Oleh Tim Teropong Senayan pada hari Kamis, 10 Jul 2025 - 22:12:42 WIB
Bagikan Berita ini :

Konflik Israel-Iran dan Dampaknya terhadap Indonesia: Seruan Bamsoet untuk Bersatu Hadapi Ancaman Global

tscom_news_photo_1752160362.jpeg
(Sumber foto : )

JAKARTA — Ketegangan geopolitik antara Israel dan Iran bukan sekadar benturan dua negara di kawasan Timur Tengah. Menurut Wakil Ketua Umum Partai Golkar sekaligus anggota DPR RI, Bambang Soesatyo (Bamsoet), konflik tersebut merupakan gambaran dari dinamika dunia multipolar yang mulai kehilangan kendali atas stabilitas global. Ia mengingatkan, meskipun Indonesia secara geografis jauh dari pusat konflik, dampak ekonominya sangat nyata dan langsung dirasakan oleh rakyat.

 “Ini bukan perang biasa. Ini adalah ekses dari tatanan global yang mulai melemah. Jika tak segera diatasi, kita bisa menghadapi resesi global baru, serta ancaman terhadap tatanan hukum dan kemanusiaan internasional,” ujar Bamsoet dalam Diskusi Publik bertajuk “Dampak Konflik Israel-Iran Terhadap Indonesia: Tantangan, Peluang, dan Strategi Menghadapi Dinamika Global” di Parlemen Senayan, Kamis (10/7/2025).

Diskusi tersebut diselenggarakan oleh Grup Diskusi Patiunus 75 bekerja sama dengan TeropongSenayan.com, menghadirkan sejumlah tokoh strategis seperti Mayjen TNI Fritz G.M. Pasaribu, Laksamana (Purn) Marsetio, Dina Sulaeman, Syahganda Nainggolan, Pahala Mansury, Bachtiar Aly, Hariman Siregar, Bursah Zarnubi, M.S. Kaban, Nasir Tamara, Irma Hutabarat, dan Said Didu. Hadir pula para Guru Besar dari UI, Unpad, Unhan, UNJ, dan UIN.

Ketidakpastian Global, Harga Minyak, dan Tekanan Domestik

Salah satu dampak paling langsung dari konflik Israel-Iran adalah lonjakan harga minyak dunia. Dalam skenario terburuk, harga minyak mentah bisa melambung hingga USD 150 per barel, yang secara otomatis akan membebani subsidi energi dan memperlemah nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Akibatnya, biaya pinjaman luar negeri meningkat, dan defisit fiskal negara makin melebar.

> “Dampaknya akan kita rasakan dalam bentuk inflasi, kenaikan harga bahan pokok, pelemahan daya beli, dan pertumbuhan ekonomi yang terhambat,” tegas Bamsoet.

Fakta di lapangan menunjukkan bahwa tekanan tersebut mulai terasa. Rupiah sempat menyentuh Rp 16.200 per USD pada akhir Juni 2025, sedangkan inflasi tahunan pada Juni tercatat 4,2% (yoy), naik signifikan dari bulan sebelumnya. Harga BBM non-subsidi naik dua kali dalam satu bulan, dan harga bahan pokok melonjak antara 8–15% dalam tiga minggu terakhir.

Dampak pada Pasar Modal dan Arus Modal Asing

Pasar keuangan Indonesia pun turut terguncang. Bursa Efek Indonesia (BEI) sempat mengalami koreksi tajam selama beberapa hari berturut-turut, dengan IHSG jatuh ke bawah angka 6.500, menandai potensi masuknya Indonesia ke fase resesi teknikal. Capital outflow atau penarikan dana asing dari pasar berkembang menjadi kekhawatiran serius bagi kestabilan ekonomi nasional.

> “Dalam situasi seperti ini, bangsa Indonesia tidak boleh tercerai-berai. Kita harus bersatu dan memperkuat ketahanan domestik, baik fiskal maupun sosial,” ujar Bamsoet.

Peluang Strategis: Diplomasi Kemanusiaan Indonesia

Meski situasi terlihat gelap, Bamsoet menilai Indonesia memiliki peran strategis sebagai kekuatan penengah global, terutama dalam konteks dunia Islam. Ketika Amerika Serikat terlalu berpihak pada Israel, dan Rusia serta China mengambil posisi strategis bersama Iran, dunia kekurangan figur penyeimbang yang netral dan bermoral.

Sebagai negara demokrasi terbesar dengan populasi Muslim moderat terbanyak di dunia, Indonesia dinilai memiliki legitimasi moral dan politik untuk mendorong perdamaian.

> “Indonesia bisa memimpin diplomasi kemanusiaan, memperkuat kerja sama OKI, ASEAN, dan G20, serta membentuk contact group independen untuk meredakan ketegangan di Timur Tengah,” tegasnya.

Jalan Tengah dalam Dunia yang Terbelah

Konflik Israel-Iran bukan hanya ujian bagi Timur Tengah, tapi juga bagi kematangan politik luar negeri Indonesia. Di tengah dunia yang makin terpolarisasi dan rapuh, Indonesia ditantang untuk berani mengambil posisi, bukan sekadar menjadi penonton pasif dalam dinamika global.

Namun keberanian itu harus diimbangi dengan ketahanan ekonomi dalam negeri yang solid. Menghadapi kenaikan harga minyak, tekanan inflasi, dan volatilitas pasar, pemerintah perlu menyusun strategi mitigasi terpadu yang menyentuh seluruh sektor — dari fiskal, moneter, hingga perlindungan sosial.

Dukungan publik terhadap Presiden Prabowo Subianto dan kabinetnya menjadi krusial, bukan hanya sebagai respons terhadap krisis luar, tapi sebagai modal untuk memulai reformasi ekonomi dan diplomasi proaktif dalam jangka panjang.

> Dunia sedang berubah. Indonesia harus siap menjadi bagian dari perubahan itu — bukan sebagai korban, tapi sebagai penentu arah baru yang bermartabat.

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
PEMPEK GOLDY
advertisement
KURBAN TS -DD 2025
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement