Opini
Oleh M Rizal Fadillah (Mantan Aktivis HMI) pada hari Sabtu, 31 Agu 2019 - 10:19:36 WIB
Bagikan Berita ini :

Papua Lepas, Jokowi Turun!

tscom_news_photo_1567221576.jpg
Jokowi (Sumber foto : Ist)

Penanganan kerusuhan Papua sering dibandingkan dengan penanganan "kerusuhan" di depan Bawaslu 21-22 Mei yang lalu. Dengan nada sinis publik melihat "kegarangan" penanganan peristiwa Bawaslu dan "kelembekan" di Papua. Kecaman ditanggapi "biasa biasa" saja seolah masalah Papua "ecek ecek" padahal efek cukup riskan yakni pemisahan negara.

Brimob dikirim 300 saja sedang ribuan untuk kasus Bawaslu. Presiden masih tertawa tawa nonton pertunjukan wayang kulit. Bersepeda santai dan membagi bagi sertifikat. Korban tewas sipil dan aparat di Papua sudah mencapai hampir 200 orang. Belum bangunan dan pasar yang dibakar. Bintang kejora berkibar, merah putih "terkapar". Sungguh memprihatinkan.

Ada berapa penilaian terhadap Presiden yang masih santai menonton wayang kulit dan tertawa melihat lawakan Kirun di saat krisis serius ini, yaitu :

Pertama, Presiden tidak "berperasaan" sehingga apapun yang menimpa rakyat direspon biasa biasa saja. Ada sama dengan tiada. Presiden yang tidak pernah bisa hadir di tengah masyarakat. Ini dekat dengan apa yang dikenal dengan "Nero Syndrome" sindroma Kaisar Nero yang memaksa pura pura mengeluarkan air mata ditengah kota Roma yang ia bakar sendiri. Jiwa pemimpin yang sakit.

Kedua, memang peristiwa kerusuhan Papua adalah bagian dari permainan politik yang diketahui Presiden. Jatuh korban dianggap lumrah dalam "political game". Sebagaimana sewaktu peristiwa G 30 S PKI informasi adanya korban para Jenderal oleh Presiden Soekarno disikapi dengan kalimat "Lumrah dalam revolusi..".
Tidak teratasi kerusuhan karena masa agenda masih berjalan. Belum waktunya berhenti.

Ketiga, "out of control" dimana Pemerintah tidak mampu lagi mengontrol jalan aksi sehingga semua jadi berantakan. Opsi untuk mengatasi "serba salah". Akhirnya yang dilakukan adalah langkah sekedarnya sampai ujung yang tak jelas bentuknya. Pembiaran sebagai wujud keputus asaan.

Keempat, masalah Papua sudah menjadi masalah global. Sudah tergadai atau terjual. Ketika Pemerintah akrab dengan RRC maka Papua menjadi incaran strategis Australia dan Amerika. Menjadi "pangkalan" untuk menekan Indonesia. PBB menjadi bagian dari upaya aneksasi Papua. Bahasanya "hak untuk merdeka". Pemerintah yang terlanjur memblok menjadi tak berdaya pada tekanan Internasional. Semakin represif, semakin cepat lepasnya Papua.

Memang Papua adalah pertaruhan. Jika jatuh atau lepas Papua dari Republik Indonesia, maka Jokowi mesti bertanggungjawab. Kelemahan kepemimpinan menjadi penyebab utama dari sejarah hitam ini.
Akibat dari posisi yang tergantung maka sulit untuk melangkah dengan wibawa dan mandiri. Akhirnya ya bersepeda saja dan tertawa menonton lawakan Kirun. Lalu, bagi bagi sertifikat sebelum dibagi "sertifikat cerai".

Hanya dua pilihan kalau sudah begini Jokowi mengundurkan diri atau dimundurkan sesuai aturan Konstitusi. Ini jalan penyelamatan Negara.
Ceritra tentang sepeda pun selesai dan Kirun tidak bisa lagi membuat Presiden tertawa.

31 Agustus 2019 (*)

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #jokowi  #papua  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
IDUL FITRI 2024
advertisement
IDUL FITRI 2024 MOHAMAD HEKAL
advertisement
IDUL FITRI 2024 ABDUL WACHID
advertisement
IDUL FITRI 2024 AHMAD NAJIB
advertisement
IDUL FITRI 2024 ADIES KADIR
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Ahlan Wa Sahlan Prabowo Sang Rajawali!

Oleh Syahganda Nainggolan
pada hari Rabu, 24 Apr 2024
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Mahkamah Konstitusi sudah memutuskan Prabowo Subianto sah sebagai Presiden RI ke delapan. Itu adalah takdir Prabowo yang biasa dipanggil 08 oleh koleganya. Keputusan MK ...
Opini

Jalan Itu Tidaklah Sunyi

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --"Jika Mamah jadi penguasa apakah Mamah akan menjadikan anak Mamah pejabat saat Mama berkuasa?" Itu pertanyaan anakku malam ini. Aku mendengarkan anakku ini. ...