Oleh Ariady Achmad pada hari Rabu, 12 Nov 2025 - 13:36:38 WIB
Bagikan Berita ini :

Nasional Demokrat dan Sosialisme Demokrat: Dua Jalan dalam Satu Bingkai Kebangsaan

tscom_news_photo_1762929398.jpg
Soekarno (Sumber foto : Istimewa)

Jakarta, TEROPONGSENAYAN.COM - Di tengah gelombang perubahan global dan krisis keadilan sosial yang kian terasa di berbagai penjuru dunia, dua istilah kembali relevan untuk kita renungkan: Nasional Demokrat dan Sosialisme Demokrat.
Dua istilah yang sekilas tampak berbeda, namun sesungguhnya memiliki jembatan pemikiran yang kokoh bila dibaca dalam konteks keindonesiaan.
Keduanya bisa menjadi dua jalan yang berpadu dalam satu bingkai: Pancasila.


---

Nasional Demokrat: Demokrasi yang Berjiwa Kebangsaan

“Nasionalisme bukanlah kebencian kepada bangsa lain, tetapi cinta yang mendalam kepada bangsamu sendiri,” ujar Soekarno dalam salah satu pidatonya di awal kemerdekaan.
Dalam pandangan Bung Karno, nasionalisme bukanlah tembok pemisah, melainkan jembatan solidaritas menuju kemanusiaan yang lebih luas.

Inilah esensi dari gagasan Nasional Demokrat — perpaduan antara nasionalisme inklusif dan demokrasi substantif.
Nasionalisme yang tidak sempit dan eksklusif, melainkan terbuka terhadap kemajuan, berakar pada sejarah, dan berpihak pada rakyat.
Demokrasi yang tidak berhenti pada pemilu, tetapi hidup dalam partisipasi rakyat untuk menentukan arah kebijakan dan masa depan bangsanya.

Sebagaimana pernah ditegaskan Mohammad Hatta, “Demokrasi politik tanpa demokrasi ekonomi adalah setengah demokrasi.”
Pernyataan ini menegaskan bahwa kemerdekaan sejati tidak cukup hanya dengan hak memilih dan berbicara; ia harus diwujudkan dalam pemerataan kesejahteraan dan kemerdekaan dari kemiskinan.
Nasionalisme yang berjiwa demokratis berarti memperjuangkan kedaulatan rakyat secara menyeluruh — politik, ekonomi, dan sosial — tanpa kehilangan jati diri bangsa.

Nasional Demokrat menempatkan negara bukan sebagai alat kekuasaan, melainkan sebagai pelindung kepentingan nasional dan pengayom rakyat.
Ia berpijak pada keyakinan bahwa negara kuat hanya dapat lahir dari rakyat yang berdaulat dan bermartabat.


---

Sosialisme Demokrat: Keadilan Sosial Melalui Demokrasi

Berbeda dari Nasional Demokrat yang berangkat dari semangat kebangsaan, Sosialisme Demokrat tumbuh dari kesadaran sosial bahwa kebebasan politik tanpa keadilan ekonomi hanyalah ilusi.

“Tidak akan ada kebebasan sejati tanpa keadilan sosial,” kata Olof Palme, Perdana Menteri Swedia yang menjadi simbol sosialisme demokrat dunia.
Palme percaya bahwa negara memiliki tanggung jawab moral untuk melindungi yang lemah dari tirani pasar dan kekuasaan ekonomi.

Dalam semangat yang sama, Willy Brandt, Kanselir Jerman Barat dan peraih Nobel Perdamaian 1971, menegaskan:
“Demokrasi harus berarti lebih dari sekadar kebebasan memilih. Ia harus berarti kesempatan yang setara untuk hidup bermartabat.”

Sosialisme Demokrat menolak ekstremisme ideologis. Ia bukan komunisme yang meniadakan kepemilikan pribadi, tetapi juga bukan kapitalisme yang membiarkan kesenjangan tumbuh tanpa batas.
Ia menuntut keseimbangan: pasar tetap berjalan, tetapi negara hadir sebagai pengatur agar pertumbuhan ekonomi tidak menindas martabat manusia.

