JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) mengizinkan PT Freeport Indonesia untuk mengekspor konsentratnya selama enam bulan ke depan.
Menteri Energi sumber Daya dan Mineral (ESDM) Ignasius Jonan menegaskan, pemberian izin ekspor sementara kepada PT Freeport bukan berkaitan dengan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
"Yang menjadi sementara itu selalu izin ekspornya, karena tiap enam bulan kita akan review," kata Jonan seusai menghadap Presiden Joko Widodo di Istana kepresidenan Jakarta, Kamis (6/4/2017).
Ini merupakan bentuk keringanan KESDM yang hingga kini PT Freeport belum memenuhi berbagai persyaratan yang diwajibkan pemerintah. Kewajiban itu di antaranya, divestasi saham sebesar 51 persen, membangun smelter dan mengubah kontrak karya menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK).
Jonan mengungkapkan, awalnya Freeport menolak menerima perubahan dari kontrak karya ke IUPK, namun setelah berunding selama tiga bulan akhirnya perusahaan pertambangan itu menerimanya.
"Karena kalau tidak menerima perubahan kontrak karya menjadi rezim izin, yaitu IUPK, ya tidak bisa ekspor," kata Jonan.
Mantan Menteri Perhubungan ini menjelaskan, tidak harus semua pemegang kontrak karya itu mengubah menjadi IUPK, jika mereka sudah memiliki kegiatan pengolahan dan pemurnian (smelter).
"Sebenarnya tidak harus kalau pemegang kontrak karya sudah membuat kegiatan pengolahan dan pemurnian. Itu tetap izinnya kontrak karya nggak apa-apa, sampai kontraknya berakhir," ungkap Jonan.
Ia mencontohkan, banyak perusahaan tambang mineral logam yang mempertahankan kontrak karya, tapi mereka tidak harus mengubah menjadi IUPK karena mereka sudah melakukan usaha pengolahan dan pemurnian.
Jonan mengatakan bahwa Freeport dalam status kontrak karya tetap bisa menambang dan menjual hasil ke dalam negeri tidak masalah, namun tidak bisa ekspor.
"Akhirnya (Freeport) mau sama IUPK. Kita malah kasih delapan bulan dari Februari, atau enam bulan dari sekarang," kata Jonan.
Dia mengatakan izin ekspor Freeport ini akan dievaluasi terkait pembangunan smelter.
"Kalau bangun smelter kita akan cek di lapangan tiap tiga bulan kita kirim verifikator independen. cek ada progresnya nggak," jelasnya.
Dia juga mengatakan, dalam enam bulan ke depan ini juga akan dilanjutkan perundingan masalah perpajakan dan retribusi.
"Itu termasuk itu. Kalau nanti setelah enam bulan mereka tidak membuat smelter, tidak ada progress smelter dan sebagainya, ya kita cabut izin ekspornya. Yang sementara itu izin ekspor, bukan IUPK," tegas Jonan.(yn)