Opini
Oleh Asyari Usman (Wartawan Senior) pada hari Sabtu, 29 Jul 2017 - 18:16:53 WIB
Bagikan Berita ini :

Sekjen PDIP Tidak Terima Partainya Disamakan dengan PKI

82IMG_20170201_194417.jpg
Asyari Usman (Wartawan Senior) (Sumber foto : Istimewa )

Hasto Kristiyanto, Sekjen PDIP, menolak ucapan, tudingan, atau labelisasi, bahwa PDIP sama dengan PKI. Di acara peringatan kerusuhan 27 Juli 1996 (upaya pengambilalihan paksa kantor DPP PDIP di Menteng), Hasto mengatakan PDIP hadir betul-betul menyelesaikan masalah rakyat kecil di bawah ideologi Pancasila.

Ini poin pertama. Ada satu lagi poin penting dari Hasto. Dia menekankan bahwa PDIP dulu digencet dan mau dihabisi oleh penguasa di zaman Orde Baru. Tetapi, kata dia, Megawati Soekarnoputri menempuh jalur hukum meskipun ada momentum untuk menggerakkan revolusi pada waktu terjadi peristiwa Kerusuhan 27 Juli (Kudatuli).

Kita mulai dari poin kedua, bahwa PDIP ditindas oleh Orde Baru. Fakta sejarah membenarkan ini. Dengan segala cara, PDIP dianiaya oleh penguasa waktu itu. Klaim ini tidak salah.

Tapi, anehnya, PDIP belakangan ini memberikan tempat kepada sejumlah pelaku penindasan terhadap partai Bu Mega itu, termasuk seorang mantan jenderal. Mereka dibawa masuk bertamu ke kandang Banteng. Mereka dijadikan sahabat akrab. Tidak hanya berteman, mereka malah dijadikan narasumber untuk membangun koalisi politik pendukung Joko Widodo (Jokowi). Sulit dipahami mengapa.

Yang jelas, sungguh sangat mencengangkan ketika seorang jenderal yang pernah memusuhi PDIP, tanpa malu-malu, ikut memperkuat tim pemenangan Jokowi ketika kampanye pilpres 2014. Mereka berubah menjadi akrab sekali dengan Bu Mega.

Jenderal itu adalah bekas Pangdam Jaya yang ikut bertanggung jawab dalam peristiwa Kudatuli. Beliau ini malah diberi hadiah kepala intelijen di kabinet awal Jokowi. Ada lagi mantan jenderal yang disebut-sebut dalam pembunuhan aktivis HAM, Munir Said Thalib, di tahun 2004. Jenderal ini pun bergaul akrab dengan tokoh senior PDIP dan kemudian diangkat menjadi penasihat Jokowi.

Betul sekali bahwa penindasan terhadap PDIP oleh rezim Orde Baru cukup brutal. PDIP dizolimi. Tetapi, herannya, sejak PDIP mengambil posisi sebagai partai yang berkuasa di era Jokowi, partai ini pelan-pelan juga bergeser menjadi kekuatan politik yang mendukung kekuasaan represif. Dan, PDIP pun sekarang ingin melanggengkan kekuasaan dengan cara-cara yang dulu dilakukan oleh Orde Baru.

Begitu yang saya pahami, Pak Hasto.

Kemudian tentang penyamaan PDIP dengan PKI. Menurut saya tuduhan ini mungkin juga berlebihan. Tetapi, “niat baik” PDIP untuk mengayomi kelompok-kelompok minoritas, termasuk orang yang punya kaitan historis dengan PKI, memang bisa mengundang orang untuk berkomentar miring.

Misalnya, di luar sana banyak orang mempertanyakan kenapa PDIP mempromosikan orang yang menyukai paham komunisme, atau bahkan anak keluarga PKI. Salah seorang diantaranya adalah Ribka Tjiptaning yang duduk di Komisi IX DPR-RI dari PDIP. Ribka menulis buku “Aku Bangga Menjadi Anak PKI”.

Kemudian ada lagi anggota DPR dari PDIP, Rieke Dyah Pitaloka, yang disebut-sebut bersimpati pada para keluarga eks-PKI. Bagi sebagian orang, sikap Mbak Rieke itu tentu boleh-boleh saja. Tetapi, ada banyak orang lain yang mengangap itu bagian dari sebuah misi.

Terus, ada sejumlah kader PDIP yang berideologi kiri atau kekiri-kirian dan menunjukkan kebanggaan sebagai penganut paham kiri. Lagi-lagi bukan masalah di mata warga PDIP, namun dipandang negatif oleh banyak orang lain.

Jadi, Pak Hasto, menurut hemat saya pimpinan PDIP pantas merasa gerah terhadap tuduhan orang bahwa PDIP sama dengan PKI. Setuju bahwa stigma ini belum tentu benar. Namun demikian, pantas juga Anda renungkan mengapa ada orang yang melontarkan tuduhan atau tudingan semacam itu.

Perlu dijawab apakah tuduhan ini tidak beralasan sama sekali. Atau, apakah harus dilakukan modifikasi pepatah tua yang berbunyi “Ada asap, ada api” menjadi “Ada asap, tidak harus ada api”.(*)

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
IDUL FITRI 2024
advertisement
IDUL FITRI 2024 MOHAMAD HEKAL
advertisement
IDUL FITRI 2024 ABDUL WACHID
advertisement
IDUL FITRI 2024 AHMAD NAJIB
advertisement
IDUL FITRI 2024 ADIES KADIR
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Ahlan Wa Sahlan Prabowo Sang Rajawali!

Oleh Syahganda Nainggolan
pada hari Rabu, 24 Apr 2024
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Mahkamah Konstitusi sudah memutuskan Prabowo Subianto sah sebagai Presiden RI ke delapan. Itu adalah takdir Prabowo yang biasa dipanggil 08 oleh koleganya. Keputusan MK ...
Opini

Jalan Itu Tidaklah Sunyi

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --"Jika Mamah jadi penguasa apakah Mamah akan menjadikan anak Mamah pejabat saat Mama berkuasa?" Itu pertanyaan anakku malam ini. Aku mendengarkan anakku ini. ...