PURWODADI (TEROPONGSENAYAN)--Sebagai bangsa, Indonesia saat ini mengalami degradasi batas-batas kepatutan. Kasus-kasus mega korupsi, seperti KTP-el menjadi salah satu pemicunya. Begitupun penyikapan para pihak yang terlibat kasus ini amat merisaukan publik.
Ketua Institut Harkat Negeri (IHN) Sudirman Said mengungkapkan hal itu dalam dialog dengan aktivis Komunitas Caping Gunung di Purwodadi, Jawa Tengah, Senin (9/10/2017) malam.
"Republik sedang mengalami penurunan batas-batas kepatutan. Sekarang korupsi dalam jumlah miliaran dianggap kecil setelah ada kasus mega korupsi KTP elektronik senilai Rp 2,5 triliun. Tokoh nasional mempermainkan hukum, membohongi publik dianggap hal biasa," ucap Sudirman dalam pesan tertulis yang diterima redaksi.
Dalam pandangan Sudirman ini tidak bisa dibiarkan. Karena bangsa-bangsa yang hebat adalah yang menjunjung tinggi etika, etos kerja, dan daya juangnya. "Sebaliknya Korupsi, pemerkosaan hukum, dan pelanggaran etika dan nilai luhur akan menggerogoti kekuatan kita sebagai bangsa," tegasnya.
Dalam kesempatan itu Sudirman juga menyoroti banyaknya kepala daerah dan anggota legislatif yang tertangkap tangan karena kasus korupsi. Padahal kepala daerah adalah pemimpin yang seharusnya menjadi panutan atau contoh bagi rakyatnya.
"Tugas pemimpin politik itu kan dua hal. Pertama memberikan manfaat bagi kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, dengan mencapai target dan janji-janji ketika berkampanye. Kedua, menjadi panutan dan memberi teladan dalam perilaku dan nilai-nilai luhur bagi masyarakatnya," terang Sudirman.
Sudirman juga memprihatinkan banyaknya kepala daerah, mulai dari Bupati, Waikota, sampai Gubernur yang terseret dalam kasus-kasus korupsi.
"Kepala Daerah yang terlibat korupsi adalah mereka yang lupa batas antara urusan pribadi dengan urusan publik. Jadi kalau mau menghidari korupsi, sederhana resepnya: sadar akan posisinya dan jangan campur adukkan urusan pribadi dengan urusan pekerjaan, " terang Sudirman yang juga Calon Gubernur Jawa Tengah.
Ditanya oleh yang hadir bagaimana meyakinkan masyarakat bahwa jika jadi Gubernur tidak akan mengikuti jejak kepala daerah yang terkena kasus, Sudirman menjelaskan: "lihat track record seseorang. Dan kalau saya jadi Gubernur saya akan mengawali setiap pidato dan rapat dengan peringatan kepada yang hadir unuk menghindari korupsi. Karena korupsi itu musuh terbesar bangsa ini, dan sumber penderitaan bagi rakyat banyak.
Kalau para pemimpin dan para pembuat hukum terjerat kasus korupsi, maka layak jika disebut negara berada dalam keadaan darurat korupsi. Harus ada upaya-upaya ekstra guna mengatasi kedaruratan itu agar korupsi tidak menjadi budaya.
"Kalau sudah jadi budaya, harkat kita sebagai sebuah bangsa hancur," pungkas Sudirman.(dia)