JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Sebagian publik menduga tuntutan ringan terhadap Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), terdakwa kasus penistaan agama lantaran adanya intervensi pihak tertentu. Tuntutan tersebut berbeda sama sekali dengan yurisprudensi selama ini.

Namun, Jaksa Agung HM Prasetyo membantah adanya intervensi dalam tuntutan tersebut.

“Kejaksaan tak pernah bekerja dibawah tekanan atau intervensi," tegas Prasetyo di Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat (21/4/2017).

Tak hanya itu, Prasetyo pun menolak jika JPU disebut sengaja menghilangkan satu pasal, yakni Pasal 155 KUHP dalam menjerat gubernur DKI Jakarta tersebut.

"Jadi yang terbukti oleh Jaksa adalah pasal 156 (KUHP), bukan dihilangkan (pasal 155), tetap ada pasal itu. Tetapi dijelaskan dari fakta persidangan dan bukti yang ada ternyata yang lebih dinyatakan terbukti adalah Pasal 156," dalihnya.

Dalam tuntutan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, Kamis (20/4/2017) kemarin, Ahok dianggap secara sah dan meyakinkan telah bersalah dan memenuhi unsur Pasal 156 KUHP dengan hukuman pidana 1 tahun penjara dengan masa percobaan 2 tahun.

JPU, menurut Prasetyo, telah meninjau semua bukti-bukti dan fakta hukum dalam menyusun tuntutan terhadap Ahok.

Mantan anak buah Surya Paloh di Partai NasDem itu pun menanggapi isu yang menyebutkan JPU menghilangkan pasal UU ITE dalam kasus Ahok. Dia menegaskan dalam perkara Ahok tidak ada pasal Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektroni (UU ITE).

"Semua ditinjau, dianalisis. Sidang sampai ditunda juga karena untuk meninjau itu (fakta-fakta hukum), itu lah fakta hukumnya. Ada yang mengatakan pasal ITE-nya dihilangkan, jangan salah persepsi," ujarnya.(yn)