Opini
Oleh Ariady Achmad (Politisi Senior Partai Golkar, Mantan Anggota DPR RI dan Sahabat Dekat Gus Dur) pada hari Selasa, 10 Sep 2024 - 13:20:47 WIB
Bagikan Berita ini :

Dilema Golkar

tscom_news_photo_1725949247.jpg
(Sumber foto : )

Pasca Munaslub yang mendudukan Bahlil Lahadalia sebagai Ketua Umum, Golkar seperti tampak tenang. Namun itu hanyalah dipermukaan. Dibawah permukaan, sesungguhnya tengah terjadi berbagai gejolak dan dinamika politik sebagai bentuk dilema yang sedang melanda Golkar.

Meski orang Golkar, kursi Ketua Umum yang kini diduduki Bahlil berkat tekanan kuat faktor eksternal. Bukan sepenuhnya murni dari dalam Golkar. Bahlil juga belum pernah menduduki kepengurusan ditingkat DPP Golkar. Bahkan kader dan senior yang berkhidmat di DPP disingkirkan.

Keinginan untuk memodernisasi dan mendigitalisasi Golkar patut dihargai. Namun teramat jumawa merasa bisa melakukan apa saja. Sebab, ada peran dan pengorbanan para kader dan senior membangun budaya karya dan kekaryaan sehingga Golkar menjadi partai politik yang matang dan mapan.

Setidaknya ada tiga kelompok kuat yang mewarnai perjalanan Golkar. Pertama Kelompok Bandung dengan pengaruh ideologi sosialisme, tokoh-tokohnya Rahman Toleng, Rahmat Witoelar, Sarwono Kusumaatmadja, Marzuki Daroesman dsbnya.

Kedua adalah Kelompok Solo-Surabaya dengan pengaruh ideologi pragmatisme, tokohnya antara lain Ali Murtopo, Amir Murtono, Wahono, Harmoko, Akbar Tandjung dsbnya. Ketiga Kelompok Medan-Luar Jawa dengan pendekatan BTL (Batak Tembak Langsung) adapun tokohnya antara lain AE Manihuruk, David Napitupulu, Cosmas Batubara dsbnya.

Ketiga Kelompok inilah yang telah menginternalisasi dan mensublimasi dalam Golkar membentuk budaya karya dan kekaryaan. Kedalam menjadikan ikatan yang solid. Keluar membangun dan membentuk sikap dan posisi yang kuat dan adaptif dalam menjalin kerjasama dengan elemen lain dalam berkontribusi terhadap bangsa dan negara.

Ada dialektika ide dan pemikiran serta interaksi yang kuat oleh kader dan pengurus mengiringi semua proses tersebut. Rapat, dialog serta berbagai forum dilakukan baik di DPP maupun struktur organisasi Golkar guna menghasilkan keputusan dan pilihan partai menyikapi dinamika kehidupan masyarakat, bangsa dan negara.

Menyamakan, memahami dan mengelola Golkar seperti parpol lainnya jelas keliru. Sebab Golkar bukan parpol yang memilih bergantung pada figur. Golkar adalah parpol yang matang dan mapan karena memiliki kultur dikelola secara terbuka, menekankan meritokrasi serta sebagai candradimuka kepemimpinan yang demokratis.

Secara eksternal kepemimpinan Bahlil juga masih diuji menghadapi pergantian kepemimpinan nasional pada 20 Oktober 2024 mendatang. Apakah Bahlil mampu membawa dan menawarkan nilai karya dan kekaryaan kepada Prabowo atau sebaliknya. Mampukah Bahlil mengelola "Dilema Golkar" itu tidak menjadi bola liar?(*)

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
BANK DKI JACKONE
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
HUT RI 79 - SOKSI
advertisement
HUT RI 79 - ADIES KADIR
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Hashim Djojohadikusumo dan Masa Depan Pribumi di Indonesia

Oleh Syahganda Nainggolan
pada hari Minggu, 13 Okt 2024
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Hashim Djojohadikusumo (HDj) sebenarnya sangat ideologis dan memukau ketika berbicara di hadapan pengusaha properti beberapa hari lalu di Jakarta. Ideologis artinya dia ...
Opini

Simbol "Tali Gantung" Untuk Jokowi

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Apapun narasinya apakah "Lengserkan Jokowi", "Tangkap Jokowi", "Adili Jokowi" atau lainnya simbol yang paling pas adalah "Tali ...