Oleh HM SASMITO HADINAGORO pada hari Senin, 18 Agu 2025 - 21:29:57 WIB
Bagikan Berita ini :

Menguak Kembali Misteri Bailout BCA: Benarkah Ide Mengambil Alih 51% Saham Itu Sesat?

tscom_news_photo_1755527397.jpeg
Gedung BCA (Sumber foto : Istimewa)

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Beberapa waktu lalu, sebuah media perbankan menulis artikel dengan nada keras: gagasan untuk meninjau ulang bailout BCA dan wacana pengambilalihan 51% saham oleh negara disebut sebagai ide “sesat”.

Pertanyaannya, benarkah itu ide sesat? Atau justru publik selama ini yang tidak pernah diberi ruang untuk mengetahui kebenaran di balik salah satu episode paling mahal dalam sejarah ekonomi Indonesia?

Mari kita uraikan pelan-pelan.

1. Krisis, Bailout, dan Triliunan Uang Rakyat

Kita semua tahu, krisis 1997–1998 meluluhlantakkan sistem perbankan Indonesia. Banyak bank bangkrut, dan pemerintah kala itu mengambil langkah “penyelamatan” lewat skema rekapitalisasi bank.

Caranya? Pemerintah menerbitkan obligasi rekap bernilai ratusan triliun. Obligasi ini bukan uang kecil—rakyat lewat APBN harus membayar bunga setiap tahunnya. Salah satu penerima terbesar adalah BCA.

BCA kala itu memang nyaris kolaps. Tapi berkat obligasi rekap, bank ini bisa kembali sehat, bahkan kini menjadi bank swasta terbesar di Indonesia.

2. Penjualan Saham Murah: Rp 5 Triliun untuk 51%

Masalah muncul ketika pemerintah kemudian menjual 51% saham BCA kepada investor asing (Farallon dan kemudian Djarum Group) pada tahun 200. Harga jualnya sekitar Rp 5 triliun.

Bandingkan dengan nilai pasar BCA saat ini (Agustus 2025): Rp 1.344 triliun kapitalisasi. Artinya, 51% saham sekarang setara Rp 685 triliun lebih.

Pertanyaan logis pun muncul: benarkah harga jual Rp 5 triliun pada 2001 mencerminkan nilai wajar BCA yang baru saja diselamatkan dengan obligasi rekap senilai puluhan triliun?

3. Kritik dari Tokoh dan Lembaga Negara

Jangan kira kritik ini hanya datang dari pengamat jalanan. Tokoh sekaliber Kwik Kian Gie (Menko Ekuin kala itu) menolak memberikan Surat Keterangan Lunas (SKL) kepada obligor BLBI, karena melihat adanya potensi kerugian negara dalam proses bailout dan restrukturisasi perbankan.

Selain itu, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam audit rekap perbankan juga pernah menyinggung adanya indikasi kerugian negara dari skema obligasi rekap.

Artinya, keraguan soal “murahnya” harga jual BCA bukan isapan jempol belaka.

4. Kenapa Wajar Ditinjau Ulang?

Banyak yang langsung ketakutan: kalau isu ini dibuka, stabilitas perbankan bisa goyah. Padahal, sebenarnya tidak harus begitu.

Meninjau ulang bailout bukan berarti merampas bank yang kini sehat. Tapi lebih pada audit keadilan:

Apakah negara benar-benar dirugikan?

Apakah ada rekayasa atau konflik kepentingan dalam penjualan saham?

Bagaimana mekanisme koreksi bisa dilakukan tanpa mengganggu investor publik yang kini memegang saham BBCA?

Negara lain juga pernah melakukan audit serupa. Korea Selatan, misalnya, mengevaluasi penjualan aset bank pasca krisis Asia. Jadi, ini bukan hal tabu.

5. Kenapa Disebut Sesat?

Media yang menyebut ide pengambilalihan saham BCA sebagai sesat mungkin punya beberapa alasan:

Menjaga kepercayaan pasar (investor takut jika negara dianggap bisa “merampas” aset swasta).

Melindungi kepentingan pemegang saham pengendali saat ini.

Menghindari kegaduhan politik.

Tapi, membungkam diskusi publik dengan label “sesat” jelas tidak sehat. Justru semakin membuat publik bertanya-tanya: ada apa sebenarnya?

6. Fakta Hari Ini

BCA kini bank swasta paling untung di Indonesia, dengan laba bersih tahunan lebih dari Rp 50 triliun.

Obligasi rekap yang dulu diberikan masih membekas dalam memori publik sebagai “utang rakyat” untuk menyelamatkan bank swasta.

Pemegang saham pengendali kini menikmati dividen jumbo tiap tahun, sementara publik hanya bisa mengingat bahwa dulu bank ini pernah diselamatkan dengan uang rakyat.

7. Apa yang Bisa Dilakukan Presiden dan DPR?

Jika Presiden Prabowo benar-benar ingin membela kepentingan rakyat, ada beberapa langkah elegan yang bisa ditempuh:

1. Audit ulang bailout dan penjualan BCA oleh BPK dan auditor independen.

2. Membuka dokumen lama: hasil investigasi BPK, laporan KPK, hingga notulensi sidang kabinet soal bailout.

3. Negosiasi konstruktif dengan pemegang saham pengendali: misalnya lewat peningkatan pajak dividen, CSR strategis, atau skema kompensasi lain agar negara tetap mendapat manfaat.

4. Komunikasi publik yang transparan, agar isu ini tidak digoreng jadi bahan politik belaka.

8. Akhir Kata: Sesat atau Koreksi?

Jadi, apakah ide meninjau ulang bailout BCA sesat?
Jawabannya: tidak.

Yang sesat justru jika kita menutup mata terhadap sejarah penggunaan uang negara. Kalau rakyat membayar ratusan triliun lewat APBN, sementara keuntungan hanya dinikmati segelintir orang, itu baru namanya sesat.

Audit, transparansi, dan keberanian mengoreksi masa lalu bukanlah ancaman bagi stabilitas ekonomi. Sebaliknya, itu justru akan memperkuat fondasi moral dan kepercayaan publik pada negara.

Bangsa ini berhak tahu: apakah bailout BCA benar-benar demi rakyat, atau justru demi segelintir pemilik modal? Suara Senior Citizen dari Yogyakarta 18 Agustus 2025.

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #bank-bca  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
thejoint
advertisement
HUT R1 2025 AHMAD NAJIB
advertisement
HUT RI 2025 M HEKAL
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
HUT RI 2025 SOKSI
advertisement
Lainnya
Opini

Catatan Kritis atas Nota Keuangan dan RAPBN 2026

Oleh Seknas Fitra
pada hari Senin, 18 Agu 2025
Nota Keuangan dan RAPBN 2026 yang dibacakan oleh Presiden Prabowo Subianto pada Jum’at, 15 Agustus 2025, belum mencerminkan kondisi dan realitas masyarakat yang sebenarnya. Berikut adalah ...
Opini

Kebijakan Presiden Prabowo: Memindahkan Penduduk Gaza Ke Pulau Galang

Niat baik Presiden Prabowo untuk memindahkan sebagian kecil penduduk Gaza, khususnya yang sakit, ke Pulau Galang mendapatkan kritik dari sebagian masyarakat di sini. Berbagai macam alasan di ...