Oleh Sahlan Ake pada hari Rabu, 14 Mei 2025 - 09:57:31 WIB
Bagikan Berita ini :

Konferensi Parlemen Negara OKI di DPR Bahas Isu Kelompok Minoritas, Termasuk Masalah Islamofobia

tscom_news_photo_1747191451.jpeg
Meeting of the Specialised Standing Committee on Political Affairs and Foreign Relations PUIC (Sumber foto : Istimewa)

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Anggota Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI, Verrell Bramasta dan Surya Utama (Uya Kuya) menjadi perwakilan Indonesia dalam salah satu sesi agenda Parliamentary Union of the OIC Member States (PUIC) atau konferensi Persatuan Parlemen negara-negara yang tergabung dalam Organisasi Kerjasama Islam (OKI). Keduanya mendorong aksi nyata solidaritas bagi Palestina.

Verrell Bramasta dan Uya Kuya menjadi perwakilan delegasi Indonesia pada sesi Pertemuan Komite Tetap Khusus Urusan Politik dan Hubungan Luar Negeri atau Meeting of the Specialised Standing Committee on Political Affairs and Foreign Relations PUIC yang digelar di Gedung Nusantara, Senayan Jakarta, Selasa, (13/5/2015) sore. Sesi pertemuan ini dipimpin oleh Ketua BKSAP DPR RI Mardani Ali Sera.

Dalam forum tersebut, Verrell dan Uya menyampaikan beberapa inisiasi dan masukan-masukan Indonesia. Setiap perwakilan parlemen negara OKI yang hadir juga ikut menyampaikan masukan, termasuk delegasi negara-negara observer.

Verrel Bramasta mengaku bangga Indonesia sebagai salah satu negara Islam terbesar di dunia mengedepankan prinsip-prinsip dasar Islam. Salah satu diwujudkan dengan menyelenggarakan Konferensi Persatuan Parlemen negara-negara yang tergabung dalam OKI atau PUIC ke-19 di Jakarta.

"Karena sesuai juga dengan forum kali ini, persatuan negara-negara Islam dan prinsip dasar bagi saya yaitu ikhtiar, tawakal dan juga istiqomah,” kata Verrell.

“Jadi niat kita adalah mendukung Palestina untuk segera mendapatkan kemerdekaan dan ini adalah usaha kita untuk ikhtiar tawakal dan istiqomah," sambungnya.

Menurut Verrell, salah satu kelebihan Indonesia yakni memiliki penduduk yang besar mencapai 240 juta jiwa, di mana negara ini memiliki kekuatan kolektif. DPR disebut dapat menyuarakan dukungan besar Indonesia kepada rakyat Palestina di forum yang bergengsi ini.

"Esensi dari parlemen itu kan dari kata parle, berbicara, jadi kita menyuarakan yang baik untuk forum seperti ini, dan sekarang di sosial media sebagai pilar kelima dari demokrasi kita menyuarakan untuk saudara-saudara kita yang ada di Palestina," jelas Verrell.

Sementara itu Surya Utama mengatakan, Indonesia tetap konsisten mendukung kemerdekaan Palestina sebagaimana cita-cita Proklamator sekaligus Presiden pertama RI, Sukarno.

"Ya memang apa yang kita lakukan sekarang, sikap kita konsisten sejak presiden pertama kita Bapak Sukarno yang memang mendukung kemerdekaan Palestina,” ungkap Surya Utama dalam kesempatan yang sama.

“Apa yang kita lakukan sekarang tetap konsisten dan kita bersama-sama solidaritas kita untuk tujuan akhirnya kemerdekaan Palestina," tambah Legislator yang juga bertugas di Komisi IX DPR tersebut.

Adapun, PUIC ke-19 digelar di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, sejak tanggal 12 Mei 2025 hingga 15 Mei mendatang. Meski acara pembukaan resmi baru digelar esok hari, Rabu (14/5), namun rangkaian kegiatan PUIC ke-19 sudah dimulai sejak Senin (12/4) dengan sejumlah pertemuan penting.

