Pada Senin, 14 Juli 2025, saya menerima tembusan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dari Polda Metro Jaya. Surat ini mengejutkan banyak pihak karena memuat daftar 12 nama yang dilaporkan sebagai terlapor dalam kasus yang berkaitan dengan dugaan ijazah palsu Presiden Joko Widodo.
Nama-nama Terlapor dalam SPDP Polda Metro Jaya
Berikut adalah nama-nama yang disebutkan sebagai terlapor:
1. Eggie Sudjana
2. H.M. Rizal Fadillah, SH
3. Kurnia Tri Rohyani
4. Rustam Efendi
5. Damai Hari Lubis, SH
6. KRMT Roy Suryo Notodiprojo
7. Rismon Hasiholan Sianipar
8. Tifauzia Tyassuma
9. Abraham Samad
10. Mikhael Benyamin Sinaga
11. Nurdian Noviansyah Susilo
12. Ali Ridho alias Aldo Husein
Surat dengan nomor B/11740/VII/RES.1.14/2025/Ditreskrimum itu ditandatangani oleh AKBP Putu Kholis Aryana, atas nama Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya. SPDP tersebut juga ditembuskan ke:
Kapolda Metro Jaya
Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
Presiden Joko Widodo (pelapor)
Andi Kurniawan, Lechumanan, dan Maret Samuel Sueken (pelapor)
Pertanyaan Kritis terhadap Sikap Kepolisian
Surat ini menimbulkan sejumlah pertanyaan mendasar:
Mengapa pihak-pihak yang mengungkap dan mempertanyakan keabsahan ijazah Presiden justru dilaporkan sebagai terlapor?
Bukankah dugaan pemalsuan ijazah adalah delik serius yang menyangkut integritas institusi pendidikan dan pejabat publik?
Apakah pemrosesan laporan ini menjadi bentuk pembungkaman atas pertanyaan publik?
Sejauh yang diketahui, Bareskrim Mabes Polri sendiri telah menggelar gelar perkara khusus pada 9 Juli 2025 untuk mendalami dugaan ijazah palsu tersebut. Dalam forum itu, TPUA menghadirkan sejumlah pakar: ahli forensik, IT, pidana, dan advokat seperti Abdullah Al Katiri, SH dan Dr. Mohammad Taufik.
Hadir pula sejumlah tokoh seperti Prof. Eggie Sudjana, H.M. Rizal Fadillah, dan Kurnia Tri Rohyani, yang secara terang menyampaikan analisis dan bukti. Namun, satu hal krusial tidak terjadi: ijazah asli Joko Widodo tidak ditunjukkan dalam forum resmi tersebut. Hal ini membuat Prof. Eggie menyatakan bahwa “gelar perkara ini bersifat nothing bila ijazah asli tidak ditampilkan.”
Fakta Lain yang Belum Diusut
Sejumlah temuan dan informasi yang berkembang di publik hingga kini belum direspons serius oleh aparat, antara lain:
Dugaan produksi ijazah palsu di Pasar Pojok Pramuka, termasuk kesaksian dari Beathor Suryadi yang menyebut sejumlah nama terkait (Paiman Rahardjo, Denny Iskandar, Eko Sulistio, dsb).
Pernyataan Kolonel (Pur) Sri Radjasa Chandra yang turut menguatkan dugaan tersebut.
Unggahan dari Prof. Dr. Sopian Effendi, mantan Rektor UGM, yang mengungkap inkonsistensi dalam ijazah Joko Widodo.
Dugaan peran Prof. Dr. Pratikno, mantan Rektor UGM, sebagai aktor intelektual di balik isu ini.
Sikap dari Relagama (Relawan Alumni UGM) yang secara terbuka menyatakan Jokowi bukan alumni UGM, bahkan mengultimatum pihak kampus dan Presiden.
Tidak hadirnya Jokowi dalam acara akbar alumni UGM, yang dihadiri tokoh-tokoh besar seperti Ma’ruf Amin, Boediono, Wiranto, Ganjar Pranowo, Anies Baswedan, Muhaimin Iskandar, hingga Sultan HB X.
Menjaga Demokrasi, Bukan Membungkam Kritik
Dalam konteks ini, pertanyaannya bukan hanya menyasar teknis hukum. Tapi juga menyentuh esensi: Apakah aparat penegak hukum berpihak pada kebenaran atau kekuasaan?
Kami menilai bahwa pengusutan terhadap para pelapor dan kritikus justru dapat mengancam demokrasi dan kebebasan berpendapat. Bila pertanyaan publik justru dikriminalisasi, maka demokrasi berada di ambang kehancuran.
Polri dengan slogan “Presisi” di bawah pimpinan Jenderal Listyo Sigit Prabowo, seharusnya menjunjung profesionalitas dan netralitas. Demokrasi tidak bisa tumbuh dalam atmosfer ketakutan, intimidasi, dan represi terhadap suara yang berbeda.
Harapan untuk Penegakan Keadilan
TPUA tetap mendesak agar:
1. Ijazah asli Presiden ditampilkan secara terbuka dan dapat diperiksa secara forensik.
2. Kasus ini ditangani secara imparsial, transparan, dan akuntabel.
3. Aparat penegak hukum menghentikan kriminalisasi terhadap pelapor dan pengkritik.
Kami akan terus bersuara demi tegaknya kejujuran dalam kepemimpinan, kebenaran dalam hukum, dan integritas dalam pendidikan nasional.
> "Mereka yang mempertanyakan kebenaran bukan musuh negara, melainkan penjaga nurani bangsa."
Kampus Jayabaya, 15 Juli 2025
Muslim Arbi
Direktur Gerakan Perubahan / Ketua Umum TPUA
Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.
tag: #