Sutan Sjahrir, dalam pemikirannya yang jauh melampaui zamannya, menulis:
“Demokrasi hanya mungkin hidup di mana terdapat keadilan sosial. Tanpa keadilan sosial, demokrasi akan menjadi alat kaum kuat.”
Sjahrir, dengan orientasi sosial-demokratiknya, menempatkan manusia dan kebebasan individu dalam pusat politik kebangsaan.
Ia melihat sosialisme bukan sebagai ideologi kaku, melainkan etika sosial untuk menegakkan martabat manusia.


---

Dua Jalan, Satu Bingkai: Pancasila sebagai Titik Temu

Dalam lanskap ideologis Indonesia, Pancasila adalah ruang temu antara nasionalisme dan sosialisme, antara kebangsaan dan kemanusiaan.
Ia adalah ideologi terbuka yang menyerap nilai-nilai terbaik dari keduanya tanpa kehilangan akar kebudayaan Nusantara.

Sila ketiga, Persatuan Indonesia, mencerminkan semangat Nasional Demokrat — membangun negara yang berdaulat, kuat, dan berdaulat dalam kebinekaan.
Sila kelima, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, merupakan roh Sosialisme Demokrat — menegakkan kesejahteraan dan solidaritas sebagai wujud kemanusiaan.

Sebagaimana dikatakan Tony Benn, tokoh kiri Inggris yang legendaris,
“Politik yang sejati adalah soal siapa yang memiliki kekuasaan, untuk kepentingan siapa kekuasaan itu digunakan, dan dengan cara apa rakyat dapat mengendalikannya.”
Kutipan ini relevan bagi Indonesia yang tengah berjuang membebaskan diri dari cengkeraman oligarki dan kepentingan sempit.

Dengan memadukan nilai Nasional Demokrat dan Sosialisme Demokrat, kita sesungguhnya sedang meneguhkan kembali politik bernurani: politik yang tidak sekadar mengejar kemenangan elektoral, tetapi menumbuhkan keadilan dan solidaritas sosial.


---

Menuju Demokrasi yang Bernurani

Demokrasi sejati bukan hanya tentang menghitung suara, tetapi tentang menegakkan harkat manusia.
Demokrasi tanpa moralitas akan jatuh menjadi kekuasaan yang buta; nasionalisme tanpa keadilan akan melahirkan tirani mayoritas.

Karena itu, Indonesia membutuhkan paradigma baru — demokrasi yang bernurani nasional dan berjiwa sosial.
Demokrasi yang menggabungkan cinta tanah air dengan empati kemanusiaan.
Demokrasi yang melindungi yang lemah tanpa menindas yang kuat, dan memajukan bangsa tanpa kehilangan jiwa rakyatnya.


---

Penutup

Soekarno pernah berpesan,

> “Bangunlah suatu dunia di mana semua bangsanya hidup dalam damai dan persaudaraan.”

Dan Willy Brandt menambahkan dari seberang samudra,

> “Kemanusiaan adalah tugas politik yang paling luhur.”

Dalam dua kalimat itu, sesungguhnya kita menemukan semangat yang sama:
Nasional Demokrat dan Sosialisme Demokrat adalah dua jalan menuju cita-cita yang satu — Indonesia yang berdaulat, adil, dan manusiawi.

Dirgahayu Partai Nasdem ke 14.

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
thejoint
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement
Lainnya
Opini

Peneliti Spektrum Demokrasi Indonesia: Kasus Ledakan SMAN 72 Harus Jadi Momentum Reformasi Sekolah Aman dan Bebas Perundungan

Oleh Dwi Nugroho Marsudianto
pada hari Rabu, 12 Nov 2025
JAKARTA – Peneliti Spektrum Demokrasi Indonesia Dwi Nugroho Marsudianto menegaskan ledakan yang mengguncang SMA Negeri 72 Jakarta pada Jumat (7/11) lalu, bukan sekadar insiden kriminal yang ...
Opini

Zohran Mamdani: Kemenangan Bersejarah di Pemilihan Walikota New York 2025

Pada 4 November 2025, Zohran Mamdani, anggota Dewan Negara bagian New York dari Partai Demokrat, berhasil memenangkan pemilihan walikota New York dengan memperoleh 50,4% suara, mengalahkan mantan ...