Beberapa sesi pertemuan yang telah dilakukan pada forum PUIC ke-19 antara lain membahas isu terkait Palestina dan Minoritas Muslim, Dialog Peradaban dan Agama, Ekonomi dan Lingkungan, serta isu Hak Asasi Manusia, Perempuan dan Keluarga.

Ketua BKSAP DPR RI Mardani Ali Sera saat memimpin sesi Pertemuan Komite Tetap Khusus Urusan Politik dan Hubungan Luar Negeri PUIC sore ini pun memberi apresiasi kepada seluruh delegasi yang hadir atas komitmen dan dukungan terhadap Palestina dan kelompok minoritas, baik minoritas muslim maupun non-muslim.

“Kami melihat spirit humanity and solidaritas dalam forum ini. Tapi jangan sampai ini hanya menjadi spirit tapi harus ditransformasikan ke aksi kita. Bukan cuma untuk kelompok muslim tapi non-muslim yang menjadi minoritas. Kita harus ada aksi nyata,” ujar Mardani kepada delegasi PUIC ke-19.

Usai pertemuan Komite Tetap Khusus Urusan Politik dan Hubungan Luar Negeri PUIC, Mardani menjelaskan bahwa kesimpulan dari pembahasan pada sesi ini akan dibawa sebagai salah satu rekomendasi resolusi PUIC ke-19 yang akan diberi nama Jakarta Declaration.

"Jadi komite political and foreign affair ini adalah salah satu inti dari PUIC, kita bahas dari Palestina sampai minority," terangnya.

"Yang Palestina ada tiga isu, tentang kondisi Palestina, tentang bantuan kepada Palestina dan juga negara-negara sekitarnya. Ada Jordan, ada Mesir, ada Lebanon yang juga terkena (dampak),” imbuh Mardani.

Selain soal Palestina, menurut Mardani, ada juga 10 resolusi tentang minority yang telah dibahas dengan seksama dalam forum PUIC ini.

“Alhamdulillah dijelaskan kondisinya, dibuatkan road mapnya dan apa langkah diplomasi yang dilakukan tadi. Spirit humanity-nya, kemanusiaan, spirit solidarity-nya sangat nampak dari semua perwakilan yang hadir," tutur Mardani.

Selain itu, kata Mardani, komite ini juga sepakat bahwa persoalan konflik seperti India-Pakistan akan diselesaikan dengan pendekatan diplomasi yang mengedepankan peacefully (perdamaian).

"Jangan mengedepankan pendekatan yang nanti justru membuat Chaos. Tadi ada cerita tentang Uighur, dibahas juga dan kita katakan China itu bukan sesuatu yang harus selalu dilawan, tapi kita paksa untuk China duduk bersama agar memberikan equal treatment pada saudara-saudara kita yang ada di Uighur," urainya.

"Ada juga cerita Boko Haram, itu melakukan teror terus-menerus kepada saudara kita yang non-muslim di Nigeria. Jadi tadi satu per satu diangkat, dan kita bahagia Indonesia menjadi tempat spirit of humanity and spirit of solidarity blossom up," lanjut Mardani.

Mardani pun mengatakan PUIC diharapkan dapat terus menularkan semangat solidaritas dan persaudaraan kepada masyarakat dunia, khususnya bagi umat Islam yang tinggal di negara dengan mayoritas non-muslim yang terkadang muncul masalah Islamofobia. Termasuk juga bagi umat non-muslim yang tinggal di negara-negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam seperti negara-negara OKI.

Menurut Mardani, cara pandang terhadap kaum terpinggirkan perlu diperbaiki dan menjadi resolusi yang berbasis kemanusiaan dan solidaritas.

"Islamofobia menjadi salah satu yang kita angkat, termasuk juga Kristenfobia dan lain-lain. Itu salah," tegasnya.

"Islamofobia itu salah, karena bukan hanya orang Islam korbannya, tapi cara pandangnya yang menganggap pihak lain itu lebih rendah, lebih lemah dan lebih buruk ketimbang kita, itu yang harus diperbaiki. Karena itu resolusi kita basisnya humanity, kemanusiaan dan solidarity," pungkas Mardani.

tag: #dpr  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
PEMPEK GOLDY
advertisement
KURBAN TS -DD 2025
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement