TEROPONGSENAYAN.COM, Jakarta - Skandal yang Mengguncang Industri Migas
Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali menorehkan babak baru dalam pemberantasan korupsi energi. Kasus dugaan korupsi minyak mentah dan produk kilang di tubuh PT Pertamina (Persero), sub-holding, serta Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) untuk periode 2018–2023 menyeruak ke permukaan. Nilai kerugian negara ditaksir fantastis—menembus Rp193,7 triliun, menjadikannya salah satu skandal migas terbesar dalam sejarah Indonesia.
Penyidikan ini bukan sekadar kasus hukum, tetapi cermin rapuhnya tata kelola energi nasional. Energi, yang seharusnya menjadi penopang kedaulatan bangsa, justru dijadikan ladang bancakan elite birokrasi, korporasi, hingga jejaring internasional.
---
Timeline Investigasi
Awal 2024 – Kejagung mulai mengendus adanya praktik curang dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang Pertamina. Dugaan awal mencakup manipulasi harga dan pengaturan kontrak.
Maret 2025 – Tim Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejagung memeriksa 9 saksi awal, melibatkan pejabat SKK Migas, Ditjen Migas, Pertamina, hingga pihak eksternal. Di antara yang diperiksa terdapat figur publik otomotif Fitra Eri yang diduga terkait konsultasi teknis.
April–Mei 2025 – Penggeledahan dilakukan di beberapa kantor, termasuk Ditjen Migas. Para penyidik mulai mengumpulkan dokumen transaksi, kontrak jual-beli minyak, serta bukti elektronik.
Juni 2025 – Gelombang pertama penetapan tersangka diumumkan. Nama-nama dari internal Pertamina dan pejabat terkait mulai masuk radar Kejagung.
10 Juli 2025 – Kejagung menetapkan 9 tersangka gelombang kedua, antara lain Mohammad Riza Chalid (MRC), Hanung Budya Yuktyanta (HBY), Toto Nugroho (TN), Alfian Nasution (AN), Dwi Sudarsono (DS), Hasto Wibowo (HW), Arief Sukmara (AS), serta dua pihak swasta Martin Haendra (MH) dan Indra Putra (IP).
Delapan orang langsung ditahan selama 20 hari. Riza Chalid tidak memenuhi panggilan penyidik.
Juli–Agustus 2025 – Penyidikan diperluas. Kejagung memanggil Djoko Siswanto (Kepala SKK Migas), ES (eks Dirjen Migas), dan sejumlah pejabat Pertamina dari level junior officer hingga senior vice president. Fokus penyidikan diarahkan pada rantai perdagangan minyak, peran perusahaan perantara, dan keterlibatan lembaga regulator.
Agustus 2025 (terbaru) – Kejagung kembali memeriksa pejabat tinggi di SKK Migas, Ditjen Migas, dan Pertamina untuk memperkuat berkas perkara. Kasus kini memasuki tahap finalisasi penyidikan dan pemberkasan untuk pelimpahan ke pengadilan.
---
Para Tersangka dan Modus Operandi
Kejagung menyebut bahwa modus korupsi ini berlapis:
Manipulasi harga minyak mentah dan produk kilang.
Pengaturan kontrak jual-beli minyak melalui perusahaan perantara (trader).
Penyalahgunaan wewenang dalam tender dan penunjukan mitra.
Kolusi antara pejabat Pertamina, SKK Migas, Ditjen Migas, dan mitra internasional.
---
Analisis: Akar Masalah Tata Kelola Migas
1. Transparansi lemah – perdagangan minyak masih tertutup, memunculkan celah mafia.
2. Tumpang tindih kewenangan – Ditjen Migas, SKK Migas, dan Pertamina sering tumpang tindih, menciptakan ruang regulatory capture.
3. Oligarki energi dominan – kasus ini memperlihatkan bagaimana oligarki migas menguasai jalur perdagangan energi nasional.
4. Budaya korupsi institusional – keterlibatan pejabat dari level junior hingga direksi menunjukkan masalah sistemik.
---
Implikasi Strategis
Ekonomi nasional terancam – kerugian Rp193,7 triliun dapat memukul APBN.
Kepercayaan publik runtuh – Pertamina dianggap lebih melayani elite ketimbang rakyat.
Kedaulatan energi tergerus – ketergantungan pada trader asing memperlihatkan lemahnya kontrol negara.
Tekanan politik bagi pemerintah Prabowo – publik menunggu bukti komitmen clean government.
---
Jalan Keluar: Reformasi Tata Kelola Energi
Membongkar peran trader minyak, wajibkan pembelian langsung dari KKKS.
Revisi regulasi agar tidak terjadi tumpang tindih otoritas.
Transparansi digital dalam pengadaan dan distribusi minyak.
Terapkan RUU Pembuktian Terbalik bagi pejabat migas.
Putus keterlibatan oligarki dalam tata niaga energi.
---
Penutup
Skandal minyak mentah Pertamina bukan sekadar kasus hukum, melainkan pertarungan antara negara dan oligarki. Energi adalah urat nadi bangsa. Jika nadi ini dikuasai mafia, kedaulatan hanya tinggal slogan.
Kasus ini menjadi batu ujian: apakah pemerintah berani menegakkan hukum sampai ke akar oligarki migas, atau justru membiarkan rakyat kembali menjadi korban kutukan sumber daya.
Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.
tag: #