Opini
Oleh ; Emha Ainun Nadjib (Budayawan) pada hari Minggu, 20 Jan 2019 - 12:16:12 WIB
Bagikan Berita ini :

Congratulation, Ustad

68cak-nun-masuk-surga-itu-gak-penting-e1466578417586.jpg.jpg
Emha Ainun Najib (Cak Nun) (Sumber foto : Ist)

Then, tsumma al-‘asyirah, yang ke-10: tak lain tak bukan dialah Ustad Abu Bakar Ba’asyir, arek Mojoagung, Jombang ujung timur, tetangganya Mojolegi, Mojosongo, Mojongapit, dan seterusnya dalam lingkaran kenangan Majapahit. Keturunan Arab: Mojopahit adalah negara multietnik, bahkan ketika Demak menggantikan kekuasaannya, gubernur terakhir Majapahit adalah Nyoo Lay Waa — yang mati sial ditawur dibunuh rakyatnya sendiri karena dianggap gagal mengembalikan kejayaan Majapahit.

Beliau dilahirkan di lingkar wilayah sensitivitas sejarah, penuh kenangan tentang pertentangan dan perbenturan. Bahkan di zaman Belanda: dari Mojoagung inilah akhirnya Kawedanan Jombang menjadi kabupaten, melalui peperangan yang tidak ringan. Ustad Abu tamatan Pondok Modern Gontor Ponorogo. Bikin pesantren di Ngruki, Sukoharjo, Jawa Tengah, yang kurikulumnya, filosofi, rangka keilmuan, dan penyikapan zamannya disebut “Gontor Plus”. Mendidik santri-santrinya untuk tidak sekadar menjadi ‘alim (mengetahui ilmu-ilmu agama). Pun tidak sekadar menjadi ‘arif (pelajaran mendalami ‘irfan, pengetahuan keakhiratan yang tahapan-tahapannya disebut ma’rifat). Santri-santri Ngruki juga dididik untuk menjadi mujahid (pejuang), yang cita-citanya adalah jihad menuju derajat tertinggi pencapaian dan kebahagiaan, yakni “almautu fi sabilillah”, mati di jalan Allah.

Karena itu, dari sudut tauhid, tasawuf, dan prinsip ubudiyah murni, yang tepat untuk kita ucapkan kepada Ustad Abu adalah “Congratulation!” “Mabruuk!” “Barakallah”. “Yarhamukallah”. Selamat bahwa beliau telah sukses menapak hampir ke puncak kemuliaan hidup di pandangan Allah. Seorang yang berada bersama beliau dalam keributan penangkapan di RSU Muhammadiyah Solo menceritakan, ketika itu ustad ingin sekali ditembak polisi, supaya syahid fisabilillah.

Soal penafsiran atas nilai-nilai Islam, pilihan-pilihan modus perjuangan yang berbeda-beda, radikal atau moderat, konservatif atau liberal — sangat dimerdekakan oleh Islam — itu soal lain. Yang juga baik menjadi pelajaran bersama adalah bahwa jalan lurus dan kaku yang diterapkan Ustad Abu telah tidak saja membuatnya masyhurun fis-sama (terkenal di langit), melainkan juga masyhurun fil-ardl (terkenal di bumi). (*)

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #abu-bakar-baasyir  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
IDUL FITRI 2024
advertisement
IDUL FITRI 2024 MOHAMAD HEKAL
advertisement
IDUL FITRI 2024 ABDUL WACHID
advertisement
IDUL FITRI 2024 AHMAD NAJIB
advertisement
IDUL FITRI 2024 ADIES KADIR
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Warung Madura dan Pembangunan Entrepreneurship di Indonesia

Oleh Syahganda Nainggolan
pada hari Minggu, 28 Apr 2024
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Warung Madura di Bali diminta untuk tutup pada malam hari. Berita ini menjadi topik hangat belakangan ini. Merujuk pemberitaan media, di Klungkung alasannya adalah keluhan ...
Opini

Kembali ke UUD 1945 Asli

Pemilu 2004 adalah pemilu pertama dibawah UUD ‘45 yang sudah rampung di amandemen pada 2002 sebagai amandemen ke empat. Dalam UUD ‘45 yang sudah diamandemen ini yang banyak kalangan ...