Opini
Oleh ; Andi Hakim (Aktivis HMI) pada hari Selasa, 04 Des 2018 - 16:00:14 WIB
Bagikan Berita ini :

Politisi Mulai Menarik Jarak Komentari Aksi Reuni 212

23Aksi-Super-Damai-212.jpg.jpg
Ilistrasi Aksi Reuni 212 (Sumber foto : Ist)

Saiya merenungi ucapan tuan Heru. Ia berkata jika aksi kemarin betul-betul menunjukkan jika akar rumput umat Islam itu sudah bergerak dengan politik moral.

Massa dengan jumlah sebesar itu di jantung Ibu kota dan di depan Istana hanya membutuhkan satu dorongan ke gerbang Istana maka runtuhlah kewibawaan pemerintah.

Tidak akan ada polisi atau militer yang akan bermain api dengan melepaskan tembakan atau kekerasan pada massa sebesar itu. Mereka akan memilih mengikuti arus daripada memasang badan menanggung resiko delegitimasi dan menjadi musuh rakyat. Tidak akan ada partai politik yang akan membela karena aksi ini muncul dari inspirasi massa bawah. Tidak ada dalam sejarahnya politisi menantang kehendak publik, ini dapat difahami mengapa belakangan semakin banyak politisi dan partai politik menarik jarak untuk mengomentari aksi-aksi massa terutama yang membawa persoalan identitas agama.

Tetapi kerisauan itu tidak ada. Massa masih menghormati pemerintah dan pemerintahannya, mereka masih percaya pada demokrasi dan jalan damai. Mereka mencintai Indonesia dengan mengumandangkan lagu Indonesia raya dan takbir di lapangan Monas. bergemuruh membuka acara.

Massa aksi yang sama menciptakan revolusi di Tunisia, Mesir, Libya, Irak, dan Suriah. Di Paris bahkan massa membakar dan berkelahi dengan penjaga keamanan. Menistakan para pemimpinnya dan menelantarkan rakyatnya sebagai korban konflik bersenjata. Tetapi jumlah yang ratusan kali lebih besar dari yang pernah ada di lapangan At Tahri Kairo atau Arc d Trump ada di Monas. Mereka sama sekali tidak menghujat pemerintah, atau mengganggu hak siapa pun. Bahkan kembang dan rumput pun tidak pernah didzalimi dan jalan-jalan terjaga dari kotoran.

Ini adalah hal manifestasi politik baru massa umat Islam Indonesia. Sebuah gerakan moral dan partisipasi publik yang mesti dicatat dalam sejarah politik Indoneia. Ia bisa menjadi contoh bagi aksi massa besar di tempat-tempat lainnya.

Padahal jika ingin menjatuhkan pemerintah, hanya satu dorongan kecil ke gerbang Istana dan runtuhlah pemerintahan. (*)

Kanal opini adalah media warga. Setiap opini di kanal ini menjadi tanggung jawab penulis.

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #aksi-212  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
IDUL FITRI 2024
advertisement
IDUL FITRI 2024 MOHAMAD HEKAL
advertisement
IDUL FITRI 2024 ABDUL WACHID
advertisement
IDUL FITRI 2024 AHMAD NAJIB
advertisement
IDUL FITRI 2024 ADIES KADIR
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Ahlan Wa Sahlan Prabowo Sang Rajawali!

Oleh Syahganda Nainggolan
pada hari Rabu, 24 Apr 2024
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Mahkamah Konstitusi sudah memutuskan Prabowo Subianto sah sebagai Presiden RI ke delapan. Itu adalah takdir Prabowo yang biasa dipanggil 08 oleh koleganya. Keputusan MK ...
Opini

Jalan Itu Tidaklah Sunyi

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --"Jika Mamah jadi penguasa apakah Mamah akan menjadikan anak Mamah pejabat saat Mama berkuasa?" Itu pertanyaan anakku malam ini. Aku mendengarkan anakku ini. ...