Opini
Oleh ; M. Nigara (Wartawan Senior Mantan Wasekjen PWI) pada hari Senin, 07 Jan 2019 - 10:28:30 WIB
Bagikan Berita ini :

Rocky: "Pers Jadi Infus Penguasa!"

91Stop-Menyoal-Nalar-Fiksi-Rocky-Gerung2.jpg.jpg
Rocky Gerung (Sumber foto : Ist)

ROCKY GERUNG, hmmm! Dulu, saya pasti akan marah dengan semua paparan Rocky, dalam acara 212 award, Sabtu (5/1/19) di gedung Usmar Ismail Jakarta. Lebih dari lima menit ia melecehkan pers Indonesia. Padahal pers ikut memerdekan bangsa ini. Perjuangan pers juga begitu dahsyat ikut membentuk bangsa ini.

Tapi memang, sekarang telah terjadi pergeseran sangat dramatis. Pers tidak lagi seperti dulu. Pers tidak lagi berjuang untuk rakyat. Pers (memang tidak seluruhnya) telah menjadi corong bagi penguasa. Pers telah menjadi infus penguasa.

Untuk itu, sekali ini, tidak ada kemarahan sedikit pun pada RG, begitu saya menyingkat nama Rocky. Saya justru begitu bahagia dengan seluruh paparannya. Paling tidak bukan hanya saya yang merasakan keanehan dengan pers kita. Ada orang lain sekelas RG ikut merasakannya. Di luar sana, banyak kawan-kawan yang sejak dua atau bahkan empat tahun lalu berhenti berlangganan. Malah ada yang lebih ekstrim, mereka mengharamkan chanel tv tertentu di rumah mereka karena dinilai selalu memberitakan tentang penguasa yang tanpa cacat.

Sebelumnya saya juga sudah melakukan oto-kritik saat pers kita bungkam tentang Reuni Akbar 212 tahun lalu. Saya merasa malu karena saya adalah bagian dari pers nasional.

Tapi, saya sempat di bullyoleh beberapa rekan pers itu sendiri. Saya dianggap partisan hanya karena pernah nyaleg lewat PAN 2014, dan alhamdulillah sangat dekat dengan lokomotif reformasi 1998, Prof. Amien Rais. Otokritik saya dianggap tidak murni.

Lalu, ketika Prabowo juga mengkritik pers, dengan memboikot beberapa media besar yang jelas dan terang-benderang partisan. Catatan, pemilik dan bos besar media itu adalah ketum partai, serta ada media besar yang lain, justru hanya memanfaatkan untuk mencari keuntungan finansial semata. Tapi, mereka justru menuding Prabowo telah melanggar UU Pokok Pers. Prabowo juga didemo, dituntut untuk minta maaf.

Padahal jelas, berita yang mereka turunkan tidak berimbang. Jauh sebelum ada UU Pokok Pers, media atau pers atau wartawan, sesungguhnya telah mengatur dirinya sendiri dengan berbasis pada kebenaran. Pers juga sebagai pilar (kekuatan) keempat untuk menjaga demokrasi di negeri ini. Maka, pers wajib independen, dan wajib berpihak pada kenyataan. Pers harus selalu membela kepentingan rakyat dan wajib menjadi pengawas bagi kekuasaan.

infus kekuasaan

Tapi sekarang? RG benar, pers mainstreamkita tidak lagi seperti itu. RG, tegas mengatakan pers saat ini telah berubah menjadi infusbagi kekuasaan. Pers kita telah menjadi bagian dari kekuasaan.

Malah tanpa tedeng aling-aling pers disebut RG tugasnya juga berbalik menjadi pengikut boneka.

"Mereka terus-menerus mengikuti kemana pun boneka pergi," kata RG yang disambut tepuk tangan oleh para peserta acara termasuk Prof. Amien Rais.

Seperti juga kasus reuni Akbar 212, RG sudah yakin acara ini tidak akan diliput dan dimuat oleh media-media mainstreamitu. Pandangan RG sama sekali tidak keliru.

Pers atau orang pers, sejujurnya adalah kelompok atau individu yang acuan utamanya adalah kebenaran. Bahkan sesungguhnya, begitu seseorang atau sekelompok orang membuat usaha pers, dia atau mereka bukan lagi diri mereka. Begitu pun seseorang ketika menjadi wartawan, maka dia tahu bahwa hidupnya untuk membela kebenaran. Dan dirinya bukan lagi dirinya, tapi dirinya adalah bagian yang tak terpisahkan dengan kepentingan rakyat. Bahkan mereka seharusnya memperjuangkan kepentingan rakyat di atas kepentingan diri mereka sendiri.

Tapi, apa yang kita lihat saat ini? Media-media mainstream(tentu di luar tvone, radio dan tv Rasil), Kumparan, dan Republika lebih mengutamakan kepentingan penguasa dan untuk dinikmati kelompok tertentu saja. Bagi mereka, kepentingan rakyat menjadi nomor kesekian.

Contoh yang paling menonjol, ketika BBM naik 12 kali, ketika impor segala macam dilakukan, ketika bagi-bagi kekuasaan pada partai koalisi terjadi, ketika kriminalisasi pada ulama atau orang-orang yang kontra penguasa dilakukan, tak ada suara mereka. Bahkan ketika penguasa menurunkan tingkat kemiskinan dari angka-angka yang wajar menjadi Rp 13 ribu perhari untuk melukiskan bahwa pemerintah berhasil menurunkan angka kemiskinan, padahal di saat yang sama bantuan langsung kepada rakyat justru meningkat. Mereka pun tetap tak bersuara.

Tapi, begitu kita melakukan perlawanan, mereka langsung menuding bahwa kita anti pers. Kita dianggap sebagai pelanggar UU Pokok Pers. Kita disudutkan sebagai orang-orang yang anti kebebasan.

Sekali lagi, saya justru berbahagia dengan seluruh paparan RG. Saya berharap lebih banyak RG-RG lain agar pers kita segera menyadari kekeliruan mereka.

Semoga bermanfaat... (*)

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #rocky-gerung  #dewan-pers  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
IDUL FITRI 2024
advertisement
IDUL FITRI 2024 MOHAMAD HEKAL
advertisement
IDUL FITRI 2024 ABDUL WACHID
advertisement
IDUL FITRI 2024 AHMAD NAJIB
advertisement
IDUL FITRI 2024 ADIES KADIR
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Tersirat, Hotman Paris Akui Perpanjangan Bansos Presiden Joko Widodo Melanggar Hukum: Gibran Dapat Didiskualifikasi?

Oleh Anthony Budiawan - Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)
pada hari Rabu, 17 Apr 2024
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --1 April 2024, saya hadir di Mahkamah Konstitusi sebagai Ahli Ekonomi dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum 2024. Saya menyampaikan pendapat Ahli, bahwa: ...
Opini

Wawasan Yusril Sempit Untuk Bisa Membedakan Ahli Ekonomi, Ahli Hukum, atau Ahli Nujum

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --1 April 2024 (bukan April Mop), saya hadir di Mahkamah Konstitusi dalam kapasitas sebagai Ahli Ekonomi, terkait sengketa Perselihan Hasil Pemilihan Umum 2024. Saya ...