Oleh Tony Rosyid Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa pada hari Rabu, 15 Jan 2020 - 14:26:24 WIB
Bagikan Berita ini :

Peluang Jokowi Jadi Ketum PDIP

tscom_news_photo_1579073184.jpg
Tony Rosyid Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa (Sumber foto : Istimewa)

Ini bukan soal minat atau tidak minat. Siapa sih yang tak ingin jadi ketua umum PDIP? Dua kali berturut-turut jadi pemenang pemilu. Punya 128 kursi di DPR. Dan menjadi partai yang sukses mengusung presiden dua periode.

Diantara kader yang tersedia, Jokowi adalah yang terpopuler, paling berpengaruh, mungkin juga paling kuat logistiknya. Dua periode jadi presiden tak diragukan aksesnya, termasuk akses dukungan dan logistik.

Masalahnya, PDIP punya estafet kepemimpinan yang otoritasnya digenggam oleh trah Soekarno. Meski tak tak tertuang dalam AD/ART. Bung Karno, panggilan akrab presiden pertama ini, telah menjadi icon kuat partai banteng ini. Tanpa Icon Bung Karno, solidaritas kader PDIP tak mudah untuk disatukan.

Pasca Megawati, ada dua trah Soekarno dari garis keturunan Megawati yang sudah berkiprah di dunia politik, yaitu Muhammad Prananda Prabowo dan Puan Maharani. Satu ibu, beda ayah. Puan lebih populer dan kenyang pengalaman politiknya. Pernah jadi menteri dan sekarang menjadi Ketua DPR. Track recordnya cukup untuk menggantikan posisi Megawati sebagai ketua umum.

Dalam situasi normal, hampir tak mungkin ada celah bagi Jokowi untuk merebut posisi ketua umum PDIP. Megawati terlalu kuat untuk dilawan oleh siapapun. Dan Mega pasti akan mengamankan proses suksesi di tubuh partai. Puan kandidat paling potensial. Jokowi? Berat!

Apalagi hubungan Megawati dan Jokowi kurang harmonis. Keadaan ini bisa dilihat dari struktur kabinet yang disusun Jokowi. PDIP selalu dapat jatah di bawah ekspektasi. Selain itu, keduanya juga seringkali berbeda calon saat pilkada. Ada juga yang menduga, dalam sejumlah kasus, keduanya saling sandera.

Anak Jokowi yang saat ini mau calon walikota Solo saja, belum dapat dukungan dari PDIP. Malah hubungannya cenderung memanas. Terutama antara Gibran, anak Jokowi dengan pimpinan PDIP di Solo.

Berbeda jika situasi di dalam PDIP tidak normal. Megawati mangkat, ini misalnya. Namanya juga misalnya. Umur tak ada yang tahu. Dan saat itu posisi Jokowi masih jadi presiden. Dengan kekuasaan dan pengaruhnya, Jokowi akan punya peluang besar. Jokowi bisa dengan relatif mudah untuk ambil posisi ketua umum PDIP.

Atau seandainya PDIP dalam kondisi berantakan. Kasus e-KTP dan OTT suap komisioner KPU ternyata liar dan tak terkendali. Dalam perkembangannya menyasar sejumlah elit PDIP. Lalu terjadi konflik internal dan PDIP rontok. Ini juga misalnya. Jika situasinya begitu, Jokowi juga akan punya peluang besar. Jokowi berkesempatan untuk didorong sebagai juru selamat partai. Seperti kasus Jusuf Kalla saat ambil alih Golkar dari Akbar Tanjung.

Situasi tak normal memang tak bisa jadi pegangan. Jika toh ada kemungkinan, tetap saja unpredictable. Maka, yang paling memungkinkan bagi Jokowi agar nantinya tetap bisa eksis di panggung politik pasca presiden adalah membuat partai baru. Mengingat usia Jokowi juga masih relatif muda.

Partai bagi Jokowi bisa menjadi sarana untuk proses regenerasi dan menyiapkan pewarisnya. Apalagi anak dan menantu Jokowi sudah memilih untuk terjun di dunia politik. Artinya, Jokowi sadar bahwa ia dan ahli warisnya butuh partai politik.

Bagaimana dengan PSI? Rumor yang beredar, oleh para pemilik modal, PSI semula disiapkan buat Jokowi. Sayangnya, PSI tak berhasil lolos parliamentary threshold (4%). Ini diantaranya karena Jokowi tak leluasa endorse PSI. Posisinya masih berada di PDIP. Maka satu-satunya hal yang menguntungkan bagi Jokowi adalah jika situasi tidak normal terjadi di PDIP. Saat itulah Jokowi berpeluang untuk akuisisi PDIP.

Meski Puan Maharani telah disiapin sebagai putri mahkota, tetap saja tak akan sanggup melawan kekuasaan Jokowi plus para Jenderal merah. Lalu, mungkinkah Jokowi akan bermanuver untuk membuat kondisi PDIP tidak normal?

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
IDUL FITRI 2024
advertisement
IDUL FITRI 2024 MOHAMAD HEKAL
advertisement
IDUL FITRI 2024 ABDUL WACHID
advertisement
IDUL FITRI 2024 AHMAD NAJIB
advertisement
IDUL FITRI 2024 ADIES KADIR
advertisement
Lainnya
Opini

Kode Sri Mulyani dan Risma saat Sidang MK

Oleh Anthony Budiawan - Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)
pada hari Kamis, 18 Apr 2024
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Sri Mulyani (dan tiga menteri lainnya) dimintai keterangan oleh Mahkamah Konstitusi pada 5 April yang lalu. Keterangan yang disampaikan Sri Mulyani banyak yang tidak ...
Opini

Tersirat, Hotman Paris Akui Perpanjangan Bansos Presiden Joko Widodo Melanggar Hukum: Gibran Dapat Didiskualifikasi?

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --1 April 2024, saya hadir di Mahkamah Konstitusi sebagai Ahli Ekonomi dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum 2024. Saya menyampaikan pendapat Ahli, bahwa: ...