Oleh M Rizal Fadillah pada hari Selasa, 06 Jun 2023 - 16:44:08 WIB
Bagikan Berita ini :

Membunuh Capres

tscom_news_photo_1686044648.jpg
M Rizal Fadillah (Sumber foto : Istimewa)

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Semestinya proses politik menuju Pilpres 2024 berjalan tertib dan sehat tanpa ada pola penjegalan terhadap salah satu Capres yang didukung oleh partai politik yang telah memenuhi syarat. Tetapi prakteknya ada Capres yang harus "dipotong" dengan mempersalahkan kasus hukum.

Adalah Anies Baswedan yang selalu menjadi target tersebut. Formula E menjadi isu pengganjalan. Ngototnya Ketua KPK untuk mentersangkakan Anies menjadi tontonan publik. Ada perbedaan pandangan Ketua dengan Tim KPK yang menelaah kasus Formula E. Ketika KPK menjadi alat politik, maka Anies potensial dipaksakan untuk diproses hukum.

Upaya penjegalan juga dilakukan melalui jalur lain yaitu PK Moeldoko di MA. Rekayasa Putusan MA yang kelak memenangkan Partai Demokrat kubu Moeldoko membuat Partai Demokrat kubu AHY tidak dapat menyokong pemenuhan persyaratan Anies Baswedan untuk maju sebagai Capres.

Jika skenario jahat memperalat hukum di atas sukses mengganjal Anies Baswedan, maka pendukung Anies khususnya kelompok relawan mungkin akan melakukan perlawanan melalui dua jalur, yaitu:

Pertama, unjuk rasa masif atas kezaliman rezim yang telah memperalat hukum untuk tujuan menjegal. Unjuk rasa pembelaan pada Anies Baswedan yang bersinergi dengan aksi-aksi perlawanan pada rezim Jokowi untuk elemen dan isu lain seperti omnibus law, km 50, korupsi, dan lainnya. Potensial menjadi gerakan "people power" untuk menumbangkan Jokowi.

Kedua, pendukung baik relawan maupun partai politik melakukan desakan proses hukum untuk dua kandidat lain baik Ganjar Pranowo maupun Prabowo Subianto. Ganjar diduga kuat terlibat dalam kasus suap E-KTP. Angka 525 ribu USD menjadi pintu untuk pengejaran dan proses hukum lebih serius. Prabowo rentan dalam proyek "food estate" yang gagal dan meninggalkan bau korupsi. Skandal merugikan uang negara harus dipertanggungjawabkan di ruang pengadilan.

Membunuh Capres dapat pula menjadi proyek politik strategis untuk kepentingan yang bersifat multi dimensional. Jika proses politik diawali dengan niat dan cara yang tidak sehat maka biasanya berujung pada situasi yang semakin tidak terkendali. Bukan saja Calon Presiden yang mungkin "terbunuh" tetapi juga Presiden. Ketika situasi membuat frustrasi, maka bunuh diri adalah solusi. Solusi dari suatu kebodohan.

Proses politik bangsa kini terindikasi sedang menjalankan politik "dumbing down". Pembodohan dan kebodohan. Meciptakan kondisi krisis yang sulit diprediksi untuk akhirnya. Inilah mungkin saatnya "TNI harus maju sedikit mengambil posisi". Rakyat pun nampaknya tidak keberatan.

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
thejoint
advertisement
KURBAN TS -DD 2025
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement
Lainnya
Opini

Kebijakan Devisa Hasil Ekspor

Oleh Andi Rahmat, Anggota DPR Ri 2004-2009/2009-2014
pada hari Rabu, 07 Mei 2025
Jakarta, TEROPONGSENAYAN.COM - Diawal tahun 2025, pemerintah merilis PP No.8/2025 tentang Kebijakan Devisa Hasil Ekspor ( DHE) atas Sumber Daya Alam. tidak tanggung-tanggung, Presiden Prabowo ...
Opini

Ketika Konstitusi Ditekan Dinasti

Jakarta, TEROPONGSENAYAN.COM - Dalam sejarah republik ini, terpilih secara konstitusional tak pernah menjadi jaminan kebal dari koreksi politik dan etik. Soeharto dilantik secara sah pada 11 Maret ...