Penting mana gimik atau data dalam berpolitik? Ada politisi yang menganggap penting gimik. Politisi lainnya menyebut data yang lebih penting. Politisi lainnya lagi bilang, dua-duanya penting.
Setiap politisi, tentu punya alasan memilih satu dari tiga versi jawaban di atas. Bebas. Toh masing-masing pilihan mempunyai ukuran masing-masing. Sekaligus, mempunyai tujuan dan orientasi masing-masing.
Apakah berpolitik dengan gimik benar-benar sesuai dengan panggung politik saat ini ? Sebaliknya, apakah berpolitik dengan data sejalan dengan realitas politik masa sekarang? Dua pertanyaan ini bisa menjadi alat ukur sebelum menentukan gaya berpolitik.
Dalam kondisi tertentu, berpolitik dengan gimik barangkali lebih efektif. Rangkaian kalimat persuasif, yang disisipi diksi-diksi istimewa, bakal menjelma menjadi gimik politik nan mempesona. Efeknya, publik pun tergoda dan diam-diam menerima gimik dari sang politisi.
Namun, dalam kondisi lain, justru berpolitik dengan data lebih mudah diterima. Setiap kata merujuk kepada data. Kata adalah data, dan data adalah kata. Berpolitik dengan gaya ini akan berujung kepada pencerahan. Inilah gaya politik yang kelak melahirkan politisi serta pemilih rasional.
Sekarang, pilihan ada di tangan politisi. Tetap percaya gimik, atau mulai berpolitik dengan data. (*)