JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Komisi IX DPR RI memastikan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan Kartu Indonesia Sehat (KIS) tetap berjalan baik.
Hal ini seiring pasca terbitnya keputusan Mahkamah Agung (MA) yang menerima gugatan uji materiil dari Perkumpulan Dokter Indonesia Bersatu (PDIB) tentang permohonan pencabutan Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan (Perdirjampelkes) pada tanggal 18 Oktober 2018 lalu.
"Komisi IX DPR RI memandang sangat penting untuk melakukan pengawasan terkait hal tersebut agar pelaksanaan program JKN-KIS tetap berjalan baik dan dapat meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan kepada masyarakat agar derajat kesehatan masyarakat dapat meningkat," kata Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Saleh Partaonan Daulay di Jakarta, Senin (29/10/2018).
Dengan adanya putusan MA itu, Saleh menilai BPJS Kesehatan sudah tidak memilki dasar hukum untuk melanjutkan aturan pembatasan layanan yang tertuang pada aturan Perdirjampelkes itu.
"Artinya, bahwa memang peraturan tersebut harus segera disesuaikan dengan putusan MA dalam waktu 90 hari sejak keputusan tersebut dikeluarkan," ujarnya.
"Kedepannya, tidak boleh lagi ada pembatasan-pembatasan akses masyarakat terhadap kesehatan," tambahnya.
Dalam menjalankan program JKN-KIS, Ketua DPP PAN Partai Amanat Nasional (PAN) itu mengatakan BPJS Kesehatan mengalami beberapa hambatan salah satunya adalah persoalan defisit.
Sejak diselenggarakannya program JKN-KIS tersebut, BPJS Kesehatan telah mengalami defisit yang cukup besar yaitu sebesar Rp 44,2 triliun.
"Untuk itu bentuk rekomendasi yang sudah kami berikan kepada pemerintah adalah menyesuaikan iuran berdasarkan aktualia sesungguhnya. Karena sekarang aktualianya sangat kecil, dan tidak sebanding dengan pelayanan yang diberikan," jelasnya.
"Kami berharap agar BPJS Kesehatan ini nantinya bisa memperbaiki sistem manajemen terutama dari sistem kepesertaannya," tuturnya.
Diketahui, BPJS Kesehatan menerbitkan tiga Perdirjampelkes sebagai upaya dalam melakukan penyempurnaan regulasi terkait pelayanan yang dijamin dalam program JKN.
Ketiga aturan baru tersebut yakni Peraturan Dirjen (Perdir) Nomor 2 Tahun 2018 tentang Penjaminan Pelayanan Katarak dalam Program Jaminan Kesehatan, Perdir Nomor 3 Tahun 2018 tentang Penjaminan Pelayanan Persalinan dengan Bayi Lahir Sehat, serta Perdir Nomor 5 Tahun 2018 tentang Penjaminan Pelayanan Rehabilitasi Medik.
Penyebab defisit atau mismatch yang dialami oleh BPJS Kesehatan pada umumnya disebabkan oleh nilai premi yang belum menggunakan perhitungan aktuaria secara penuh.
Selain itu terdapat perubahan pola penyakit di masyarakat yaitu meningkatnya penyakit katastropik. Jumlah biaya penyakit katastropik pada tahun 2016 sebesar Rp 14,692 triliun. (Alf)