dan selisihya dikorupsi dan di bagi-bagi dengan pihak-pihak kekuasaan.
"Sebelumnya kami juga pernah menyurati Indonesia Power sebagai pelaksana trknis pengadaan pembangkit yang kita ketahui diduga tender pengadaannya tidak dilakukan dengan syarat-syarat tender PLN yang lazim. Tapi surat LRJ kurang mendapat tanggapan yang baik, sehingga LRJ pada tanggal 28 Juni 2018, menindaklanjutinya dengan aksi massa ke Indonesia Power dan dilanjutkan ke Kantor Pusat PLN," ujarSekjen LRJ itu.
Sementara itu, Wakil Ketua LRJ, Johanes, mengungkapkan, indikasi perilaku KKN, tidak hanya di PT. Indonesia Power dan diindikasikan juga terjadi di Pembangkit Jawa Bali.
LRJ sebelumnya juga melayangkan surat tentang pertanyaan akan indikasi penyalahgunaan prosedur pengadaan pembangkit yang dilakukan di Pembangkit Jawa Bali. Dan menindak lanjuti dengan aksi massa pada tanggal 2 Juli 2018, di Kantor PJB Surabaya.
"Hari Jumat (13/7/2018) lalu, KPK menangkap tangan yang dilakukan Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Eni Saragih dalam kasus Pembangkit PLTU Riau I, sesuai dengan kewenangan dan mencermati serta terus menerus memantau perkembangannya. Bahwa LRJ sangat mengapresiasi KPK, terutama perkembangan keterlibatan Direktur PLN Sofyan Basir yang kami anggap merupakan titik sentral dari kasus mega korupsi di PLN," katanya.
"Penilaian kami berdasarkan pengaduan masyarakat dan laporan masyarakat yang dipercaya kebenarannya Sofyan Basir (SB) sebagai komando tertinggi di PLN diindikasikan mengatur semua tender dan menentukan siapa pemenang dan siapa perusahaan yang ditunjuk sebagai pemenang dan pelaksanaan," ungkap Johanes.
"Jadi, menurut pemantauan kami dari cara kerja KPK memperluaskan saksi, yang bersangkutan 99 persen adalah calon tersangka. Tapi kami akan terus mengawal dan mendukung KPK untuk tidak mundur selangkah pun terhadap usaha kelompok pro korupsi dan anti KPK dalam menghancurkan korupsi di Indonesia," ujarnya. (Alf)