JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Pelaksanaan Pemilu dan Pilpres 2019 sudah semakin dekat. Namun, belakangan netralitas penyelenggara Negara justru dipertanyakan.
Koordinator Kawal Pemilu Kita (KPK) DKI Jakarta, Adjie Rimbawan mengaku, pihaknya melihat ada beberapa penyelenggara Negara sudah melampaui batas. Mereka melakukan hal-hal yang bertentangan dengan asas pemilu itu sendiri.
Salah satunya adalah terkait kasus pelanggaran pemilu yang dilakukan oleh Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo dan 31 Kepala Daerah Kab/Kota di Jawa Tengah.
Adjie mempertanyakan sikap Bawaslu yang terkesan setengah hati dalam memposes dugaan pelanggaran aksi satu jari dan deklarasi petahana Jokowi beberapa waktu lalu.
Selain itu, Adjie juga menyoroti pernyataan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo, yang secara terbuka seakan meminta Aparatur Sipil Negara (ASN) tidak netral yakni dengan tetap aktif menyampaikan program Presiden Jokowi.
"Hal ini tentu menimbulkan polemik baru dimasyarakat, dan ada kesan bahwa seluruh ASN akan digiring untuk mendukung salah satu calon Presiden," kata Adjie didampingiKoordinator KPK Jawa tengah,Syaifudin Anwar di sela-sela aksi di depan Bawaslu, Jakarta, Kamis (14/3/2019).
"Mendagri juga menyampaikan alokasi yang diberikan pemerintah untuk dana desa bertambah setiap tahun. Program itu, kata Tjahjo, adalah bentuk komitmen Jokowi dalam rangka pemerataan pembangunan," sambungnya.
Padahal, Adjie menyebut, ASN merupakan pegawai negara, bukan abdi pemerintah. Dimana ASN harus netral dan tidak terjabak dalam kepentingan Pemilu.
Selain itu, dia menegaskan, bahwa ASN dalam menjalankan tugasnya harus melayani seluruh rakyat tanpa melihat latar belakang partai dan golongan tertentu.
Karenanya, Adjie meminta Bawaslu tegas dan bersikap profesional dalam mengawasi potensi pelanggaran Pemilu dan Pillres 2019.
Berikut pernyataan sikap KPK Jakarta dan KPK Jawa Tengah :
1. Mendesak Bawaslu Pusat untuk meneruskan Putusan Bawaslu Jawa Tengah terkait kasus pelanggaran pemilu yang dilakukan oleh Gubernur Jateng dan 31 Kepala Daerah Kab/Kota di Jawa Tengah. Jika Bawaslu Pusat tidak melakukan tindakan, maka integritas Bawaslu sebagai Badan Negara patut dipertanyakan dan kehilangan marwahnya sebagai Pengawas Pemilu.
2. Mendesak agar Menteri Dalam Negeri mundur dari Jabatannya, integritasnya cacat sebagai Menteri yang seharusnya menjadi contoh bagi seluruh ASN di Republik Indonesia, karena telah secara jelas dan nyata melindungi pelanggaran pemilu yang dilakukan oleh Gubernur Jawa Tengah dan 31 Kepala daerah Kab/Kota di Jawa Tengah. Hal tersebut juga dianggap sebagai bentuk kolusi dan nepotisme terhadap penegakan hukum, karena mereka berada dalam satu gerbong PDI Perjuangan dan koalisi petahana dalam Pilpres 2019.
3. Meminta Presiden Republik Indonesia utk mencopot Menteri Dalam Negeri karena dianggap telah menciderai prinsip keadilan pada pemilu 2019 ini dan merusak wibawa Presiden Republik Indonesia sebagai Kepala Negara. Presiden RI diminta agar bisa menjamin pelaksanaan Pemilu 2019 ini secara jujur, transparan dan adil bagi seluruh rakyat Indonesia.
4. Meminta LPSK sebagai lembaga perlindungan untuk melindungi seluruh aktivis KPK seluruh Indonesia dan berperan aktif dalam melakukannya, karena beberapa aktivis KPK Jawa Tengah mengalami intimidasi fisik secara jelas dan nyata. (Alf)