JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)--
Direktur Hulu PT Pertamina (Persero) Dharmawan H. Samsu membantah mengorbankan prosedur keselamatan demi menerapkan skema Production Sharing Contract (PSC) berbasis gross split di anjungan lepas pantai Blok Migas Offshore North West Java (ONWJ). Dari anjungan ini lah tragedi tumpahan minyak di laut Karawang bermula.
Dharmawan meyakinkan tidak ada prosedur yang dikorbankan karena mengadopsi skema gross split. Yakni, skema bagi hasil pengelolaan wilayah kerja migas antara pemerintah dan kontraktor migas yang diperhitungkan di muka, dengan biaya operasi sepenuhnya ditanggung kontraktor.
"Saya yakinkan, tidak ada prosedur-prosedur yang harus dikorbankan hanya karena kita harus melakukan gross split. Standar "safety" adalah sesuatu yang tidak boleh dikorbankan. Kita tidak boleh mengorbankan "safety" hanya karena tujuan bisnis tertentu," kata Dharmawan di Jakarta, Kamis (1/8/2019.
Anak usaha Pertamina, PT Pertamina Hulu Energi (PHE) merupakan Kontraktor Kontra Kerja Sama (KKKS) di Blok ONWJ. Wilayah kerja migas di pantai utara Jawa itu merupakan blok migas pertama yang mengadopsi skema gross split.
Dharmawan menambahkan, pihaknya akan menjadikan kejadian tersebut sebagai pelajaran berharga untuk perbaikan di masa mendatang.
"Pertamina akan belajar sungguh-sungguh untuk meningkatkan kemampuan kami dalam hal teknis. Ini jadi pelajaran yang sangat baik," ujar dia.
Sebelumnya pada 12 Juli 2019 terjadi well kick pada sumur (re-aktivasi) YYA-1 yang menyebabkan munculnya gelembung di sekitar YYA Platform PHE ONWJ, sekitar 2 km dari lepas pantai Utara Jawa.
Akibat kejadian itu, air laut di perairan utara Karawang terkontaminasi minyak mentah. Bibir pantai wilayah utara Karawang menjadi hitam karena muncul gumpalan pasir yang bercampur dengan minyak mentah.
(plt)