Oleh Kuldip Singh Aktivis 1998, Sekjen PIJAR Indonesia 1998, Pemerhati Politik Kesehatan Nasional pada hari Minggu, 22 Jun 2025 - 14:43:39 WIB
Bagikan Berita ini :

Penang Menyembuhkan, Jakarta Mengantarkan: Cermin Buram Sistem Kesehatan Kita

tscom_news_photo_1750578219.jpeg
(Sumber foto : )

Dari Terminal ke Rumah Sakit: Arus Balik Kepercayaan

Setiap pagi di Bandara Soekarno-Hatta, kita menyaksikan pemandangan yang mencemaskan sekaligus menyedihkan: warga Indonesia antre bukan menuju tempat wisata, melainkan ke ruang perawatan di Penang, Malaysia. Mereka bukan turis. Mereka adalah pasien—rakyat kita sendiri—yang menyerah pada sistem kesehatan nasional dan berpaling ke negeri tetangga.

Fenomena ini bukan anomali. Ini adalah gejala sistemik dari kegagalan struktural negara dalam menyediakan hak dasar kesehatan yang bermartabat. Dalam satu dekade terakhir, Penang—dengan rumah sakitnya yang ramah, efisien, dan berorientasi pasien—telah menjadi tempat berlindung terakhir bagi ribuan warga Indonesia yang kehilangan kepercayaan pada sistem kesehatan dalam negeri.

Kesehatan: Pilar Ketahanan, Bukan Proyek Anggaran

Presiden terpilih Prabowo Subianto kerap menyuarakan pentingnya ketahanan nasional—bukan hanya militer dan pangan, tetapi juga kesehatan. Namun mari kita renungkan: apa arti ketahanan jika dalam kondisi kritis rakyat lebih percaya pada dokter asing ketimbang rumah sakit di negerinya sendiri?

Kesehatan bukan sekadar urusan teknis atau anggaran. Ia adalah fondasi utama kedaulatan bangsa. Negara yang tak mampu merawat rakyatnya adalah negara yang rapuh—terlepas dari seberapa canggih alutsista atau besarnya cadangan devisa.

Malaysia Bangun Ekosistem, Indonesia Sibuk Bangun Gedung

Penang hari ini bukan hadir karena kebetulan. Sejak awal 2000-an, Malaysia membentuk Malaysia Healthcare Travel Council (MHTC) yang bertugas merancang strategi jangka panjang pariwisata medis. MHTC tidak hanya mempromosikan rumah sakit, tetapi juga membangun sistem integratif antara regulasi, insentif, akreditasi, SDM, dan pelayanan pasien.

Di sisi lain, Indonesia cenderung mengutamakan pencitraan: pembangunan rumah sakit megah, pembelian alat medis berteknologi tinggi, dan digitalisasi layanan yang belum menyentuh esensi—yaitu kepercayaan dan kemanusiaan dalam pelayanan.

Kita membangun gedung, tapi mengabaikan ekosistem. Kita belanja alat, tapi melupakan etika dan insentif. Kita bangga pada aplikasi, tapi gagal memperbaiki sentuhan tangan perawat yang lelah, atau senyum resepsionis yang hilang karena beban kerja tak manusiawi.

Janji Pemerintah Baru: Antara Harapan dan Tantangan

Pasangan Prabowo-Gibran telah menjanjikan:

Rumah sakit unggulan berstandar internasional di setiap provinsi,

Layanan ibu hamil dan balita gratis,

Revitalisasi Puskesmas 4.0 dan digitalisasi layanan,

Kemandirian produksi alat kesehatan dan obat,

Reformasi BPJS dan pelayanan publik.


Ini adalah langkah awal yang layak diapresiasi. Namun pertanyaannya: apakah semua ini akan menjadi sistem penyembuh, atau hanya deretan proyek dengan tender dan anggaran besar?

Apakah rumah sakit internasional akan menjadi Penang di tanah air sendiri atau sekadar etalase teknologi yang tetap tak menyentuh nurani rakyat?

BPJS dan Mitos Kesembuhan Nasional

BPJS sering diposisikan sebagai “solusi final” sistem kesehatan Indonesia. Tapi mari jujur: BPJS bukan sistem pelayanan, ia hanya skema pembiayaan. Ia tidak bisa memperbaiki ketidakramahan layanan, antrean panjang, atau diagnosis yang tak akurat.

Rakyat bukan sekadar angka “peserta aktif”. Mereka adalah manusia yang berharap bisa sembuh—tanpa merasa dipermalukan oleh sistem, dilecehkan oleh birokrasi, atau dilukai oleh arogansi institusi.

Mengapa Penang Bisa, dan Kita Belum?

Jawaban sederhananya: mereka membangun sistem, kita membangun proyek. Penang sukses karena:

Ada insentif adil untuk dokter dan rumah sakit,

Ada standar mutu internasional (JCI, MSQH),

Ada pelayanan yang memudahkan, bukan mempersulit pasien,

Dan yang paling penting: ada kemauan politik yang konsisten.


Pelayanan yang manusiawi bukan beban. Ia adalah investasi sosial dan ekonomi. Inilah yang belum menjadi kesadaran kolektif pembuat kebijakan kita.

Indonesia Bisa Menyaingi Penang, Jika...

Negeri ini punya potensi besar. Batam, Bali, Medan, Makassar bisa menjadi pusat pariwisata medis Asia. Tapi dengan syarat:

Regulasi dan insentif harus sehat, transparan, dan akuntabel.

Rumah sakit publik dan swasta harus bersaing dalam pelayanan, bukan proteksi.

Humanisasi layanan jadi budaya utama, bukan jargon birokrasi.

Pariwisata medis dimasukkan dalam kerangka ekonomi nasional—bukan hanya bidang kesehatan.

Pendidikan dokter dan tenaga kesehatan diarahkan ke orientasi pasien, bukan hanya kelulusan dan akreditasi.


Penutup: Mengobati Rasa Sakit yang Lebih Dalam

Setiap kali rakyat kita terbang ke Penang, yang diekspor bukan hanya uang, tapi juga kepercayaan—dan mungkin rasa harga diri sebagai warga negara. Kepercayaan ini tidak bisa dibeli dengan teknologi, atau dikembalikan lewat bangunan bertingkat. Ia hanya bisa dipulihkan jika negara punya kemauan politik untuk berpihak pada rakyatnya sendiri.

Kabinet Prabowo-Gibran memegang peluang sejarah. Tapi sejarah hanya berpihak pada mereka yang berani mengubah arah, bukan sekadar mengganti slogan. Saatnya berkata dengan lantang: cukup sudah rakyat kita menjadi pasien di negeri orang. Mari kita bangun sistem kesehatan yang menyembuhkan, merawat, dan memuliakan bangsanya sendiri.

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
PEMPEK GOLDY
advertisement
KURBAN TS -DD 2025
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement
Lainnya
Opini

Perang Israel-Iran: Ujian Tatanan Dunia Baru

Oleh Tim Teropong Senayan
pada hari Minggu, 22 Jun 2025
Ketika dua kekuatan utama di Timur Tengah—Israel dan Iran—masuk dalam perang terbuka, bukan lagi perang bayangan (proxy war), maka dunia tidak sekadar menyaksikan konflik regional, tetapi ...
Opini

Saatnya Haji Bebas dari Politisasi dan Komersialisasi

Tragedi tahunan kembali mengiringi penyelenggaraan ibadah haji. Kali ini, nada tegas datang langsung dari Kerajaan Arab Saudi. Dalam surat resmi yang dikirimkan kepada sejumlah negara, termasuk ...