Opini
Oleh Tardjono Abu Muas (Pemerhati Masalah Sosial) pada hari Senin, 16 Sep 2019 - 12:30:00 WIB
Bagikan Berita ini :

Kegaduhan KPK

tscom_news_photo_1568609557.jpg
Pimpinan KPK, Jumat malam (13/9/2019), mengembalikan mandat ke Presiden Jokowi. (Sumber foto : Ist)

Kegaduhan yang terjadi di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat ini terkesan seperti sengaja "digaduhkan" seiring adanya revisi UU KPK, yang pada gilirannya banyak dugaan ada konflik kepentingan.

Terlepas dari istilah "digaduhkan atau ada konflik kepentingan", layak kiranya kita kembali mengingat semangat dibentuknya KPK pada 2002. Semangatnya kala itu dua institusi kejaksaan dan kepolisian dianggap tidak becus menangkap para kuruptor. Ternyata dalam perkembangannya dua institusi yang dianggap tidak becus ini malah orang-orangnya ada yang masuk dalam jajaran KPK lebih paradok lagi terpilihnya ketua KPK versi DPR juga dari kalangan polri.

Kalau dari kalangan polri sudah terpilih jadi pimpinan KPK, apakah tidak seyogyanya KPK dibubarkan saja? Karena rupanya semula institusi yang dianggap tidak becus kini sudah dipercaya memegang pucuk pimpinan KPK. Logikanya, tinggal optimalkan saja kerja dua institusi tersebut dalam soal pemberantasan korupsi.

Ada pilihan yang kiranya layak ditempuh dalam meredam kegaduhan yang terjadi di KPK, di antaranya, pertama, bubarkan KPK dan optimalkan kerja kejaksaan dan kepolisian. Yang kedua, bubarkan institusi yang semula dianggap tidak becus. Pilihan kedua ini sangat kecil kemungkinan untuk dipilih. Atau yang ketiga, tetap ada KPK tapi KPK yang benar-benar independen tidak ada unsur personil yang berasal dari dua institusi yang dianggap tidak becus.

Silakan pilih dari tiga pilihan di atas untuk segera bisa meredam kegaduhan di KPK. Janganlah berlama-lama kegaduhan di KPK berlangsung karena akan memberi ruang gerak yang leluasa bagi para koruptor.

Silakan bagi para penentu kebijakan negeri ini untuk mengambil langkah-langkah yang konkrit untuk menyelamatkan negeri ini dari para pencuri berdasi yang mencuri uang negara. (*)

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #kpk  #jokowi  #dpr  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
PEMPEK GOLDY
advertisement
KURBAN TS -DD 2025
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Kembali ke UUD 1945: Refleksi atas Dekrit 5 Juli 1959 dalam Konteks Demokrasi Kontemporer

Oleh Tim Teropong Senayan
pada hari Sabtu, 05 Jul 2025
Pada 5 Juli 1959, Presiden Soekarno mengeluarkan sebuah dekrit yang menandai titik balik perjalanan konstitusional Indonesia: Dekrit Presiden tentang Kembali ke UUD 1945. Dekrit ini, yang menandai ...
Opini

Kebangkitan Kejaksaan, Kemunduran KPK, dan Tantangan Reformasi Penegakan Hukum Era Prabowo

Di tengah apatisme publik terhadap penegakan hukum, sebuah fakta mengejutkan hadir melalui Podcast Suara Angka LSI Denny JA edisi awal Juli 2025. Untuk pertama kalinya dalam satu dekade, Kejaksaan ...