Opini
Oleh Ariady Achmad pada hari Kamis, 14 Apr 2016 - 08:47:03 WIB
Bagikan Berita ini :

Menguji Jokowi Menangani BPK vs Ahok

78d0d202525e3a7f8d28cb99ecbe03e558cbfe7d6e.jpg
Kolom Obrolan Pagi Bareng Ariady Achmad (Sumber foto : Ilustrask)

Tanggapan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok terhadap hasil audit investigasi BPK memasuki tahapan yang mengkhawatirkan. Jika tidak dikelola dengan tepat, bukan tidak mungkin bisa bergerak liar yang mengganggu proses kehidupan kenegaraan maupun berbangsa.

Sebab polemik yang terjadi lebih mengarah ke pembentukan persepsi publik melalui media, ketimbang menguji kebenaran substansi. Hampir tak ada pihak yang bisa menjadi penengah. Padahal yang bersilang-sengketa masing-masing membawa nama lembaga pemerintah/negara.

Tak mengherankan jika sejumlah legislator, senator maupun publik heran dan mengkhawatirkan peristiwa ini. Bahkan bukan tidak mungkin ada pihak-pihak yang terus mencermati peristiwa ini untuk kepentingan tertentu. Sebab, kondisi seperti ini berpotensi menjadi semacam juris prudensi.

Tak hanya itu, silang pendapat yang terjadi menjadi tidak seimbang hanya karena pihak Ahok ngotot menolak temuan BPK. Bukan membantah dengan argumentasi berdasarkan data maupun fakta yang kuat. Namun lebih mengandalkan alasan maupun pertimbangan subjektifitas personal.

Apakah Ahok lupa bahwa pemeriksaan BPK dilakukan terhadap Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang sekarang dia sebagai gubernurnya. BPK bukan memeriksa Ahok sebagai pribadi. Dan rasanya itupun tak pernah dilakukan BPK. Sebab, data dan fakta yang diperiksa BPK sumbernya dari Pemprov DKI Jakarta.

BPK bukan hanya menggunakan standar prosedur audit yang profesional namun juga memiliki kekuatan hukum karena obyek pemeriksaan adalah lembaga negara/pemerintah. Selain itu juga memiliki mekanisme kontrol berlapis-lapis, baik dalam hal teknis maupun etika auditor.

Itu semua dilakukan karena hasil temuan BPK bersifat final dan mengikat. Mengingat yang menjadi obyek pemeriksaan adalah keuangan negara yang disalurkan ke seluruh lembaga negara/pemerintah. Sehingga produk hasil pemeriksaan BPK secara otomatis memiliki dasar dan kekuatan hukum.

Maka rasanya jalan paling tepat jika menyoal hasil pemeriksaan BPK adalah jalur hukum atau melalui pengadilan. Bukan mengumbar kekesalan didepan khalayak. Sebab, hakim di pengadilan yang paling memiliki kewenangan menguji dan menentukan sengketa hukum.

Kita mengkhawatirkan krisis ketatanegaraan bisa terjadi jika hal ini terus bergerak liar. Atau sulit membayangkan apa yang terjadi jika hasil pemeriksaan BPK juga disoal pemerintah pusat ataupun pemerintah daerah maupun lembaga negara/pemerintah. Rasanya kepemimpinan Presiden Jokowi ikut pula diuji dalam hal ini.(*)

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
thejoint
advertisement
HUT R1 2025 AHMAD NAJIB
advertisement
HUT RI 2025 M HEKAL
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement
Opini Lainnya
Opini

80 Tahun Merdeka: Kembalikan Penerimaan Negara ke Pasal 33 UUD 1945 Demi Keadilan Sosial

Oleh Ir.Ali Wongso Sinaga , Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional SOKSI
pada hari Jumat, 15 Agu 2025
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Tahun 2025 menandai 80 tahun Indonesia merdeka. Momentum ini seharusnya menjadi ajang refleksi jujur, bukan sekadar seremoni. Salah satu persoalan strategis yang perlu ...
Opini

Pati: Pemantik di Tengah Tekanan Fiskal dan Sosial

1. Pati Sebagai Titik Nyala Gelombang demonstrasi di Pati bukan sekadar protes lokal. Ia adalah gejala dari keretakan yang lebih dalam: antara ambisi fiskal pemerintah pusat dan daya tahan ekonomi ...