Opini
Oleh Tony Rosyid (Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa) pada hari Kamis, 18 Okt 2018 - 13:55:35 WIB
Bagikan Berita ini :

Untuk "Wong Cilik" Anies Menata Jakarta

12tonyrashid.jpg
Tony Rosyid (Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa) (Sumber foto : ist)

Pro "wong cilik" itu tidak harus berpenampilan ndeso, blusukan, pakai sandal jepit, lempar-lempar bingkisan, "andum" sertifikat atau bagi-bagi sepeda. Pro "wong cilik" itu tidak harus pamer kata "kami pro wong cilik".

Gak harus bengak-bengok dan bilang: "kami partainya wong cilik". Pro "wong cilik" itu BBM murah, listrik murah, Tol juga murah. Ora mahal. Pro "wong cilik" itu tidak ada impor, kecuali terpaksa. Gak over load dan ugal-ugalan. Kasihan para petani, hasil pertanian kurang laku dan petani pada susah. Mereka itu "wong cilik". Pro "wong cilik" itu tidak menyusahkan petani.

Pro "wong cilik" itu punya empati kepada mereka yang hidup di kawasan kumuh, bukan menggusurnya, tapi menata dan merapikannya. Pro "wong cilik" juga tidak rela melihat para nelayan kehilangan mata pencaharian karena proyek "reklamasi". Bukan malah mendukungnya.

"Wong cilik" iku sopo? Ya petani, nelayan, tukang ojek, pedagang kaki lima, warga yang tak punya tempat tinggal alias "ngontrak", anak-anak yang orang tuanya gak mampu membiayai sekolah mereka, keluarga yang hidup di kawasan kumuh, warga yang kesulitan biaya ketika sakit dan para pengangguran yang kalah bersaing dengan tenaga-tenaga kerja dari China. Mereka bukan "komoditas politik". Bukan barang jualan kampanye. Bukan alat pencitraan. Mereka adalah warga negara yang riil adanya. Pro "wong cilik" berarti berpihak kepada mereka, buat program nyata untuk mengatasi problem mereka, berada di pihak mereka ketika mereka dipinggirkan.

Pro "wong cilik" itu suatu tindakan. Bukti nyata yang bisa dirasakan oleh mereka yang disebut "wong cilik". Tidak sesaat, dan hanya musim kampanye. Tapi konstan, terus menerus, untuk jangka panjang.

Pro "wong cilik" itu kebijakan yang menguntungkan buat hidup mereka, dan masa depan mereka. Pro "wong cilik" itu memberi ruang buat mereka agar berkesempatan hidup layak dan punya harapan masa depan.

Pro "wong cilik" itu berpihak pada mereka ketika mereka tergusur karena menjadi pihak yang lemah. Pro "wong cilik" bukan berhadap-hadapan dengan 'orang besar". Tetapi, memastikan "wong cilik" tidak jadi korban kesewenang-wenangan "orang besar". Pro "wong cilik" itu memberi keadilan bagi mereka yang tidak mampu mengupayakan keadilan bagi dirinya sendiri karena keadaan dan posisinya yang lemah. Itulah pentingnya penguasa dihadirkan.

Anies hadir di Jakarta, dipilih untuk mengurus warga Jakarta. Diantara tugasnya memastikan keadilan itu merata. Jakarta tidak boleh hanya dinikmati oleh mereka yang makmur, tapi juga untuk mereka yang sedang berjuang memperbaiki nasib hidupnya.

Pro "wong cilik" itu ikhtiar memperjuangkan keadilan bagi mereka. Mengupayakan kesetaraan dalam semua aspek kehidupan warga. Urusannya pada kerja cerdas, kerja keras dan kerja terarah. Tidak ada hubungannya dengan penampilan, apalagi pencitraan.

Pro "wong cilik"" sama sekali tidak ada kaitannya dengan wajah, mimik, gaya bicara, model berjalan dan pola berpakaian. Tidak soal jika seorang gubernur berpakaian layak untuk menjaga etika, kehormatan dan formalitas jabatan. Tapi hati, pikiran dan tindakannya tetap untuk mereka yang perlu diperjuangkan. Mereka adalah "wong cilik'.

Hati artinya rasa. Seorang pemimpin mesti bisa merasakan problem yang dihadapi rakyatnya. Hati tukang becak, pedagang kaki lima di Tanah Abang, tukang ojek di jalan Thamrin dan nelayan di kawasan Pantai Utara. Mereka butuh nafkah untuk melanjutkan hidup bagi keluarganya. Anies lindungi mereka, kasih ruang untuk mereka mencari nafkah. Meski dihujani kritik dan sejumlah stigma. Anies hadapi, karena ini risiko keberpihakan dan berjuang untuk keadilan. Anies harus berhadapan dengan pengembang reklamasi demi nelayan di Pantai Utara yang terancam mata pencahariannya.

Pikiran itu gagasan. Rumah DP 0%, kampung aquarium, "Lingko" sebagai program transportasi terintegrasi, Ok Oce, dan sejenisnya adalah buah pikiran yang menyediakan ruang bagi "wong cilik" untuk tumbuh dan berkembang mengejar kesataraan hidup. Nampaknya, Anies serius mengerjakan ini. Hasilnya sudah mulai dirasakan warga Jakarta.

Jadi, pro "wong cilik" itu mesti dilihat buktinya dalam satunya hati, gagasan, narasi dan tindakan yang hasilnya bisa dirasakan langsung oleh "wong cilik". Dan hasil itu mesti terukur. Dalam setahun, Anies nampak memberi bukti awal yang cukup meyakinkan. Masih ada waktu empat tahun lagi. Rakyat, khususnya yang hidup di Jakarta, sedang dan terus menunggu bukti selanjutnya. Bagaimana gebrakan Anies untuk memperjuangkan kesetaraan dan keadilan di Jakarta ini di empat tahun kedepan? Di hati, pikiran, tangan dan keberanian Anies "wong cilik" Jakarta sedang penuh harapan.

Jakarta, 18/10/2018

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #anies-baswedan  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
IDUL FITRI 2024
advertisement
IDUL FITRI 2024 MOHAMAD HEKAL
advertisement
IDUL FITRI 2024 ABDUL WACHID
advertisement
IDUL FITRI 2024 AHMAD NAJIB
advertisement
IDUL FITRI 2024 ADIES KADIR
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Ahlan Wa Sahlan Prabowo Sang Rajawali!

Oleh Syahganda Nainggolan
pada hari Rabu, 24 Apr 2024
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Mahkamah Konstitusi sudah memutuskan Prabowo Subianto sah sebagai Presiden RI ke delapan. Itu adalah takdir Prabowo yang biasa dipanggil 08 oleh koleganya. Keputusan MK ...
Opini

Jalan Itu Tidaklah Sunyi

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --"Jika Mamah jadi penguasa apakah Mamah akan menjadikan anak Mamah pejabat saat Mama berkuasa?" Itu pertanyaan anakku malam ini. Aku mendengarkan anakku ini. ...