Masihkah parlemen dan partai layak dipercaya? Bila masih, mengapa ada pimpinan DPR dicegah, mengapa pula ada 14 anggota DPRD ditangkap karena korupsi? Sebelumnya, dua bupati masuk bui juga karena korupsi.
Pimpinan DPR yang dicegah itu adalah Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan. Sedangkan 14 anggota DPRD yang ditangkap adalah anggota DPRD Kalimantan Tengah (Kalteng). Sementara itu, dua bupati yang masuk bui adalah Bupati Bekasi dan Cirebon. Jika dikaitkan dengan kasus yang melibatkan politisi lain, tentu daftarnya akan semakin panjang.
Sebelum mengisi jabatan politik, entah eksekutif atau legislatif, para politisi itu merupakan kader partai. Tentunya, secara normatif mereka telah belajar memaknai hakekat jabatan politik selama menjadi kader.
Yang saya tahu, jabatan politik adalah alat, bukan tujuan. Dengan alat itulah, sebuah tujuan akan diwujudkan. Lalu apa tujuan itu? Lagi-lagi, yang saya tahu, jabatan politik dibuat untuk menciptakan dan membangun civil society yang kuat.
Tujuan itu, sejatinya sejalan dengan orientasi pembentukan sebuah partai politik. Yakni memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik dengan cara konstitusional. Kekuasaan dan kedudukan tersebut diraih untuk melaksanakan kebijakan partai.
Artinya, dalam pandangan saya, seorang kader partai yang menempati jabatan politik akan mengarahkan setiap langkah dan keputusannya sejalan dengan kebijakan partai. Di titik ini, saya berkeyakinan kebijakan partai juga bertujuan menciptakan cicil society yang kuat.
Pertanyaannya adalah siapa yang salah jika kader partai tersebut terjerat kasus hukum, terutama korupsi, ketika menempati jabatan politik ? Kader atau partai politik? Ini pertanyaan sederhana, namun butuh kejujuran untuk menjawabnya.
Dalam hemat saya, kesalahan ada pada cara mewujudkan tujuan. Jabatan politik sebagai alat mewujudkan tujuan, tidak memiliki andil atas kesalahan itu. Kerja politik seyogyanya berpatokan pada cara-cara konstitusional. Itu senafas dengan upaya partai meraih jabatan politik, yang berpangku pada cara-cara konstitusional.
Apapun jabatan politik yang diemban kader partai akan tetap amanah bila cara menjalaninya berpegang pada koridor konstitusional. Sebaliknya, bila tidak, maka jabatan itu hanya menyuburkan prilaku korup dan menyimpang. Bila ini yang terjadi, maka entah sampai kapan rakyat akan bertahan untuk melabuhkan harapan dan kepercayaannya kepada partai politik. Saya hanya bisa bilang: entahlah. (*)